🍀XVI🍀

"Yuuki-chan, kamu kenapa masih di sini? Yang lainnya menunggumu, lho." Yuuki tersadar dari lamunannya dan menatap sang ibu yang mendatanginya.

"Ah ... Ha'i, Kaa-san. Yuuki hanya memeriksa barang bawaan sebelum pergi, takut ada yang tertinggal." balas Yuuki menutup tasnya kemudian merapikan penampilannya.

"Riku-kun baru saja selesai memanaskan mobil, ayo turun." Yuuki mengikuti langkah Yuri dan sesaaat melupakan apa yang tadi ia lamunkan hingga ia menatap manik mata kuning keemasan milik sang suami.

'Ri-kun, apa yang kau sembunyikan dari kami sebenarnya?' pikir Yuuki sebelum ia memasuki mobil dan memposisikan dirinya duduk di kursi samping pengemudi.

"Sudah siap?" tanya Riku ketika seluruh anggota keluarganya sudah masuk ke dalam mobil.

Hari ini, hari kedua liburan, Riku mengajak seluruh keluarganya piknik di salah satu tempat terkenal di Kyoto.

Ide ini tiba-tiba diusulkan setelah Riku pulang dari pekerjaannya dan Yuuki merasakan ada sebuah kejanggalan dari ajakan Riku. Dirinya sempat bertanya ketika mereka akan beranjak tidur, tetapi Riku hanya mengatakan jika ia ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarganya.

Ia merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan karena dirinya tahu jika Riku tidak mungkin mengajak mereka ke suatu tempat secara mendadak setelah mengerjakan suatu pekerjaan. Pasti ada sesuatu yang harus dilakukan Riku dengan melibatkan keluarganya.

Tetapi kecurigaan Yuuki ibaratkan air di tengah cuaca panas, menguap begitu saja. Riku benar-benar mengajak mereka semua untuk liburan, tanpa melakukan hal lain selain menikmati hari.

'Kurasa aku terlalu terbawa suasana tegang akhir-akhir ini.' pikir Yuuki yang akhirnya tenang.

"Kau pasti mengira aku akan melakukan pekerjaanku, bukan?" Yuuki terkejut dengan kehadiran Riku dengan membawakan es krim di tangannya.

Setelah menetralkan wajahnya, Yuuki mengambil es krim dari tangan Riku. "Mengagetkan saja kau ini. Tapi apa yang kau katakan benar, kurasa aku terlalu terbawa suasana tegang akhir-akhir ini, jadi, ya ..." Yuuki perlahan memakan es krim yang kini ada di tangannya dan bersender di pundak Riku.

"Salahku karena kita tidak pernah liburan setelah menikah. Maaf karena aku kurang perhatian padamu karena pekerjaan, akan aku ajak kau ke berbagai tempat indah yang aku ketahui sebagai permintaan maaf." kata Riku merangkul Yuuki dengan mesra.

"Tidak perlu sampai seperti itu, kau punya waktu luang saja aku sudah bersyukur. Tidak perlu kemana-mana, yang penting kau punya waktu luang." Riku dan Yuuki bermesraan di salah satu kursi taman yang lokasinya tak jauh dari keluarganya yang menggelar piknik.

"Jadi ingat saat masih jadi pengantin baru, ya kan?" kata Mina ketika ia melihat kemesraan anak dan menantunya dari jauh.

"Kau benar, Mina-chan. Riku-kun mengingatkanku dengan Heiwa-kun ketika masih awal menikah." balas Yuri bersender kepada Heiwa.

"Memangnya sekarang aku tidak seperti itu, Yuri?" tanya Heiwa protes.

"Kau lebih sibuk memancing dan melatih prajurit daripada meluangkan waktumu denganku." balas Yuri memalingkan wajahnya.

"Kai-kun juga sama, kok. Dia lebih menyukai kertas dokumennya daripada aku." sambung Mina menghela nafas pelan.

"Bukan begitu, Mina/Yuri." dua sosok suami itu berakhir harus membujuk istri mereka agar tidak merajuk.

