💣 enam

_oo0oo_

Selama 2 tahun sekolah disini, mungkin hanya hari ini saja aku datang ke sekolah dengan wajah cerah. Entah kenapa untuk hari ini aku tidak mempedulikan cibiran dari teman-teman. Omongan mereka aku anggap semilir angin yang melewatiku begitu saja.

Itu semua karena Ikbal.

Ya. Ikbal begitu membawa pengaruh besar dalam hidupku. Seolah aku telah menemukan tiang penyangga dalam hidupku. Tiang yang siap menopang tubuhku suatu saat nanti.

Satu-satunya laki-laki yang menerimaku apa adanya. Satu-satunya laki-laki yang begitu cool dan smart juga soleh. Sepertinya aku tak perlu berpikir dua kali untuk menerimanya.

Pagi ini Ikbal mengantarku sampai didepan pintu kelas. Pemandangan asing itu tak luput dari penglihatan Kia yang tampak mengawasiku.

"Aku ke kelas dulu, ya! Nanti pulang kamu tunggu disini!" pamit Ikbal. Aku hanya mengangguk dan menatap punggungnya sampai ia menghilang di balik dinding koridor kelas.

Aku memutar tubuhku dan seketika mendapati mata Kia yang tampak menatap penuh curiga kearahku. Aku melewatinya dan duduk di kursiku. Kia memutar tubuhnya lalu menopang dagunya dengan sebelah tangannya.

"Bau-bau orang jadian, nih!" sindirnya halus.

Aku tersenyum dan menggeleng geli. Bukan mengelak pernyataan Kia tapi memang hubunganku dengan Ikbal sudah lebih dari kata jadian. Walaupun hingga saat ini aku belum mendengar Ikbal menyatakan cinta padaku.

Tapi, itu semua tidak penting bagiku. Ikbal sudah melamarku, itu lebih dari cukup dan aku bisa menyimpulkan jika dia benar-benar mencintaiku.

"Senyum lo mengartikan hal lain, Pril!" celetuk Kia.

"Emang apa, Ki?" tanyaku cepat.

"Sejauh mana sih hubungan lo sama Ikbal?"

Mata berputar keatas mencari jawaban yang tepat atas pertanyaan Kia. "Mm, lo mau denger kabar buruk apa kabar baik dulu?" tawarku.

"Kabar buruk dulu aja deh!"

"Oke." Aku membenarkan letak dudukku. "Kabar buruknya, Ikbal nggak nembak gue!"

"Apa gue bilang. Lo sih terlalu ngarep. Lo juga baru kenal dia, kan?" sahut Kia menggebu-gebu. Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalaku beberapa kali. "Trus kabar baiknya?"

"Kabar baiknya----" aku menahan senyumku yang rasanya ingin mengembang. "Ikbal ngajakin gue nikah!"

Mata Kia seketika melotot lebar. "What?" pekiknya lirih. Aku kembali mengangguk dan kali ini dengan senyum yang mengembang. "Heh, masih bocah udah mikirin nikah. Dikira nikah itu gampang?" dumel Kia.

Aku mengendik pelan. "Bukannya itu bagus, Ki? Islam kan emang melarang kita pacaran dan lo nggak lupa kan apa yang Abah lo bilang. Jauhi zina. Nah pacaran itu kan juga termasuk zina, Ki. Zina mata, zina tangan dan zina---"

"Tapi ya nggak nikah juga kali, Pril. Lo masih punya impian yang harus lo kejar. Sekolah lo gimana?"

Wajahku seketika berubah sendu. Memang benar apa yang dikatakan Kia. Aku masih punya impian, membahagiakan Papa. Membuat Papa bangga padaku.

"Sebaiknya lo pikir-pikir lagi aja deh, Pril. Mutusin buat nikah itu nggak bisa dilakukan secara sepihak. Kalo emang Ikbal serius sama lo, dia pasti dukung lo dan ngebiarin lo nyelesaiin sekolah lo!"

Kia memutar tubuhnya ke depan saat seorang Guru masuk. Ternyata bel pelajaran sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Aku terlalu sibuk dengan pikiran hingga tak menyadari itu.

_oo0oo_

Aku mencari Ikbal sampai ke kelasnya tapi dia tak ada. Ke kantin, mushola juga tidak ada.

Kemana perginya Ikbal?

Semua temannya tidak tau keberadaan Ikbal. Padahal aku ingin berbicara dengannya. Kubelokkan langkahku kearah kantin saat tak juga menemukan Ikbal.

Baru saja kakiku memasuki area kantin tapi seseorang dengan sengajanya menjegalku. Akibatnya aku tersungkur ke lantai.

