💣 sebelas
_oo0oo_
"Stop! Stop!" seruku sambil menepuk pundak Ali. Ali menghentikan motornya dan aku langsung turun. Aku sengaja menyuruh Ali mengantarku ke kantor Papa.
Ali menoleh dengan kening mengernyit. "Kok ke kantor polisi?"
Aku ikut menoleh. "Makasih buat tumpangannya!" sahutku mengabaikan pertanyaan Ali dan bergegas masuk ke dalam.
Bukan tanpa alasan aku memilih ketempat ini. Aku baru mengenal Ali dan tidak mungkin jika aku membawa Ali pulang kerumah. Bagaimanapun juga aku harus waspada terhadap orang baru disekitarku.
"Prili, tunggu!" teriak Ali.
Langkahku terhenti dan menoleh kearahnya. "Ada apa?"
"Gue---boleh minta nomer lo nggak?"
Aku menatap bolamatanya sejenak. Tanpa memberikan jawaban aku langsung masuk, meninggalkan Ali. Masuk ke dalam kantor Papa dan aku bisa melihat wajah lesu Ali dari balik pintu kaca ini.
"Loh, Prili kok ada disini?" teguran Papa membuatku menoleh cepat.
"Prili nggak dapet taksi, Pa. Papa masih lama pulangnya?" tanyaku balik.
Papa mengalihkan pandangannya, menatap jam tangannya yang melingkar. "Setengah jam lagi Papa pulang. Kamu kenapa nggak pulang kerumah, Sayang?"
Usapan tangan Papa begitu lembut membuatku menggeleng pelan. "Tadi aku nebeng temen, Pa!"
"Temen?" cicit Papa. Aku mengangguk mengiyakan. "Cewek?"
Sebelum menjawab, aku menggeleng. "Cowok, Pa!"
Alis Papa langsung bertautan dan keningnya mengkerut. "Cowok?"
Aku mengangguk lagi. "Makanya aku milih ke kantor Papa. Nggak mungkin kan aku minta anterin sampe rumah?"
Papa tersenyum lalu memelukku. Sepertinya beliau menerima alasanku. "Papa akan segera mencarikan sopir pribadi buat kamu!"
"Makasih, Pa!"
"Sana, kamu keruangan Papa. Papa mau ke lapangan sebentar."
Aku melepaskan diri dari pelukan Papa dan menuruti perintahnya. Di dalam ruangan Papa ada sofa hitam besar, aku memilih duduk disana dan menyandarkan punggungku.
Sambil menunggu Papa, aku memilih menyibukkan diriku dengan buku ditanganku.
_oo0oo_
Entah kenapa cewek yang bernama Syila ini sepertinya tidak puas dengan apa yang ia lakukan padaku kemarin. Buktinya, baru saja kakiku menginjak di koridor kelas tapi Syila dan dayangnya langsung memberondongiku dengan pertanyaan-pertanyaan konyol mereka.
"Lo kemarin pulang sama siapa?" tanya Syila langsung.
Aku mencoba mengabaikannya tapi ia malah menghadang langkah kakiku. "Lo punya kuping? Masih dipake nggak?" lanjutnya.
"Gue nebeng sama temen!" jawabku singkat dan berharap dengan jawaban itu Syila akan melepaskanku.
"Temen? Maksud lo tunangan gue?" serunya sinis. Aku hanya menatapnya sebentar dan mencoba kembali melangkah. "Gue belum selesai ngomong sama lo!"
Tubuhku terhuyung kebelakang saat dengan sengajanya Syila mendorong kedua pundakku. Andai saja tak ada yang menangkapku mungkin aku akan mendarat dilantai koridor ini.
"Ini apa-apaan sih?" pekikkan itu terdengar dari belakang terlingaku. "Lo nggak pa-pa, Pril?"
Aku menggeleng pelan. "Makasih, Nan!" sahutku lirih.
"Nan, kok lo belain dia sih?" protes Syila.
"Gue nggak ngebela siapapun disini. Gue cuman nggak suka aja ada bullying di sekolah ini!" Nanda memberikan pembelaan yang malah membuat Syila terkekeh pelan. Dan cewek yang bernama Tasya itu ikut tertawa juga.
"Lo jangan macem-macem sama gue. Saat ini juga gue bisa keluarin lo dari sekolah ini!" ancam Syila.
Nanda malah mendengus sebal sambil memutar bolamatanya. "Mentang-mentang anak pemilik sekolah jangan seenaknya!"
"Dan lo," Syila menunjukku dengan jari telunjuknya. "Jauhi Ali kalo pengen aman di sekolah ini!"
"Lo apanya Ali?" sambar Nanda sambil tersenyum mengejek.
Syila semakin beraksi. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan sedikit mengangkat dagu lancipnya. "Tasya. Jelasin sama mereka apa arti gue buat Ali!"
Tasya maju selangkah dan ikut bersedekap. "Lo nggak lupa kan, Nan. Princes Syila ini adalah tunangannya Ali dan sebentar lagi akan menjadi istri sahnya!"
Penjelasan Tasya membuat Syila menganggukkan kepalanya dengan bangga. Sementara ekspresi yang Nanda tampilkan begitu datar. Tiba-tiba Nanda berteriak memannggil nama Ali, membuatku ingin menghilang saat ini juga. Apa yang dipikirkan Nanda?
"ALI. SINI!" teriakan Nanda membuat Syila dan Tasya membulatkan matanya. Aku menundukkan kepalaku saat Ali melangkah mendekat.
"Kenapa, Nan?" suara Ali membuat lututku sedikit bergetar. Apalagi aku tau arah pandangnya kemana walaupun ia sedang berbicara dengan Nanda.
"Tuh calon bini lo ngelabrak Prili!" celetuk Nanda.
Ali langsung mengalihkan pandangannya dan menatap Syila dengan tatapan tajamnya. "Apa yang lo lakuin sama Prili?" gertak Ali.
"Li, kok kamu gitu sih? Kenapa kamu belain anak baru itu?" protes Syila.
"Lo ngerti ucapan gue nggak sih, Syil? Kita udah nggak ada hubungan apa-apa. Perlu gue umumin ke semua orang yang ada didunia ini kalo semuanya udah berakhir?"
"Ya tapi kan---kamu nggak perlu belain dia, Li!" Syila mencoba merajuk dan meraih lengan Ali tapi Ali terlihat menepisnya.
"Please, Syil. Jangan bikin ribet masalah ini!" ucap Ali tegas.
"Kenapa sih Li kita nggak bisa kayak dulu lagi? Kasih aku kesempatan sekali aja buat perbaiki semuanya!" pinta Syila dengan suara bergetar.
Sepertinya aku berada di tempat yang salah dan tak seharusnya aku ada disini. Ini masalah pribadi mereka. Aku menarik tangan Nanda dan melangkah pelan meninggalkan mereka.
"Lo pengen tau kenapa gue belain Prili?"
Suara Ali membuat langkahku melamban. Nanda menoleh kearahku sementara aku hanya bisa menunduk.
"Karena menurut gue, sosok Prili yang cocok jadi pendamping hidup gue!"
_oo0oo_
Surabaya, 08 Juni 2018
Ayastoria
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top