Tenn dan Hikari hanya bisa diam tanpa suara ketika melihat tiga pasangan suami-istri yang sangat jelas mengumbarkan kemesraan mereka. Hanya mereka—lebih tepatnya hanya Tenn karena Hikari sedang dalam posisi hubungan jarak jauh—yang sendirian tanpa pasangan.

"Tenn-nii, kita di sini hanya menjadi nyamuk saja. Bagaimana kalau kita menjauh sedikit?" bisik Hikari dengan tatapan datar.

"Aku setuju, Hikari. Kita ke kedai crepes di sana bagaimana?" Hikari setuju dan mereka diam-diam menghindari tiga pasutri yang tidak ingat sekitarnya menuju ke salah satu kedai yang cukup sepi.

Hari itu berakhir sempurna dengan foto keluarga saat menyaksikan matahari terbenam dan makan malam di salah satu restoran terbaik di sana. Yang membayarnya tentu saja anggota keluarga terkaya mereka, yaitu Riku.

Sesampainya di rumah, mereka langsung mengistirahatkan diri di kamar masing-masing. Tapi tidak dengan Riku yang seolah sedang menunggu sesuatu.

"Kau tidak tidur?" tanya Yuuki ketika tahu jika Riku belum beranjak dari sofa di kamar mereka.

"Aku menunggu balasan surat, harusnya dia sudah mengantarnya." kata Riku dengan bergumam di akhir.

"Balasan surat? Dari siapa?" Yuuki tidak mungkin tidak penasaran dengan urusan Riku.

"Dari pimpinan organisasi dan Rei. Aku kemarin mengirimkan mereka surat dan aku menunggu balasan mereka." jawab Riku dan tak lama ada dua burung pengantar pesan menghampiri jendela kamar mereka yang dibuka Riku, kemudian hinggap di lengan Riku.

"Arigatou, kalian kembalilah." kedua burung itu kembali terbang keluar setelah Riku mengambil surat yang burung itu bawa.

"Kemari, Yuu-chan. Kau berhak untuk melihat urusan apa yang aku lakukan kemarin. Maaf menyembunyikannya." Yuuki mendekat dan membaca surat yang dikirimkan untuk Riku.

***

Ou-sama, saya sudah melakukan penyelidikan terkait hal yang Anda katakan. Namun saya tidak menemukan petunjuk ke arah tersebut dan tidak ada yang namanya istilah "Sang Raja" atau "Manusia Setengah Immortal" yang Anda katakan. Maafkan saya karena tidak ada petunjuk yang bisa saya dapatkan.

- salam, Rei.

N. B. Tolong jaga kesehatan Anda, Yang Mulia.

***

'Kenapa harus ada tambahan pesan?' Riku hanya bisa menghela nafas pelan ketika melihat catatan kecil di akhir surat.

"Itu bukankah istilah yang selalu ada ketika kau bermimpi buruk?" tebak Yuuki dan diangguki oleh Riku sembari membakar surat dari Rei, kebiasannya setelah membaca surat adalah membakarnya karena tidak ingin memenuhi tempat penyimpanan dengan surat.

"Aku meminta mereka untuk mengaitkan istilah itu dengan Bencana. Tapi sepertinya dia tidak menemukan apapun, semoga Pimpinan bisa menemukan sesuatu." Riku membuka surat kedua dan membacanya dengan serius.

***

Nanase Riku-kun, pertama-tama aku mengucapkan terima kasih karena kami akhirnya menyadari sebuah lubang yang kami curigai sejak lama. Hasil penyelidikan akan tiba setelah surat yang kau baca saat ini terbakar habis. Sekali lagi terima kasih karena sudah menyadarkan kami atas lubang kecurigaan tersebut.

- salam, One.

***

Riku membakar surat tersebut dan sebuah dokumen tebal tiba-tiba muncul di hadapannya. Ia membuka dokumen itu dengan hati-hati dan membacanya dengan perlahan.

"Yappari ... Tapi kenapa ..." Yuuki ikut membaca dokumen yang ada di tangan Riku dan dia cukup terkejut dengan apa yang tertulis dalam dokumen tersebut.

