Chapter [ten]
"Berapa kali harus gue bilang, jangan deketin Juan," tandas Laura, menatap Launa nyalang.
Sedangkan Launa hanya memasang wajah datar dan membalasnya dengan santai. "Coba kasih tau gue alasannya, kenapa gue harus jauhin dia? Karena menurut gue gak ada yang salah, kan? juan teman sekelas, jadi kita enjoy aja tuh, kenapa lo yang sewot."
Laura memutar malas bola matanya, "lo masih belum sadar, apa pura-pura gak tau?"
"Maksudnya?"
"Lo deketin Juan karena lo ada rasa sama dia, right?" Pernyataan Laura seketika langsung membungkam mulut Launa. Ia menatap mata Laura yang menyorot tajam ke arahnya.
"Diam... Berarti benar dong?" Laura terkekeh melihat ekspresi wajah Launa yang kaget sekaligus membisu.
"Lo salah," balas Launa.
"Hm? Salah, kah? Gak yakin gue."
"Iya, lo salah mengira. Gue gak ada rasa apa-apa ke Juan. Dia cowok yang baik, lembut, dan perhatian. Dan satu lagi, gue cuma akrab sama Juan di kelas. Itu kenapa gue deket sama dia, bukan berarti gue mendam perasaan." Jawab Launa. Tidak sepenuhnya ia jujur.
"Oh, ya?" Laura terkekeh geli, mungkin kalau orang lain yang mendengarnya pasti akan percaya. Namun, tidak dengan Laura.
"Terserah lo mau percaya atau enggak, tapi satu hal yang perlu lo ketahui, kalau Juan sangat mencintai lo, Ra. Dia selalu percaya sama lo, dan gak pernah dia berfikir yang enggak-enggak. Kenapa lo begitu cemburuan sih? Terutama sama gue, lo kayak benci banget gue akrab dengan Juan. Kalau lo takut–"
"Karena lo juga cinta sama Juan, Na." Potong Laura.
"Gue takut, jelas. Karena lo dan Juan sama-sama gue sayang, dan gue gak mau kehilangan Juan, juga bikin lo terluka." Lanjut Laura menatap Launa yang terdiam dengan senduh.
"Ra, maksud lo apa," lirih Launa.
"Lo mau tau kenapa gue selalu nyuruh lo buat gak terlalu dekat dengan Juan?" tanya Laura dan Launa mengangguk pelan.
"Karena gue gak mau lo terlalu berharap sama perhatian yang selama ini Juan berikan. Ingat, Na, Juan itu cintanya sama gue, bukan lo. Jadi, mau cara apapun lo deket dengan Juan, dia gak bakal ada perasaan buat lo. Maka dari itu gue minta tolong buat buang perasaan itu, Na." Jelas Laura sambil menunjuk dada Launa. Sedangkan mata Launa mulai berkaca-kaca, entah kenapa rasanya ia tidak terima mendengar itu.
"Gak usah lo tutup-tutupi lagi, gue udah tau, Na. So, plis lo lupain perasaan lo ke Juan."
Launa mengepal erat kedua tangannya. Dadanya terasa naik turun, menahan diri untuk tidak emosi. Namun, semua perkataan Laura semakin ngelunjak, ia tidak tahan lagi.
"Harusnya lo yang pergi dari kehidupan Juan! Gue, Ra, gue yang lebih dulu kenal Juan, dan gue udah suka dengan dia jauh sebelum lo jadi pacarnya. Kalau lo tau soal perasaan gue, kenapa lo gak mundur aja, Ra? Lo sengaja kan bikin gue makin terluka. Iya, kan!" Teriak Launa menggebu-gebu. Untungnya saat ini rumah mereka sedang tidak ada siapapun selain satpam di luar.
"Gini ya, Na. Gue tau lo suka sama Juan itu saat gue udah pacaran sama dia, jadi lo salah kalo nuduh gue sengaja nyakitin hati lo. Gue yakin lo paham." Balas Laura.
"Tapi kalo lo gak muncul di depan Juan, dia gak akan nembak lo, Ra!"
Alis Laura terangkat sebelah mendengar perkataan itu, lalu ia tersenyum menyebalkan.
