Chapter [thirty five]

BRAK!!!

Suara pintu yang di dobrak kasar itu mengejutkan Laura yang masih berdiam di dalam toilet.

"ARA!!"

Laura mendongak dan mengenali suara yang meneriaki namanya. Ia tahu betul itu adalah suara Shania.

"Ara lo ada disini kan? Gue minta sekarang lo keluar. Ara!!"

Dengan memberanikan diri Laura keluar dengan mata yang sudah sembab. Entah kenapa ia yakin kalau teman-temannya dapat menolongnya. Ia hanya perlu mereka untuk meminta surat izin dari guru, setelah itu ia akan segera pulang.

"Gue disini, Shania." Ucap Laura membuka pintu bilik yang paling ujung.

"Disitu ternyata lo," ujar Shania dan tiba-tiba dia langsung menarik kasar Laura keluar dari toilet.

"Shan, lepas, sakit."

"Sakit? Sakit lo bilang? Sakitan mana sama semua kebohongan dan pengkhianatan yang lo lakukan?!" Bentak Shania.

Kini banyak siswa-siswi yang kembali berkerumun di sekeliling mereka, tak terkecuali Oliv dan Gavin. Kedua orang itu juga menontonnya tanpa berniat menghentikan aksi Shania yang diselimuti amarah.

"Ternyata selama ini lo bongin kita, lo berlagak seperti Ara tapi ternyata lo itu LAUNA! HATI NURANI LO KEMANA HAH?! BISA-BISANYA LO GANTIIN POSISI ARA, LO KELABUI SEMUA ORANG. DASAR CEWEK GAK TAU DIRI!" Teriak Shania sambil menghempas kasar tangan Laura.

Laura meringis menahan sakit di bagian pergelangan tangannya. Ia tidak habis pikir dengan Shania yang 180° berbeda dari kemarin, membuat hati Laura terluka. Namun, ia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Shania atau siapapun, semuanya memang terjadi karena keegoisannya. Jadi, wajar saja kalau mereka begitu marah padanya.

"Selama ini gue selalu percaya sama lo, bahkan gue sampai benci sama Oliv dan Gavin demi ngebela lo. Tapi gini balasannya, lo bikin gue kecewa, Na! Lo licik! Benar kata orang-orang, lo itu munafik, pengkhianat!" Sembur Shania tidak ada habisnya. Gadis itu terlanjur kecewa dengan sahabat yang dia pikir tidak akan mengecewakan nya.

"Ada apa ini?" Tiba-tiba suara bariton seseorang mengalihkan perhatian semuanya. Cowok bertubuh tinggi dengan rahang tegas dan berwajah tampan itu melihat datar Laura yang tengah tertunduk lesu di atas poslen.

"Nah bagus ada lo disini. Lo pasti udah liat yang di mading kan? Dan gue yakin kali ini bukan cuma rumor, ini beneran, karena cewek busuk ini dari tadi gak ngebantah. Bisanya cuma diam sambil nangis-nangis, dia pikir bakal ada yang kasihan padanya? Yang ada malah jijik! Gue jadi nyesel kemarin-kemarin ngebelain dia." Perkataan Shania seperti belati yang menancap dalam tepat di jantung Laura. Sangat sakit, tapi ia tidak dapat melawannya.

Laura menatap Juan yang hanya memandangi nya tanpa mau menolongnya. Laura yakin cowok itu pasti juga kecewa berat padanya.

"Gak usah lo natap Juan kayak gitu, dia gak bakalan nolongin lo!" Sahut salah seorang siswi yang dulunya teman sekelas Launa sewaktu di jurusan IPA.

"Mana sudi Juan bantuin si munafik ini, jelaslah Juan paling kecewa di antara yang lain. Perasaan dia di permainan, cih." Cibir yang lain.

Beberapa lama Laura masih terdiam lesu di lantai, tidak ada satupun seseorang yang membantunya. Laura menyeka air matanya kemudian berdiri sambil memandangi orang-orang yang masih mengelilinginya.

"Sekarang lo gak ada siapa-siapa yang bisa ngelindungi lo lagi, Na. Cih, gue jadi kesal juga ternyata Launa yang gue benci masih hidup." Ucap cewek yang tak lain teman sekelas Launa dulu.

"Kasian Ara, pasti kepergian nya gak tenang gara-gara ulah kembarannya sendiri."

Dada Launa rasanya naik turun, nafasnya memburu, ia tidak tahan mendengar segala cacian, hinaan dan makian mereka semua. Terutama saat mereka menyebut-nyebut nama Laura.

Tak lama kemudian ia pergi dari tempat itu, dan berniat membolos sekolah. Saat Laura melenggang pergi, tiba-tiba tangannya di pegang oleh Oliv. Gadis itu berbisik tepat di samping telinga Oliv.

"Lo mau tau gak siapa yang nyebarin semua rahasia yang Lo yang lo sembunyikan rapat-rapat itu?" Oliv menyeringai kemudian menepuk-nepuk pundak Laura.

