Chapter [two]

Di dalam kelas XI IPS-C seorang guru matematika tengah menjelaskan teori di papan tulis. Semua murid menyimaknya dengan seksama, walau ada beberapa yang tidak benar-benar menyimak. Seperti seorang gadis yang tengah tertidur pulas di temani iringan musik yang menyumpal telingannya. Jika di dongeng putri salju akan terbangun karena seorang pangeran yang datang mengecupnya, jauh berbeda dengan gadis itu yang terbangun karena jeweran dari sang guru yang mengusik tidurnya. Earphone yang semulanya terpasang di telinga gadis itu jatuh dari posisinya. Seisi kelas kini mengalihkan perhatian ke gadis yang baru bangun itu.

"LAURA SALENDRA MAHESWARA!" pekik guru tersebut sambil menatap tajam muridnya yang paling susah di atur. Guru itu belum melepaskan jeweran nya, membiarkan Laura mengaduh kesakitan.

"Duh duh aduh bu Lusii. Telinga saya jangan di tarik begini nanti bisa melar. Aduh ibuu maap saya salah, maap bu." Rintih Laura sembari memegang tangan Bu Lusi yang semakin kuat menjewer telinganya.

"Makanya jangan tidur di jam saya! Kamu pikir saya lagi mendongeng, hah?!" tegas Bu Lusi.

"Y-ya eng-enggaklah bu, aduh ss-sakit bu, lepasin dulu," rengek Laura.

"Biarin, bisrr telinga kamu kedepannya makin berfungsi!" bukannya melepas, bu Lusi semakin menjewer telinga Laura sebelum dilepaskannya.

"IBUUUU SAKITT ADUHH IBUU! IYA BU IYA JANJI, GAK TIDUR LAGI, JANJI DEH!" teriak Laura.

"Tidak ada toleransi untuk murid malas seperti kamu. Sekarang berdiri di luar kelas, kayak biasanya!" Pintah Bu Lusi beralih menarik tangan Laura maju depan kelas.

Dengan langkah malas Laura berdiri di depan pintu kelas sambil memegang kedua telinganya dengan satu kaki di angkat.

"Tetap seperti itu sampai jam saya selesai. Paham, Laura?!"

"Paham bu," jawab Laura dengan nada malas.

Beberapa anak kelas Ips-C menggeleng heran dengan kelakuan Laura yang bukan hal baru lagi yang mereka lihat. Sebagian siswa tertawa puas melihat Laura dimarahi bu Lusi, guru killer yang ditakutin oleh seluruh siswa. Setelah bu Lusi membentak, semuanya kembali hening, bahkan tiga orang yang tak lain adalah sahabat Laura menahan tawa mereka sambil menunduk agar tidak ketahuan bu Lusi. Bagi mereka melihat Laura di hukum sendirian adalah suatu hiburan yang menggelitik hati.

"Kayaknya seru nih ngajak Ara ngebully junior yang tadi pagi sengaja nyenggol lo Shan." Bisik gadis berambut pendek, sebut saja Oliv.

Shania tampak berpikir sebelum akhirnya dia mengangguk setuju.

"Boleh juga,"

"Gas nih?"

"Gas lah! Tadi gue belum sempat ngasih pelajaran ke dia. Gaya selangit, bikin naik darah, sok paling cantik cih!" Decih Shania dengan raut kesal mengingat kejadian tadi pagi.

"Jangan ngadi-ngadi lo, kasian dia, masih junior juga belum tau apa-apa." Ucap seorang cowok di belakang mereka menimpali.

"Apa-apaan lo! kalo gak mau ikut gak usah bacot." Sinis Shania.

"Halah bilang aja lo demen sama cewek itu, kan? ngaku lo." Sembur Oliv.

Gavin senyum-senyum, membuat kedua matanya jadi sedikit sipit. "Tuh tau," kekehnya.

"Dasar fucekboy!"

"HEH YANG DI BELAKANG NGOBROLIN APA KALIAN?! MAJU KE DEPAN!"

"GAVIN, OLIVIA, SHANIA!"

Ketiga orang itu melebarkan mata ketika suara bu Lusi menggelegar memanggil satu persatu nama mereka.

"Gara-gara lo, Vin!"

"Tau tuh si Gavin."

"Kok gue njir! Kan lo berdua yang suaranya kayak toak!"

"Bacot ah!"

•••

Kringg

Suara nyaring yang memekakkan telinga itu membuat seluruh siswa bersorak kegirangan menandakan bahwa waktu istirahat telah tiba. Lorong yang tadinya sepi kini banyak langkah kaki siswa yang berlarian menuju kantin. Seperti anak ayam yang baru keluar dari kandang, mereka semua berebutan untuk duluan tiba di kantin.

Tidak semuanya, ada sebagian yang masih menunggu di dalam kelas. Termasuk empat sekawan yang tengah berkumpul di satu meja.

