Chapter [twenty five]
"Juan!!" Pekik Laura yang langsung masuk ke dalam UKS dan melihat Juan yang sedang mengobati dirinya sendiri.
"Ara? Kok kamu bisa tau aku disini?"
"Tadi Azriel ngasih tau aku," balas Laura yang malah membuat wajah Juan kembali masam. "Kamu kenapa gak bilang sama aku kalo tadi malam kamu balapan lagi sama Azriel? Kan kamu udah janji–"
"Kamu juga kenapa gak bilang ke aku kalo waktu itu kamu pergi sama dia? Sejak kapan kalian sedekat itu?" serobot Juan dengan wajah datarnya menatap Laura begitu serius.
Kini Laura diam membisu. Ia membalas tatapan mata cowok yang berada di hadapannya. Laura dapat melihat tatapan kecewa dari Juan. Memang sejak rumor itu beredar mereka berdua sama sekali belum saling berbicara, sampai saat ini mereka dapat bertemu lagi. Namun, Laura jadi bingung harus menjelaskan bagaimana agar Juan percaya dengannya.
"Kenapa diam? Atau jangan-jangan selama ini kamu dan Azriel diam-diam sering bertemu?" tanya Juan.
Refleks Laura menggeleng cepat, "enggak!"
"Itu cuma kebetulan, aku sama dia gak ada hubungan apa-apa. Aku juga gak tau siapa yang nyebar berita palsu itu." Balas Laura.
"Tapi foto itu gak palsu, kan? Itu bener kamu?" tanya Juan lagi.
Hening sesaat. Laura menundukkan wajahnya.
"Diam lagi, hm?"
Laura menghembuskan napasnya, lalu mendongak menatap mata Juan begitu dalam. "Iya, kalo foto itu, memang benar itu aku sama Azriel."
"Tapi berita tentang aku yang selingkuh itu gak bener, Juan. Dan kenapa aku bisa bersama Azriel, karena dia yang nolongin aku dari perampok pas aku buru-buru mau ke rumah Oliv. Terus tiba-tiba mau ikut nemenin aku dengan nakut-nakutin aku kalo perampok yang kabur itu bakal ngejar aku lagi, ya aku takut soalnya aku lagi megang uang banyak. Jadi terpaksa aku bolehin dia ikut. Dan soal foto yang keliatan mau ciuman itu juga gak bener! Dia gak cium aku, itu dia cuma bilang 'sama-sama' tapi kamu tau sendiri kan gimana usilnya Azriel itu? Jadi dia sengaja ngebalas ucapan aku dengan agak mepet ke aku, tapi beneran dia cuma bisik-bisik doang gak kayak di foto itu. Ya, mungkin posisinya yang bikin salah paham, tapi aku berkata jujur. Kamu percaya kan, Juan?" jelas Laura sambil memegangi sebelah tangan Juan harap-harap cowok itu tidak salah paham lagi.
Juan masih diam sembari mencerna semua perkataan Laura. Sejujurnya dia tidak pernah mencurigai kekasihnya seperti ini, karena dia percaya kalau Laura dapat menghadapi Azriel. Namun, yang membuat nya bingung ketika Laura membolehkan Azriel menemaninya sampai di antar pulang. Juan sempat berpikir ada yang berubah dari kekasihnya, tetapi dia tidak bisa menarik kesimpulan sendiri.
"Juan...." Lirih Laura.
Juan tersadar dari segala pikirannya, kemudian dia tersenyum simpul sembari mengusap lembut rambut Laura. "Iya, aku percaya."
Laura merasa senang dan sontak memeluk tubuh cowok itu.
"Makasihh. Aku yakin kamu pasti gak akan termakan sama gosip itu."
Cowok itu tidak membalas pelukan kekasihnya, dia hanya diam sambil memikirkan perkataan Azriel saat mereka balapan tadi malam.
Merasa tidak ada balasan apapun dari Juan, membuat Laura langsung melepaskan pelukannya dan melihat wajah Juan dengan seksama.
"Kamu kenapa? Ada sesuatu yang kamu pikirkan?"
"Gak ada." Juan menggelengkan kepalanya. Lalu berkata, "kalo gitu aku balik kelas dulu." Lanjut Juan seraya turun dari ranjang dan meninggalkan Laura yang masih terdiam di tempat.
"Hah? Gitu doang?" gumamnya. Lantas Laura bergegas keluar dari uks hendak mengejar Juan. Namun, saat ia keluar uks suatu pandangan yang tidak pernah ia bayangkan kini terlihat jelas di depan matanya.
"Oliv?"
Olivia, gadis itu sedang berbicara sesuatu dengan Juan. Laura tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi setelah berbicara keduanya langsung pergi dengan Oliv membantu memapah Juan.
"Mereka ada hubungan apa ya?" Monolog Laura.