"Ri-kun ..." Yuuki perlahan memeluk Riku dari belakang, memberikan kekuatan. Dalam diam, Riku kembali terisak seperti dua hari yang lalu tapi kali ini ada seseorang yang merangkulnya.

"Aku sudah menduganya ketika kemarin lusa Ichi-san menelpon dan mengatakan jika ada kejanggalan. Tapi ... Tapi aku masih tidak percaya jika semuanya benar." Riku membalas pelukan Yuuki dan menangis keras dalam pelukan tersebut.

"Padahal aku hanya ingin semuanya berjalan damai, lancar, dan aku bisa menikmati momen indah kita. Tapi ..." Riku tidak sanggup melanjutkan kalimatnya dan kembali terisak.

Yuuki hanya bisa menguatkan Riku dengan pelukan hangatnya. Ia tidak tahu harus mengatakan apa ketika melihat suaminya sedang hancur seperti saat ini.

"Nanase-shounen, apa kau akan terus menangisi hal itu tanpa melakukan usaha apapun?" Yuuki dan Riku terkejut dengan suara yang tiba-tiba saja muncul.

"Siapa kau!" Riku bersiaga melindungi Yuuki, takutnya suara itu adalah suara dari musuhnya. Yuuki sendiri juga bersiaga, berjaga-jaga jika ada keadaan darurat yang mengharuskannya bertarung.

Seberkas cahaya muncul di hadapan mereka dan keduanya terkejut bukan main ketika melihat sosok yang muncul dari balik cahaya. Seekor serigala dengan bulu seputih salju dan seorang perempuan dengan baju serba putih.

"Ima." perempuan itu ternyata adalah Ima bersama dengan serigala penjaga, Wolfie. Ima tersenyum ke arah pasutri di hadapannya dan memberikan hormat kepada keduanya.

"Saya memberikan salam kepada matahari dan bulan Kerajaan Sunshine." salam Ima dengan sopan.

"Tidak perlu formal, Ima. Aku di sini hanya manusia biasa, tidak terikat dengan status apapun. Silahkan duduk di sana, tolong siapkan minuman dan camilannya, ya." kata Riku merasa tidak enak dengan perilaku formal Ima.

"Tidak perlu repot-repot, Riku-nii. Aku kemari karena ada hal yang ingin aku bicarakan dengan kalian, kudengar juga kalian baru saja mendapatkan kabar buruk yang berkaitan dengan Bencana." raut wajah Riku kembali serius dan ketiganya pun duduk di sofa yang ada di kamar Yuuki, Ima duduk di seberang Yuuki dan Riku.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan? Bukankah katanya kau sedang dalam pelarian?" Riku memulai pembahasan dengan wajah yang cukup serius.

"Bagaimana kau tahu kalau aku sedang dalam pelarian?" Ima

"Prajuritku yang sedang menyamar ketika misi melihatmu dan kalian katanya sempat mengobrol. Kau mengatakan semuanya karena kau sedang mabuk berat." Riku

"Aku ceroboh lagi ternyata. Beruntung itu prajuritmu, ya. Aku membayangkan jika bukan." Ima

"Ima-san benar-benar ceroboh, jika saja terjadi hal yang buruk bagaimana? Lagipula tidak baik untuk orang yang baru dewasa langsung minum banyak, amanat dari orang yang lebih dewasa." Yuuki

"Kau juga sama, Yuu-chan. Bahkan kau sampai pingsan karena kebanyakan minum ketika upacara kedewasaan. Lagipula kalian hanya terpaut dua tahun, harusnya yang memberikan nasihat adalah aku." Riku

"Salah siapa menantangku untuk minum, orang itu juga lebih lemah alkohol daripada aku." Yuuki

"Sudah sudah, kembali ke topik awal. Apa yang kau ingin bicarakan dengan kami, Ima?" Riku

"Soal Tenn-san, dia memiliki sihir kuno bukan? Bisa dibilang karena warisan dari Sardinia-sama, aku benar bukan?" Ima