"Gilakk kepala gue rasanya mau pecah," gerutu Shania.

"Ck lebay, cuma tiga soal, MTK malah paling gampang." Kekeh Gavin.

"Gampang buat lo, peak! Gue ngeliat dua angka udah bikin pusing!"

"Makanya belajar, lek!"

"Belajar belajar belajar mulu yang lo bilang, kalo emang kagak bisa ya tetap gak bisa guoblok!" Sungut Shania.

"Heh ngaca lo yang goblok bin jelek!" Gavin mencubit hidung Shania tanpa ampun.

"Sakit anjing!!"

"Mulutnya," kemudian cowok itu beralih memukul bibir Shania.

"Hadehh ribut terus ribut. Lama-lama gue tendang lo berdua. Udah keluar sana!" Usir Laura sembari meletakkan kepalanya di atas meja dengan hoodie nya sebagai bantalan.

Olivia beralih duduk di samping Laura sambil memiringkan kepalanya, "lo kenapa sih? Ada masalah?"

"Biasa, bokap bikin badmood." Balas Laura dengan mata terpejam.

"Nah gue tau cara balikin mood, Ra, gimana kalo kita ke kantin. Di jamin mood auto hilang lapar pun tuntas!" Seru Gavin begitu antusias.

"Dasar perut badak," cibir Shania, "sebelum itu kita temui anak kelas satu dulu, Ra, tadi pagi dia bikin gue naik darah. Sayangnya gue gak sempat ngebalas dia, keburu bel bunyi." Jelas Shania dengan nada kesal.

"Tadi kan gue bilang jangan di ladenin, kasian tau masih polos-polos."

Mendengar itu Shania langsung menempeleng kepala Gavin dengan buku yang ada di meja Laura.

"Polos ndas mu! Kagak usah bawa perasaan lo ya! Kagak ada yang peduli," sinis Shania.

"Apa sih Shan, sensi amat, iya deh iya gue diem nih." Cemberut Gavin.

"Ya good,"

Olivia geleng-geleng melihat tingkah dua sahabatnya yang tidak pernah akur itu, seperti Tom dan Jerry kalau ketemu.

"Lama-lama gue jodohin kalian berdua." Celetuk Oliv.

"Shut! Diem lo gak usah ikut-ikutan." Ucap Shania menatap horror Oliv.

Oliv terkekeh kecil, "santai aja tuh mata, ngeri kayak mau copot." Kemudian dia mengalihkan pandangannya ke Laura lagi.

"Ra ayolah Ra, kalo ada lo pasti lebih seru. Walau gue yakin mulut lemes Shania bisa bikin bocah itu kena mental, tapi lo kan ketua kita," Bujuk Oliv.

"Ah males gue,"

"Kalo gue sih gak maksa, Ra, malah bagus lo gak usah ikut-ikutan mereka. Gak tega gue liat dedek emes mewek kalo sampe lo juga ikut." Ucap Gavin yang langsung di geplak Shania.

"Diem lo kampret," Shania kembali memandang Laura. "Lagian kita udah lama gak main-main, ye kan Ra? Gue bahkan lupa kapan terakhir kita ngebully mereka," ujar Shania sambil mengingat-ingat.

"Ogeb! Kelamaan bolos sih lo." Sembur Oliv memutar bola matanya malas.

"Nah itu penyebabnya, hahaha!"

"Terakhir sama si cantik berbi itu loh, ingat gak kalian? Dulu dia centil amat sama Juan sampe berani nantangin Laura, dan akhirnya dia malu sendiri terus pindah sekolah. Kalo di ingat-ingat ngakak juga sih," timpal Gavin sembari tertawa.

"Ah iya! Gue baru ingat si berbi itu haha anjirlah ingatan lo tajem juga." Shania menepuk pundak Gavin dan ikut tertawa.

"Yaiyalah, gue engga kayak lo yang kebanyakan makan micin jadi gampang lupa."

Bugh!

Seketika tawa Shani berhenti dan menonjok Gavin dengan tenaganya.

"Baru di puji sebentar udah belagu."

"Anjirr sakit woi! Kira-kira kek kalo mau nonjok, ini badan bukan samsak ye!" Sungut Gavin.

"Udah oi udah. Keburu bel entar kalo kalian ribut mulu." Potong Oliv menengahi kedua temannya.

Brakk!

Laura mengebrak meja lalu bangkit dari tempatnya. Ia menatap ketiga orang yang mengusik tidurnya.

"Bacot lo semua! Udah ayok!" Laura berjalan lebih dulu membuat teman-temannya tersenyum sumringah.

***

Baca doang vote kaga, gak gue anggap temen:v

Wkwk canda😭🙏🙈


Makasih udah mampir 💕
Perjalanan cerita ini masih panjang, jadi jangan pernah bosen yaa. Update nya gak lama kok, tiap hari aku update 😽❤️


11.05.2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top