•••
Kringg
Suara bel pertanda pulang telah berbunyi. Seluruh siswa-siswi berhamburan keluar kelas. Beberapa masih ada yang tertinggal di kelas, karena harus menyelesaikan catatan ataupun yang bertugas piket. Seperti tiga orang gadis yang harus menyempatkan diri untuk membersihkan kelas sebelum pulang.
"Hadehhh kenapa sih kita harus piket pas pulang sekolah! Kesel gue, jadi pulang belakangan kan kita." Dumel Shania sambil menghapus papan tulis.
"Kalo piketnya besok, yang ada gak bakal piket lo. Tiap harinya aja datang pas-pasan bel. Entar pas disuruh piket ada aja alasannya, entah lupa lah, gak keburulah dan el el." Cerocos Oliv.
"Idih! Gak tiap hari kelezz! Lagian pas istirahat kan gue tetap ngejalanin piket." Balas Shania tidak terima di bilang tidak ada piket.
"Cuma ngapus papan tulis pun, orang lain juga bisa. Sekali-kali nyapu atau ngepel kek."
"Dih, yang penting kan udah piket. Wlee!" Ucap Shania sambil menjulurkan lidahnya, mengejek.
Oliv mendengkus kesal. "Terserah deh!"
Sementara Laura sedari tadi hanya diam sambil terus menyapu. Namun, ia tidak benar-benar sedang menyapu karena pandangan nya terus melihat ke arah Oliv. Ia masih penasaran dengan apa yang Oliv katakan pada Juan sampai cowok itu mau dipapah oleh Oliv. Sedangkan dengan dirinya tadi saja Juan terlihat cuek, walau cowok itu masih perhatian. Namun, jelas sekali sikap Juan yang tiba-tiba berbeda dari biasanya. Laura yakin sekali kalau Juan masih kurang yakin dengan penjelasan nya.
"Woi Ara!"
Laura tersentak kaget kala suara Shania mengejutkan nya.
"Kenapa sih? Kaget gue, untung jantung gue gak copot."
"Lo tuh yang kenapa. Dari tadi gue perhatiin kayaknya lo lagi kepikiran sesuatu ya, sampai bengong sendiri? Mikirin apa sih?" tanya Shania.
Oliv langsung memandang ke Laura dengan kening mengernyit. "Lo ada masalah, Ra?"
"Masalah mah banyak, Liv. Gak usah lo tanyain lagi." Celetuk Shania.
"Tau gue, tapi maksudnya tuh ada masalah lain yang ganggu pikiran lo? Gak biasanya lo sekalem ini, Ra."
"Nah yang ini bener kata Oliv."
Laura mengusap wajahnya sebentar, dan membuang napas kasar.
"Apasih kalian, emangnya keliatan gue kayak punya masalah berat?"
Shania dan Oliv mengangguk secara bersamaan.
"Ya enggak lah. Gue cuma kepikiran sama Juan. Hari ini sikapnya aneh, dia agak cuek sama gue." Ucap Laura mencoba mengeluarkan apa yang sedari tadi ia resahkan.
"Emm, iya juga sih. Tadi gue liat pas lo manggil dia eh dianya kayak pura-pura gak denger gitu." Kata Shania.
"Nah kan," Laura beralih duduk di salah satu kursi sambil memegang sapunya. Kemudian ia melirik ke Oliv.
"Oliv." Panggilnya.
"Kenapa, Ra?"
"Tadi pagi kan Juan ada di uks, dan disitu ada gue juga. Nah pas dia keluar dan gue ngejar tiba-tiba gue ngeliat lo lagi ngomong sama dia, terus lo memapah dia gitu. Gue cuma penasaran aja sih. Lo.... Ngomongin apa sama dia?" tanya Laura.
"Hah Oliv sama Juan? Loh kapan Liv?" tanya Shania.
"Oh itu... Itu loh Shan, pas gue izin mau ke toilet gak sengaja ngeliat Juan yang jalan agak sempoyongan gitu. Yaudah gue datangin dia, terus tanya dia kenapa, tapi dia bilang gak apa-apa. Gue cuma kasian aja, takut tuh anak malah jatuh jadi gue bantuin sampai ke depan kelasnya doang kok." Jelas Oliv.
"Oalahh," Shania mengangguk-angguk. "Bener sih Ra, tadi Oliv keluar izin ke WC. Dia ada ngajak gue cuma gue lagi sibuk mam hehe." Lanjut Shania.
Laura tersenyum dan mengangguk-angguk mengerti. Kini ia bisa bernapas lega, dan tidak lagi overthinking pada temannya sendiri.
"Oh, kirain ada sesuatu yang penting kalian omongin."
Oliv menggeleng, "kagak ada sih. Btw kayaknya Juan agak cuek sama lo karena foto itu deh. Lo juga gak ngejelasin dari awal ke dia."
"Hm, iya sih emang salah gue."
"Enggak Ra! Bukan salah lo, tapi salahnya si Azriel setan itu!" Sahut Shania.
***
Makasih udah mampir 💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top