Chapter [thirty three]
"Gue tebak lo pasti lagi ngalamin masalah yang rumit."
Perkataan seseorang mengangetkan Laura yang tengah termenung di taman belakang sekolah. Lantas ia menengok kebelakang nya dan menoleh kiri-kanan, namun tidak ada siapa-siapa.
"Nyariin gue ya?"
Suara yang begitu dekat dan tidak asing itu membuat Laura menyadari, dimana keberadaan orang itu. Ia mendongakkan kepalanya melihat ke atas pohon besar, dimana cowok nyebelin yang sering mengganggu waktunya itu tengah bertengger di atas sana sambil menampakkan senyum mengejek nya.
"Lo lagi!"
"Kayaknya lo butuh teman ngobrol. Perlu gue turun atau tetap di atas sini?" tanya Azriel.
"Diam disitu." Ucap Laura, sinis.
"Oke!" Dengan santainya dan tanpa rasa takut cowok itu menyenderkan kepalanya di batang pohon besar sambil mengunyah permen karet.
Tak henti-hentinya Laura menghela napasnya kasar. Bertemu dengan cowok itu lagi rasanya membuat ia mendadak naik darah. Wajah ngeselin dan tingkah anehnya cowok itu membuat Laura enggan berlama-lama berada dekat dengannya.
Tak lama kemudian Laura bangkit dan hendak pergi, namun tiba-tiba suara berat Azriel menghentikan langkahnya.
"Mau kemana? Disini aja, biasanya kan lo suka nenangin diri disini."
Seharusnya ia mengabaikan dan lanjut jalan saja, tapi Laura ingin memperingati cowok itu untuk tidak ikut campur dengan urusannya.
"Bukan urusan lo. Dan gue harap lo ngikutin gue atau ikut campur sama urusan gue. Karena gue gak butuh lo!"
Ucapan Laura membuat Azriel terkekeh geli. Entah apa yang lucu dari perkataan cewek itu, tapi Laura sudah tidak ingin berurusan dengan cowok seperti Azriel.
"Yakin nih?" tanya Azriel. Laura menghiraukan nya, dan langsung pergi.
"Kalau gue sih gak yakin. Suatu saat lo pasti butuh gue." Ucap Azriel ketika punggung Laura kian menjauh.
•••
Pulang sekolah Laura tidak langsung pulang, cewek itu singgah dulu ke sebuah toko roti. Ia berniat membelikan roti kesukaan mamanya.
Seraya melihat-lihat roti yang berada di etalase, Laura mengembangkan senyumnya. Aroma harus dari roti-roti tersebut mengunggah seleranya. Siapapun yang masuk kedalam toko tersebut pasti akan nyaman dan senang karena bau sedap dari banyaknya roti bercampur menjadi satu yang langsung menusuk panca indera penciuman nya.
Setelah memilih roti favorit mamanya, Laura langsung menuju kasir dan membayar semua belanjaannya.
"Ma, Pa, aku mau roti yang ini."
"Oh, kamu suka yang ini sayang?"
"Suka banget, pa. Beliin yaa!"
"Apa sih yang enggak untuk putri kesayangan papa."
"Kesayangan mama juga dong."
"Aku sayang mama papa."
Laura tersenyum nanar melihat keharmonisan keluarga anak kecil yang juga membeli roti kesukaan mamanya. Tiba-tiba ia teringat masa kecilnya bersama Ara, dan saat itu keluarga nya sangat bahagia. Namun, kian waktu berlalu semuanya berubah. Melihat senyum yang merekah indah di wajah anak kecil itu, mengingatkan akan Ara yang juga tersenyum lebar seperti itu.
"Mbak, ini roti dan kembaliannya."
Laura mengusap wajahnya lalu mengambil rotinya. "Terimakasih mbak."
Saat keluar dari toko tersebut Laura tertegun melihat keberadaan Juan yang berada tepat di depannya. Tiba-tiba jantungnya jadi tidak karuan.
"J-juan?"
"Aku perlu bicara sama kamu."
"Em, kk-kayaknya gak bisa, aku mau langsung pulang, ma–"
"Aku gak terima penolakan. Ayo ikut aku," tanpa permisi Juan langsung menarik tangan Laura menjauh dari toko tersebut. Hingga akhirnya mereka berada di sebuah taman bermain. Beruntungnya taman itu tidak banyak orang, hanya beberapa anak kecil yang sedang bermain.
"Kamu mau ngomongin apa?" tanya Laura tanpa berniat menatap wajah Juan.
"Bisa kamu jelaskan semuanya?"
"A-apa?"
"Soal kamu yang tiba-tiba bisa berenang, dan perubahan sikap kamu yang 180° berbeda dari sebelum kecelakaan itu. Kamu kayak bukan kamu, Ara."
