Chapter 18: Kekerasan

____________
Kekerasan dibalas kekerasan, sama dengan kemenangan.
~ Indah Patrecia
____________
***

Lagi, lagi dan lagi peristiwa yang terjadi di kelas Clara langsung menyebar layaknya virus. Semua murid membicarakan hal yang terjadi tadi pagi ditambah dengan pendapat mereka tentang masalah itu.

Salwa dan the Gang pun tak ketinggalan dengan berita itu dan saat ini tengah mencari biang keroknya, Clara Amelia. Salwa sangat-sangat emosi hingga mengadakan sayembara kecil-kecilan khusus gang-nya. "Siapa yang bisa nemuin si LonT ini, gue kasih 5 juta."

Siapa yang tidak tergiur dengan harga yang begitu fantastis?

Segeralah gang-nya menyebar dan menanyai setiap siswa yang mereka temui sambil menunjukkan foto Clara di gawai mereka. Hingga akhirnya seorang cewek ngos-ngosan menghampiri Salwa yang tengah terduduk bak ratu di taman sekolah.

"Gue nemuin!" kata cewek itu satu tarikan napas, ia bahkan sudah tak sanggup untuk berdiri tegap.

"Katakan," balas Salwa dingin sambil menyeduh minumannya.

"Duit dulu, dong...."

Banyak bacot banget nih cewek! Gue jambak mampus lo.

Akhirnya, Salwa mengeluarkan amplop putih dari saku celananya dan menyerahkannya ke gadis tadi.

Cewek tadi tak langsung menjawab, ia memeriksa isi dari amplop itu dan terbelalak saat melihat tumpukan uang cukup tebal. Ia segera menyimpannya ke dalam tas.

"Dia di belakang gedung olahraga," kata cewek itu memberitahu lokasi Clara. Tanpa basa-basi, Salwa langsung saja pergi dari sana, menuju ke lokasi yang disebutkan tadi.

Tak butuh waktu lama, Salwa telah tiba di sana dengan banyak pohon rindang yang menutupi cahaya matahari. Salwa mendengus kecil. Berani-beraninya lo buat masalah sekacau ini, Anak baru.

Ia memperhatikan sekitar, mencari sesosok manusia yang keberadaannya telah ia hargai senilai 5 juta. Ternyata memang benar Clara tengah bersedekap lutut dengan tundukkan kepala di sela-selanya.

"Oi, lonte!"

Clara yang terkaget dengan seruan barusan, langsung mengangkat kepalanya cepat dan menatap Salwa.

Salwa sudah tiba di depan Clara yang masih bersedekap, matanya sedikit sembab, dan lengan bajunya sedikit basah.

"Lo nangis?" tanya Salwa memastikan, dengan nada sinis.

"Lo napa sih, gangguin gue mulu ... gue tuh salah apa sama lo, Salwa?" Clara bertanya dengan nada terisak-isak.

Salwa tanpa ragu memegang dagu Clara dengan kasar hingga mulutnya terbuka. "Eh, denger ya, lo tuh akar dari masalah ini. Harusnya lo tuh sadar diri! Cewek kampung, murahan, sama nggak berkelas kek lo jangan ngelunjak cuma gara-gara Garry kasihan sama lo."

"Satu lagi ya, lo jauh-jauh dari Garry deh. Gue nggak tahan liatnya," lanjutnya.

"Terus, apa Garry tahan ngeliat lo jalan sama om-om?" Suara lain muncul, tidak terasa asing, itu jelas-jelas suara Indah yang entah sejak kapan berada di sana.

Salwa menoleh dan mendengus kesal saat tau itu Indah. "Lo lagi?!"

Ia melepas genggamannya dan beralih mendekat ke Indah. "Lo ngebuntutin gue ya? Kalo gue ketemu sama tuh cewek, pasti lo langsung muncul. Jangan-jangan lo itu setan?"

PLAKK!

Tamparan keras Salwa terima dengan tiba-tiba, pipinya memerah saking kerasnya. Mata Salwa terbelalak lebar dan hendak menampar balik, tetapi Indah menangkap tangannya cepat.

"Lepasin!" Salwa meronta-ronta.

Tak lama kemudian, Indah melepaskan tangan Salwa dan bersedekap dada. "Ckckck ... murahan teriak murahan, nggak punya malu ya, Salwa?" sindir Indah dengan nada dinginnya.

