Chapter 12: Masalah Baru.

____________
Setiap masalah, pasti ada solusinya. Apapun itu.
____________
***

Clara segera duduk di bangkunya begitu sampai di kelas. Sementara murid lain sibuk mengobrol di pagi hari, Clara lebih memilih untuk membuka buku paketnya—cukup tebal—sebuah buku paket yang berisikan soal-soal pertanyaan tentang materi kelas 11 SMA.

Agar tidak terganggu dengan keributan yang ada di setiap sudut kelas, Clara memakai Headset di kedua telinganya. Memutar play list favoritnya sejak kecil. Lagu-lagu barat populer seperti Trouble is A Friend, sampai ke musik mello 'Love of My Life' milik band Queen.

Setelah cukup lama Clara berfokus ke bukunya, seseorang menepuk pundak kirinya, tetapi Clara menatapnya dari arah kanan.

"Ah!" keluh Larry yang tampak kecewa.

Clara hanya mengkerutkan dahinya, tak mengerti. Ia perlahan melepas kedua headset-nya.

Larry sudah menyiapkan jebakan telunjuknya saat Clara menoleh tadi, tapi apa boleh buat. Cewek itu malah menoleh ke arah lain.

Larry tersenyum setelahnya. "Gak papa, kok. Lagi baca apa?"

"Lagi baca buku paket aja. BTW, baru sampe?" Clara melihat ke arah lain, mencari Indah tetapi tak kunjung mendapati teman barunya itu.

"Hehe, iya nih. Nyariin siapa?" tanya Larry penasaran dengan gerakan mata Clara.

"Indah. Dia kok belum sampe ya?" Clara melirik jam tangannya. "Padahal bentar lagi gurunya masuk."

Larry duduk ke kursinya dan memasukkan tas kecilnya ke laci di bawah meja. "Biasa itu mah. Paling ke perpus terus ngurus masalah buku sekolah."

Clara mengangguk-angguk paham.

Tak lama, bunyi bell sekolah berbunyi dan semua murid segera menyudahi obrolan mereka dan pergi ke mejanya masing-masing. Kemudian guru perempuan masuk dan berdiri di depan kelas.

"Hallo, selamat pagi anak-anak."

"Pagi, Bu." Semuanya menjawab serentak.

Dia melirik ke tempat duduk Clara. "Kamu," tunjuknya dengan nada yang sedikit menyeramkan.

Clara yang merasa ditunjuk pun perlahan berdiri dari kursinya. "Iy-Iya, Bu?"

"Murid pindahan kemarin ya?"

Clara menjawabnya gugup, "Benar, Bu."

"Sehabis mata pelajaran, datang temui Ibu di kantor ya."

"Ba-Baik, Bu."

Clara berkeringat dingin dan panik sendiri. Jantungnya berdetak cepat, pikirannya melayang jauh. Apa jangan-jangan, dia sudah melakukan kesalahan pagi ini?

Clara, lo kok kena masalah mulu sih?!

Ia perlahan kembali duduk.

"Mana Indah?" tanya guru itu lagi, tetapi kali ini pertanyaannya bukan untuk Clara.

Larry pun mengangkat tangan. "Biasanya masih di perpus, Bu."

"Oh." Guru itu menjawab dengan singkat dan dingin. Seolah dia tak menginginkan Larry yang menjawab pertanyaannya tadi.

"Buka buku paket kalian Bab 4!" perintah guru itu.

***

Bell sekolah berbunyi lagi, menandakan sudah masuk jam istirahat. Saat semua siswa keluar kelas menuju kantin, Indah justru masuk dan masih mendapati Clara yang berberes. Dia memang lambat dalam hal berberes.

"Gue bantuin ya!" Indah tiba-tiba berkata yang mengagetkan Clara.

Clara tersiap sesaat. "Ah, iya. Makasih banyak, Indah."

Lalu Indah menyusun buku-buku tebal itu dan memasukkannya ke dalam tas Clara. Setelah selesai, barulah mereka pergi menuju kantin, tetapi dengan cepat pergelangan tangan Clara di tarik cepat oleh Garry.

"Hari ini, lo makan sama gue, Sayang."

Clara terkejut dan tak pernah tau jika Garry ada di kelasnya. Ia menggeleng, menolak ajakan Garry barusan.

"Nggak mau, kemaren kan udah."