Deg.
Deg.
Laura berusaha bersikap tenang, tapi jantungnya berpacu begitu cepat. Napasnya memburu dan telapak tangannya berkeringat dingin.
"Kamu kenapa? Pasti ada yang kamu tutupi dari aku, sampe kamu jadi seperti ini. Aku udah lama kenal sama kamu, Ra, dan kebiasaan aneh kamu ini baru pertama kali aku liat."
"Tolong jujur sama aku, sebenarnya ada apa sama kamu?"
"Aku senang dengan sikap kamu yang berubah jadi lebih baik, tapi ini jadi aneh setelah aku pikir-pikir. Di tambah saat aku baru tau kamu tidak bisa berenang. Ra, sejak kita pacaran aku tau betul kamu jago banget soal renang. Kenapa kemarin kamu seperti orang baru pertama kali masuk ke kolam?"
Terlalu banyak pertanyaan dari Juan hingga membuat Laura kesulitan mengatur deru nafasnya. Tenggorokannya terasa tercekat saat ia ingin mengeluarkan suaranya. Tanpa sadar sebulir air mata turun membasahi pipinya.
Juan merasa heran sekaligus aneh dengan sikap kekasihnya yang tidak biasa. Padahal dia hanya meminta penjelasan soal kenapa Laura tidak dapat berenang. Karena setahu Juan hal yang paling Laura sukai selain balapan adalah renang. Namun, kali ini berbeda, ada yang aneh di diri Laura. Kekasihnya itu tidak seperti Laura yang Juan kenal.
"Ara!"
Sontak saja Laura langsung mendorong tubuh Juan hingga cowok itu hampir terjungkal ke belakang.
Launa yang tidak tahu harus menjelaskan apa langsung pergi meninggalkan Juan. Membuat cowok itu menerka-nerka ada apa sebenarnya? Dia seperti melihat Laura yang berbeda.
•••
Laura pulang kerumah dengan perasaan campur aduk. Keresahan nya tidak kujung hilang jika ia masih menyimpan kebohongan itu. Biarlah nanti ia akan mencoba memikirkan bagaimana cara memberitahu pada Juan. Untuk sekarang ia ingin membuat mamanya bahagia dulu, karena tadi pagi mamanya terlihat murung. Sebelum ia memasuki rumahnya, ia menghapus jejak air matanya lebih dulu. Berusaha menetralkan detak jantungnya yang tidak karuan. Laura masuk dengan senyum simpul sambil memanggil mamanya.
"Mama Ara pulang!"
Namun, ketika tiba dirumah ibunya tengah duduk di sofa ruang tengah. Saat Laura menghampiri dan memeluk Kana, anehnya Kana malah melepaskan paksa tangan Laura. Membuat ia kebingungan.
"Ma? Ada apa?"
"Mama mau bicara sama kamu. Mama mohon kamu jawab dengan serius."
Laura bingung dengan mamanya yang tiba-tiba mengajaknya berbicara serius. Ia pun mengangguk paham.
"Apa ada yang kamu sembunyikan dari mama?"
Pertanyaan Kana membuat Laura tertegun. Ia bingung mengapa mamanya tiba-tiba bertanya seperti ini. Apa mamanya sudah mengetahui yang sebenarnya.
"M-maksud mama?"
"Jangan pura-pura tidak tahu. Kali ini kamu jangan beralasan lagi. Jawab jujur!"
Laura tertegun sesaat setelah mendengar bentakan dari mama yang paling perhatian padanya.
"Ma...."
"Kebohongan besar yang selama ini kamu sembunyikan. Katakan Ara katakan!!!"
"Ma aku gak sembunyikan apapun, mama kenapa?"
PLAK!
Satu tamparan melayang keras di pipi mulus Laura. Gadis itu termangu memandangi mamanya sambil memegangi pipinya yang kemerahan.
"Ma?"
Brak.
Sebuah buku bersampul merah muda itu terlempar dari tangan Kana. Wanita itu sengaja melempar nya tepat di depan Laura. Membuat Laura shock karena buku diary miliknya bisa ada sama Kana.
"Ini..."
"Pembohong!! Kamu bohongi mama LAUNA! Kamu bohong!!" Histeris Kana sambil mendorong tubuh Laura.
Gadis itu terkejut mengetahui fakta bahwa ternyata mamanya sudah tahu semua rahasia yang ia tutupi. Lantas ia berlutut di depan kaki Kana dan memohon ampun sambil menangis, tetapi Kana hanya bisa menangis sambil memeluk foto Laura dan Launa yang sedari tadi beliau pegang.
***
Makasih udah mampir 💕💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top