"Heh! Tapi gue lebih baik dari lo, Indah, seenggaknya Garry udah pernah jadi milik gue, sedangkan lo-"

Satu tamparan lagi berhasil mendarat di pipi sebelumnya, kali ini Indah menjambak rambut panjang Salwa dan melemparnya hingga Salwa terjerumus ke tanah.

Clara segera bangkit dan menahan tubuh Indah yang mendekat ke Salwa yang sudah terkapar lemah. "Ndah, udah-udah, jangan dilanjutin."

Indah menoleh ke Clara, saat melihat matanya yang sembab, ia secepat mungkin menghapus air mata yang berada di bawah mata gadis itu.

"Kalo lo nggak kuat, jangan keluar zona nyaman, Ra. Yang ada malah bikin hati lo, semakin tersiksa."

Bukan respons Clara yang terdengar, tetapi sorak histeris dari Salwa the Gang lah yang menggema kemana-mana. Mereka syok saat melihat pimpinan mereka terpakar tak berdaya di atas rumput.

"Liat aja, gue bakal laporin kalian berdua!" teriak salah satu dari mereka, mengancam.

"Oh ya? Berarti gue bisa membela diri dengan ini dong?" Indah menyalahkan hpnya, menekan-nekan beberapa kali dan menunjukkan sebuah foto pada mereka.

Sebuah foto yang memperlihatkan Salwa tengah menggenggam erat dagu Clara hingga terbuka, ia sempat memotretnya dalam mode getar, jadi tidak ada suara sama sekali.

"Cih!" Cewek tadi berdecak kesal.

"Naura Aurora, lain kali hati-hati ya, gue bisa nuntut lo atas dasar tuduhan palsu dan pencemaran nama baik," kata Indah sambil memasukkan kembali ponselnya dan pergi begitu saja, dibuntuti Clara dari belakang.

"Dia ... dia tau nama gue?" ucap Naura dengan wajah yang begitu cemas, ia kira Indah tak mengetahui identitas mereka.

"Ya jelas tau," kata Salwa tiba-tiba dengan suara lemah. "Kan gue pernah nyuruh lo ngedeketin dia, tapi gagal. Mungkin saat itu dia udah tau kalo lo anggota gang gue."

Naura benar-benar panik. "Terus gimana dong? Muka gue udah ditandain. Bisa-bisa terancam gue dari sekolah ini. Eh, Salwa, maaf-maaf, gue bantu berdiri ya."

***

Karena peristiwa pagi tadi mendapat banyak perhatian siswa, mau tak mau Kepala Sekolah memanggil Garry dan Larry ke ruangannya.

Ia menghela napas berat sebelum bicara. "Saya tidak dapat menjamin jika berita ini akan hilang begitu saja, Tuan Muda. Banyak saksi yang melihatnya dan kita tidak bisa mengindetifikasi mereka satu-persatu."

"Apakah masalahnya akan selesai jika aku memberi klarifikasi, Pak?" tanya Larry polos sambil mengangkat tangannya.

Kepala sekolah itu menggeleng. "Klarifikasi hanya akan membuatnya semakin parah. Kita harus menyelesaikannya dengan cara lain, saya lebih takut jika ada yang merekam kejadian itu dan mengunggahnya ke sosial media. Tentu Tuan Besar-Papa Garry dan Larry-akan sangat murka."

"Gue yang bakal ngomong sama Papa," ucap Garry cepat, kemudian beranjak pergi dari sana.

"Gar." Ujung jari Larry menggenggam sedikit seragam saudaranya itu. "Gue juga bakal ikut ngomong ke Papa."

Garry menatapnya tajam dari belakang dan berjalan begitu saja. Hanya menunjukkan matanya yang tajam dan seolah-olah dia ingin membunuh manusia yang ia tatap barusan.

"Tuan, apakah saya boleh mengusulkan pendapat? Saya harap ini akan menjadi jalan keluar yang tepat," ucap Kepala Sekolah saat Garry sudah keluar dari ruangan.

Larry mengangguk, "Boleh, kok, apa itu, Pak?"

"Katakan kepada tuan besar, jika semua masalah ini terjadi karena Anda, dengan begitu, tuan besar tidak akan memperpanjang masalah sampai melibatkan siswa lainnya."

***

Salwa Sultan banget ya😂 sampe rela ngeluarin duit 5 juta buat nemuin keberadaan Clara doang. Kalo aku, udah dibuat shopping aja dah wkwk

Jangan lupa Vote guys, next chapter ada pertikaian lagi. Hehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top