Chapter [eleven]

Di dalam mobil Launa tak henti-hentinya mendengus kesal. Bagaimana tidak? kembarannya yang menyebalkan itu membuatnya kesal. Pasalnya setelah Laura memaksa bertukar tempat, gadis itu malah heboh sendiri sambil menyetel musik dalam mobil dengan volume yang tinggi.

"ARA MATIKAN!"

"LO KALO MAU TULI JANGAN NGAJAK-NGAJAK GUE. ARA!" Teriak Launa, tetapi tidak di pedulikan oleh Laura. Laura terus bersenandung sambil mengemut permennya.

"Lo... Bener-bener gak bisa di bilangin," kesal Launa dan langsung mematikan musik tersebut.

Sontak Laura membulatkan matanya lalu menoleh ke Launa. "Apasih, Na."

"Gak bisa kali liat gue seneng, gue lagi happy nih karena bisa bawa mobil ke sekolah, berasa abis menang GA." Ucap Laura.

"Alay lo," cibir Launa.

"Dih, biarin yang penting gue bahagia. Eh kita singgah dulu yuk."

"Enggak. Jangan ngada-ngada, Ra. Pokoknya langsung ke sekolah, atau lo mau gue aduin ke papa?" Sergah Launa.

"Ck, dasar cepu. Kenapa sih lo nurut banget sama papa, padahal papa gak sepenuhnya sayang sama lo."

"Papa sayang sama gue!"

"Kalo sayang kenapa lo di pukuli waktu tau nilai lo turun? Emangnya itu yang namanya kasih sayang, ya?" Sindir Laura seraya tersenyum miring.

"Harusnya lo enjoy aja kayak gue, gak usah terlalu ngikutin kemauan papa."

Launa terkekeh kecil, "pinter banget lo ngasut gue, harusnya lo sadar diri Ra. Ini semua juga karena lo. Kalau saja lo gak seburuk sekarang, papa pasti gak nuntut ini itu ke gue. Semuanya terjadi karena lo yang gak tau diri, Ra."

Mendadak Laura meng-gas mobilnya sambil mencengkram kuat setirnya. Lantas ia melirik Launa dengan tajam.

"Ra! Lo gila hah?!"

Alih-alih menjawabnya, Laura justru bertanya yang lain. "Katakan sama gue, seburuk apa gue di mata lo, Na?"

Launa terdiam. Ia menyadari akan perkataan sebelumnya yang pasti melukai hati Laura. Apakah ia sudah keterlaluan? Launa mengatakan itu tanpa sadar karena ia benar-benar emosi dibuatnya.

"Gak penting itu, Ra. Sekarang mending lo kendalikan dulu mobilnya. Plis kita mau ke sekolah, lo jangan aneh-aneh dulu. ARA STOP!"

Launa berteriak kala Laura melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Bilang dulu, gue seburuk apa di mata lo? emang iya ya gue beban di hidup lo?" tanya Laura.

Launa mengusap wajahnya yang penuh keringat, ia benar-benar takut kalau Laura melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa keduanya. Apalagi saat ini mereka sedang dalam perjalanan.

"Oke oke. Gue minta maaf kalo omongan gue yang tadi nyinggung lo. Sekarang gue mohon lo berhenti, biar gue aja yang nyetir." Ucap Launa, frustasi.

Namun, Laura tetap menggeleng dan semakin melajukan mobilnya.

"Lo ngalihin pembicaraan, Na. Sekarang gue mau lo jujur sejujurnya, lo benci banget ya sama gue?"

Launa diam fokus ke depan sambil memegang erat assist grip mobil. Dalam hati ia berdoa semoga mereka tidak kenapa-napa. Ia sadar dengan kesalahannya karena sudah memancing emosi Laura.

"Ra..." Lirih Launa.

"Jangan diem Na, jawab gue! Oh atau lo mau kita gak nyampe ke sekolah? Gue bawa muter-muter aja gimana?"

"Lo kenapa sih, Ra?!" Kesal Launa, "oke kalo lo mau tau. Iya. Gue benci banget sama lo. Asal lo tau, gara-gara lo semua perhatian orang jadi ke lo, Ra. Mama, papa, kak Rafli, termasuk Juan. Gue gak suka, gue benci banget, Ra. Bahkan lo bisa dapetin teman yang benar-benar teman. Sedangkan gue? hahh, mimpi kali pengen dapatin itu semua." Balas Launa sembari terisak.

"Jadi, lo iri sama gue?" tanya Laura mulai mempelankan laju mobilnya.