"Oh, masa sih? Bukannya gue emang jauh lebih menarik dari pada lo? Plis Na, gue mau istirahat jadi kita stop berdebat. Intinya lo jangan berharap apa-apa ke Juan, bye!" Setelah itu Laura meninggalkan Launa yang terdiam di tempatnya, gadis itu sudah lelah jika harus memperpanjang perdebatan lagi. Hari sudah larut, besok ia harus buru-buru ke sekolah. Oh, Laura tidak rajin, cuma ia akan mengerjakan pr di sekolah dengan buku Gavin sebagai contekannya.
•••
Keesokan harinya di meja makan, keluarga Maheswara menikmati sarapan dengan tenang. Baik Laura maupun Launa tidak ada yang beradu mulu lagi, membuat kedua orang tua mereka jadi keheranan, tapi mereka jadi senang melihat ketenangan ini. Kana tersenyum bahagia melihat anak-anaknya mulai damai lagi.
"Nah, gini terus dong, kan enak adem ayem. Sering-sering akur kalian berdua." Ucap Kana sambil menuangkan kopi ke gelas Arga.
Launa hanya tersenyum tipis dan lanjut memakan sarapannya, sedangkan Laura terlihat tak acuh.
"Anak-anak, sepertinya kalian pergi bedua saja ya, soalnya papa langsung ke kantor. Ada meeting mendadak, tidak apa-apa, kan?"
Kedua gadis itu mendongak menatap Arga dengan tatapan yang berbeda. Launa tetap seperti biasanya, datar. Sedangkan Laura berbinar-binar.
"Serius pa? Wah kalo gitu kita bawa mobil sendiri ya?" ujar Laura.
"Boleh, adal Launa yang bawa." Pungkas Arga. Seketika raut wajah Laura cemberut sedangkan Launa tersenyum kemenangan.
"Yaahh, kenapa Una sih Pa? Ara juga bisa kok."
"No no, papa ragu kalo kamu yang bawa. Atau enggak kalian papa pesankan taxi saja?"
"GAKK!" Laura menggeleng cepat.
"Apaan sih kayak anak kecil aja, padahal Ara pengen nyetirnya."
"Udahlah, lo ngikut aja apa kata papa, dari pada gak sama sekali, kan?" celetuk Launa.
Laura berdecak sebal, mau tidak mau ia harus mengiyakannya. Namun, tiba-tiba ia punya ide cemerlang sambil melirik ke arah Launa.
"Oke, fine."
•••
"Berenti Unaa!"
Mendadak Launa mengerem laju mobilnya kala Laura berteriak tiba-tiba.
"Kenapa sih lo teriak-teriak!" Kesal Launa.
"Udah lo gak usah banyak komen, sekarang kita tukeran tempat." Ucap Laura sambil melihat keluar jendela. Setelah yakin mereka sudah cukup jauh dari rumah, Laura tersenyum miring lalu turun dari mobilnya.
Launa masih diam di kursi pengemudi. Ia bingung dengan Laura yang tiba-tiba menyuruhnya bertukar tempat.
"Lo mau ngapain sih?" tanya Launa saat Laura sudah berada di pintu sampingnya.
Laura memutar bola matanya dengan malas, "ya tukeran lah Una. Lo budeg apa conge sih? Udah buruan." Kesal Laura.
"Gak. Lo lupa apa kata papa tadi? Gue yang nyetir bukan lo, Ara." Balas Launa.
Laura mengangguk-angguk, "gue inget, tapi sorry nih gue nggak peduli. Sekarang kan gak ada papa jadi udah gak usah di bahas lagi soal itu. Buruan turun, atau gue tarik paksa lo."
Launa mendelik tajam pada Laura, ia berdecak tidak suka. "Lo nih apa-apaan sih, gak usah nyari ribut deh. Udah lo balik duduk biar gue yang nyetir."
"Enggak mau. Gue maunya gue yang nyetir. Lo pindah tempat atau gue cepuin ke Juan kalo sebenernya lo suka sama dia?" senyum miring Laura, membuat Launa melotot tajam. Dengan terpaksa ia turun dan pindah ke kursi samping.
"Nah dari tadi dong. Lo kudu di ancem dulu ya baru nurut."
***
Makasihh udah baca 💗
•
•
Jangan lupa vote & komen muachh💕
____
19.05.202
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top