Suara tawa seketika menggema memenuhi seisi kantin. Aku menoleh, melihat kebelakang dan ingin mengetahui siapa pelakunya.

Bayu Permana. Ia duduk dikursi kantin sambil tersenyum remeh kearahku. "Sorry, gue nggak sengaja. Habisnya mata kaki gue ketutup sama kaos kaki jadi nggak bisa liat!"

Aku mendengus pelan dan memilih tak meladeni ucapannya. Aku bangun dan langsung membersihkan rokku yang lumayan kotor.

Melangkah menuju stand bakso favoritku. Dibelakang sana aku masih mendengar suara tawa. Sangat pelan tapi masih terdengar olehku.

Diaaat speerti ini aku sangat membutuhkan Ikbal.

Ikbal. Kamu ada dimana?

Setelah pesananku jadi, aku membawanya. Aku memilih meja kosong yang ada diujung kantin. Itu lebih baik daripada harus berbaur dengan mereka yang tak menyukaiku.

Mengabaikan suara kasak-kusuk diarea kantin, aku memilih menyantap makananku.

"Iya juga sih, kenapa juga Ikbal mau temenan sama anak teroris itu?"

Ucapan itu terdengar begitu jelas ditelingaku.

"Biarin deh ah. Lagian mereka itu cocok kali. Si anak teroris dan si anak misterius.

Misterius? Apa yang mereka maksud Ikbal? Ikbal misterius?

"Couple apa yang nama yang cocok buar mereka?" timpal salah satu dari mereka.

"Couple dadakan kali. Ahahahaaha!"

Dan mataku terpejam sesaat saat mendengar suara tawa mereka.

BRAK!!

Belum juga tawa mereka mereda, kini ada suara lain yang memaksa masuk ke indra pendengaranku.

Aku mendongak dan menatap Bayu tampak berdiri didepan mejaku. Ia lalu duduk dengan pandangan mata menatap sinis kearahku.

"Jangan pikir lo deket sama anak baru itu, gue nggak berani gangguin lo!" ucapnya pelan seperti sedang berbisik. "Karena kalian berdua nggak pantes ada di sekolah ini!"

Setelah mengatakan hal itu, Bayu pergi dari hadapanku. Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan.

Ini sudah biasa. Ini sudah makanan sehari-sehariku. Jauh sebelum Ikbal datang dan masuk kedalam hidupku.

Aku terus merapalkan kalimat itu, mencoba menguatkan hatiku sendiri.

_oo0oo_

Hingga jam pelajaran usai, aku masih belum bertemu dengan Ikbal. Padahal tadi pagi ia berpesan agar aku menunggunya dikelas.

"Lo nungguin siapa, Pril?" tanya Kia saat ia hendak melewatiku yang saat ini sedang berdiri di pintu kelas.

"Ikbal, Ki. Tuh anak kemana ya? Dari istirahat tadi gue nggak ketemu sama dia!"

"Udah coba telpon dia?"

Aku menggeleng pelan. Sialnya aku belum mendapatkan nomernya. "Gue nggak tau nomer hapenya!"

"Lah, langka lo. Mau gue temenin nggak?"

"Nggak usah. Lo balik aja duluan sana!"

"Yakin?" tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk. "Ya udah, gue cabut dulu ya. Nggak usah dengerin omongan orang yang nggak bermutu!" bisiknya pelan sambil menoleh kebelakang, menatap sebentar Bayu yang masih ada dibangkunya.

Aku mengangguk pelan. Setelah itu Kia melangkah pelan menjauhiku. Aku menghela nafas pelan dan kembali melongok kearah koridor kelas. Berharap Ikbal akan segera datang

"Nih, kayaknya ada orang lagi butuh bantuan lo!" Bayu melempar sebuah kunci kearahku. Kunci itu tidak sempat aku tangkap dan terjatuh kebawah kakiku.

Apa maksudnya ini?

Belum sempat aku menanyakan hal itu tapi Bayu sudah melenggang pergi. Aku membungkuk dan memungut kunci itu. Berpikir sejenak apa maksud dari ucapan Bayu.

"Seseorang butuh bantuan gue?" cicitku pelan.

Sedetik kemudian aku sadar dan hanya ada satu nama yang terlintaa dalam benakku saat ini.

Ikbal.

Jangan-jangan Bayu yang melakukan semua ini.

Apa dia baik-baik saja?

_oo0oo_



Sbya, 29 Mei 2018
Ayastoria

Yang nunggu kemunculan Ali si Arab tengil, sabar ya. Hehehe gak kalian aja kok yg kangen....gue juga!!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top