"Gue," lanjutnya. Seketika tubuh Laura menegang hebat, ia jadi kepikiran, dari manakah Oliv tau itu semua?

"Lo bingung kenapa gue bisa tau, jawabannya simpel. Karena waktu lo pergi dari rumah, gak lama dari itu Juan datang dan gue denger semuanya, termasuk isi dari diary lo itu."

"Oh ya satu lagi, sebenarnya gak cuma itu, gue udah tau saat nyebar rumor lo sama Azriel. Kalo yang itu gue tau dari seseorang." Kekeh Oliv.

•••

"Heyoo dua pren gue!" Deny datang sembari memberi tos pada Azriel dan bergantian ke Farel.

"Gue bawa dua kabar, ada baik and buruk, lo pada mau denger yang mana dulu?" tanya Deny sambil menaik-turunkan kedua alisnya.

Azriel hiraukan cowok itu, dia lebih memilih mengisap rokok yang baru tadi dia hidupkan sembari mengecek ponselnya. Sedangkan Farel menutup komiknya dan beralih memandang Deny yang duduk di bangku depannya. Saat ini mereka tengah berada di ruangan pribadi yang biasanya untuk Azriel and the genk berkumpul.

"Kabar apalagi yang lo bawa?" tanya Farel.

"Adalah, pokonya info ini bakal penting buat si Bos." Ucap Deny sambil melirik kearah Azriel yang masih diam dengan memainkan ponselnya.

"Wihh, buruan dah, gue mau denger yang baiknya dulu."

Deny tersenyum lebar lalu mengangguk. "Oke. Jadi kabar buruknya–"

"Baik anjir! Conge lo? Gue bilang kabar baiknya dulu." Kesal Farel seraya melempar bantal sofa pada Deny.

"Ups, sorry gagal fokus soalnya gak sabar pengen ngasih kabar buruknya buat sih bos." Deny cengengesan sambil menggaruk kepalanya.

"Halah, kampret lo. Buruan ceritain!"

"Nah jadi kabar baiknya Laura sama Juan otw PUTUS! dan kabar buruknya si Laura jadi sasaran bully temen kelasnya, oh ralat, hampir satu angkatan kayaknya benci sama dia. Tiap tuh anak lewat pasti di cemoohkan, dilempari sampah, disiram, di senggol dan lainnya lah. Gue gak tau itu terjadi gara-gara apa, tapi salah satu alasannya karena hubungan Laura dan temen-temennya lagi buruk. Denger-denger sih mereka debat soal pengkhianat di antara mereka. Gak tau dah siapa yang salah, siapa yang pengkhianat, intinya kondisi Laura saat ini gak baik-baik aja. Oke, sekian info terupdate dari Deny ganteng terimacash!" Jelas Deny.

"Anjirr serius lo?"

"Buat apa gue bohong, ya serius lah!"

Farel mengatup mulutnya yang sedikit terbuka, dia sangat kaget mendengar soal Laura yang dulunya ditakuti oleh satu sekolah malah jadi sasaran bullying.

Sementara itu disisi lain, Azriel malah menampakkan seringai kecilnya. Dia tidak terkejut seperti Farel, karena dia sudah menduganya ini akan terjadi.

"Loh bos, kok lo nyantiy aja sih? Lo gak kaget atau langsung temui Ara gitu? Katanya cinta sama Ara, masa denger cewek yang dicintainya kena bully malah biasa-biasa aja, sih." Ucap Deny, lantaran bingung dengan sikap Azriel yang terkadang aneh.

"Ya, gimana ya, soalnya gue udah punya feeling kalo ini akan terjadi."

"Hah serius lo? Berarti Lo tau dong apa yang terjadi sama Ara?" tanya Farel, dan di angguki oleh Azriel.

"Anjay! Pantesan b aja pas gue ngasih tau tadi, tau gitu gue gak seheboh tadi." Kesal Deny.

Azriel terkekeh kecil sambil menyesap rokok yang sedari tadi di pegangnya.

"Semuanya ngebully dia karena dia itu pengkhianat. Dia pembohong besar. Selama ini kalian semua udah kelabui sama dia." Ucap Azriel semakin membuat Deny dan Farel penasaran.

"Maksudnya bos?"

"Dia itu bukan Laura," seringai Azriel. "Tapi... Launa. Launa Salendra Maheswara. Yang orang-orang ngira udah meninggal, nyatanya masih hidup."

"WHAT?!"

"HAH!"

"Berarti.... Berarti yang meninggal sebenarnya itu... Laura?" Azriel mengangguk-angguk kepanya. Membuat kedua temannya semakin shock.

"Busettt, ini masalah besar buat dia, gilaa gue pikir dia polos, ternyata licik juga."

"Bodohnya kalian masih gak bisa bedain mana Launa, dan mana Laura." Kekeh Azriel.

***

Makasihh udah baca 💗💗💗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top