Seketika wajah Garry mengkerut kesal dan semakin mengeratkan genggamannya. "Sekali doang, mana puas, Sayang."

Indah menghela napas, dan membuka matanya perlahan. Ia segera mengukir senyuman di bibirnya. "Clara, makan aja sama Garry. Masa pacar sendiri ditolak sih. Dan lo Garry, tolong perlakukan Clara dengan baik."

Oh, namanya Clara.

"Yoi, Indah. Lo tenang aja."

Indah perlahan mendorong gadis itu, semakin mendekat ke Garry. Kemudian ia pamit pergi dari sana, meninggalkan kedua orang itu.

"Cla, ato Ra. Ah, terserah deh lo dipanggil apa. Yang pasti, gue mau lo lakuin sesuatu."

Clara menatapnya dengan wajah yang cemberut dan tak bersemangat. "Apa sih, lo tuh datang ke gue pasti cuma mau liat gue menderita, 'kan?"

"Yeee, main tuduh aja lo. Anggep aja ini bales budi dengan tumpangan semalem."

Hue! Tumpangan nantang malaikat maut gitu mau dibalas budi.

"Ya udah, lo mau gue ngapain? Pura-pura mesra lagi di depan si Salwa itu?"

Garry menggeleng. "Bapak lo ...."

Clara yang cemberut seketika menoleh ke wajah Garry dan menatapnya dengan serius. Dia gak boong, 'kan?

"Serius, gue gak boong. Bokap lo datang ke sekolah terus komplein masalah pembayaran."

Seketika mata Clara terbelalak dan berniat pergi dari sana, tetapi dengan cepat Garry kembali menahan tangannya, seolah sudah tau jika gadis itu lakukan.

"Lo tenang dulu."

"Lepasin! Ini masalah gue sama bokap gue, Gar." Clara berusaha sekuat tenaga melepaskan genggaman Garry.

"Gue punya solusi."

Mendengar kata 'solusi', Clara menghentikan pemberontakannya. Ia perlahan menatap wajah Garry yang tetap tenang.

"Apa?" Nada Clara terdengar halus dan pasrah.

Garry mendekatkan bibirnya ke telinga Clara dan membisikkan semua rencana yang akan dia lakukan selanjutnya.

***

Di sebuah ruangan Tata Usaha sekolah, terlihat Ayah Clara yang sedang berhadapan dengan seorang guru.

"Tolong cek kembali, siapa yang telah membayarkan kelas Ekstrakurikuler siswa yang bernama Clara Amelia."

Sang guru membalasnya dengan sopan dan lembut. "Mohon maaf sebelumnya, Bapak. Menurut peraturan yang berlaku, kami pihak sekolah tidak diijinkan siapapun untuk melihat dokumen yang bersifat pribadi."

Ayah Clara tak terima dengan keputusan itu, dia membalas, "Loh, apanya yang pribadi? Saya cuma ingin memastikan siapa yang membayar uang kelas anak saya saja."

"Sekali lagi mohon maaf, Pak." Lagi-lagi guru itu menolak permohonan dari pria berumur di depannya. "Pada permasalahan ini, bisa ditanyakan pada siswa yang bersangkutan."

Ayah Clara menghela napas panjang. Haruskah dia minta pertolongan temannya itu? Tapi ia tidak keenakan karena selalu merepotkan orang itu. Lantas, apa yang harus ia lakukan agar mengetahui pelaku dari pembayaran ini?

Tak lama, pintu ruangan diketuk. Semuanya melihat ke arah pintu masuk dan terlihat Garry dan Clara yang masuk dengan sedikit menunduk.

"Tuan muda." Guru tadi beranjak dari kursinya dan memberikan hormat pada remaja itu.

"Anda bapaknya pacar saya ya?" kata Garry dengan penuh percaya diri.

"Pacar?" beo sang ayah.

Garry merangkulnya seperti pertama kali bertemu Clara. "Kenalin, ini pacar gue, Clara Amelia. Dan nggak lama lagi, bakal jadi Clara Amelia Alexandre. Jadi, mohon restunya, calon Papa Mertua."

Clara pun meletakkan kepalanya di bahu Garry, berusaha agar terlihat seromantis mungkin. "Maaf, Yah, Clara baru kasih tau sekarang."

Bukannya terlihat senang, Ayah Clara malah beranjak dari kursinya dengan kasar dan mendekati keduanya....

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top