"Iya, gue iri sama lo! Lo dapatin semuanya, bahkan papa lebih perhatian ke lo ketimbang gue, anak yang selalu menuruti kemauannya. Lo harusnya bersyukur, Ra, kenapa sih lo kerasa kepala? Selama ini mama dan papa mikirin lo, tapi–"

"Na cukup!" Potong Laura.

"Lo cuma liat dari luar kan? Lo gatau kalo sebenarnya papa juga sering ngebanding-bandingin gue sama lo. Jadi, lo gak bisa nyalahin gue sepenuhnya. Kalo soal teman, ya itu salah diri lo sendiri, kenapa datar amat sama orang." Ucap Laura tidak terima.

Launa terkekeh, "lo gak mau di salahkan, Ra? Ya itu emang sifat lo. Terserah deh gue capek debat sama lo. Intinya lo bena– ARA AWAS!" Launa berteriak saat ada sebuah mobil lain yang ugal-ugalan dari arah depan.

Karena terkejut Laura membanting setir dan tiba-tiba dari arah belakang datang truk yang menabrak mobil mereka hingga terpental. Kedua gadis itu berteriak dan menutup wajah mereka dengan kedua tangannya. Seketika mobil itu hancur dengan dua gadis kembar yang terperangkap di dalamnya.

"Ara..." lirih Launa melihat Laura yang sudah tidak sadarkan diri dengan kondisi yang mengenaskan.

•••

Beberapa jam kemudian.

Brak!

Sebuah pas photo yang menampakkan keluarga bahagia itu hancur lebur, membuat Kana shock karena tidak sengaja menyenggol foto tersebut.

"Yaampun," wanita itu hendak mengambil foto tersebut, tetapi terhenti karena suara dering handphone dalam sakunya.

Alis Kana mengkerut kala melihat nomor sang penelpon itu sangat asing. Tanpa menunggu lama lagi ia mengangkatnya.

"Halo?"

[...]

"Iya dengan saya sendiri, ini siapa ya?"

[...]

Wanita paruh baya itu melotot terkejut hingga handphone yang di genggamnya jatuh ke lantai. Sedetik kemudian wanita itu berteriak histeris kala mendapatkan kabar buruk yang di alami kedua putrinya.

"AAKKHHH!" Kana menjerit keras, sambil mengacak rambutnya. Jeritan itu terdengar sampai ke luar, seorang satpam dan pembantu datang dan membantunya berdiri.

"Nyonya, apa yang terjadi?"

"Saya akan menghubungi tuan dulu, nyonya tenanglah."

•••

Kedua pasangan suami istri itu berlarian di lorong rumah sakit dengan keadaan yang kacau balau akibat terburu-buru. Bahkan mata Kana sudah sembab karena menangis terus.

"Sus, korban kecelakaan dua gadis yang memakai seragam sekolah pagi ini ada dimana?" tanya Arga, dengan nada khawatir.

"Oh, mereka sudah di tangani di IGD, pak. Silahkan, ruangannya di sebelah sana." Balas sang resepsionis.

"Ayo, mas." Kana menarik suaminya buru-buru. Dadanya terasa sesak, tidak kebayang bagaimana kondisi kedua putrinya saat ini.

Beberapa menit kemudian seorang dokter keluar sembari membuka maskernya. Dokter itu terlihat senduh, membuat Arga dan Kana merasa was-was.

"Dok, gimana kondisi anak-anak saya?"

Dokter itu menghela nafasnya, "mohon maaf, segala tindakan sudah kami lakukan, tapi... Salah satu putri anda sudah tidak terselamatkan. Kami turut berdukacita." Ucap sang Dokter. Sedangkan Kana yang panik menggeleng-geleng kepalanya tidak percaya, dan Arga hanya terdiam dengan mata yang sudah memerah.

"Gak! Enggak mungkin! ANAK AKU MASIH HIDUP, MEREKA PASTI SELAMAT!" pekik Kana. Dengan sigap Arga merengkuh tubuh istrinya dengan air mata yang sudah jatuh menderas.

"Dok, siapa salah satu anak kami yang meninggal?" tanya Arga lirih.

"Namanya Launa Salendra Maheswara. Sedangkan yang bernama Laura sedang mengalami koma." Dan seketika pasangan suami-istri itu jatuh terduduk di bawah lantai dengan Kana yang sudah menjerit histeris.

***

Makasih udah baca💗💗💗
Sengaja love nya di kasih tiga, soalnya kalian baik baget mau ngasih vote😆😍


20.05.2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top