"Ya, itu benar. Kami sedang melatihnya agar tidak membahayakan orang lain dan Tenn-nii sendiri, apakah kau ingin membahas tentang 'Manusia setengah Immortal'?" Riku

"Kau tahu ternyata, berarti pembahasan kita akan mudah. Apa kau sudah menemukan Pedang Bermata Dua?" Ima

"Aka sedang mencarinya, aku tidak mungkin mencarinya sendiri karena aku harus menangani permasalahan di sini. Kenapa?" Riku

"Kalau begitu akan jadi lebih mudah lagi. Nanase Riku, aku ingin bekerja sama denganmu untuk mengalahkan Bencana. Bukan sebagai seorang penguasa kekaisaran tetapi sebagai wadah dari Sang Penjaga." Ima

"Sang Penjaga? Apa yang Ima-san maksud adalah serigala Wolfie?" Yuuki

"Sou desu, Yuuki-san. Jika kekuatan dari Pedang Bermata Dua, Permata 1000 tahun, Sang Penjaga, dan juga Kristal Sihir digabungkan maka kita bisa menghentikan Bencana tanpa ada kekhawatiran akan muncul lagi di masa depan." Ima

"Tunggu, aku baru pertama kali mendengar Permata 1000 tahun. Permata apa itu? Lalu apakah Kristal Sihir yang kau maksud adalah Kristal Kehidupan?" Riku

"Permata 1000 tahun adalah permata yang menyimpan seluruh sihir kuno dan hanya mengeluarkan potensi sebenarnya setiap 1000 tahun sekali. Lalu, yang Nyonya maksud adalah Kristal Kehidupan dan kristal itu mengandung sihir murni yang sangat kuat." Wolfie

"Pantas saja Ri-kun semakin kuat sejak dia menyegel Kristal Kehidupan dalam dirinya." Yuuki

"Tunggu, apa yang Yuuki-san katakan tadi? Riku-nii menyegel kristal kehidupan dalam dirinya? Katakan itu sebuah kebohongan, Riku-nii." Ima

"Sayangnya itu benar, Ima. Aku menyegelnya karena keadaan darurat." Riku

"RIKU-NII BAKA! APA KAU TAHU JIKA HAL ITU BISA MENGURANGI UMURMU?! KAU PALING TIDAK HANYA BISA BERTAHAN MAKSIMAL HINGGA USIA 40 TAHUN ATAU KURANG DARI ITU! RIKU-NII BAKA!" Ima melemparkan bantal sofa yang ada di dekatnya dan langsung di tangkap oleh Riku dengan wajah tenang.

"Aku tahu, paling lama aku bertahan 10 tahun lagi. Itu yang paling lama, singkatnya mungkin 3 hingga 5 tahun lagi." balas Riku tanpa memperdulikan kemarahan Ima.

"Yuuki-san apa kau tahu soal ini?" Yuuki hanya mengangguk dengan tampang polosnya.

"Aku sudah memberitahunya ketika kami berpacaran. Dia tahu sejak awal kami bertemu katanya." sambung Riku, mengungkapkan maksud dari ekspresi polos istrinya.

"Sou da, aku tahu kalau ada satu atau dua resiko dari penyegelan dan aku tidak terkejut dengan usia Ri-kun yang memendek." Yuuki mengatakan hal tersebut tanpa ada beban sedikitpun.

"Apakah yang lainnya sudah tahu? Maksudku anggota keluarga kalian." Ima menyandarkan dirinya ke sofa, lelah dengan sikap santai pasutri di hadapannya.

"Belum, dan aku tidak ada niatan untuk memberitahukannya kepada mereka. Itu akan membuat kesan mereka sengaja meluangkan waktu sebelum aku pergi dan perpisahan tidak akan bermakna bukan?" balas Riku dengan senyuman mentari.

"Hah ... Terserah kalian saja. Aku suka tidak paham bagaimana jalan pikiran kalian sebenarnya. Oke, mari kita bicarakan rencana untuk mengalahkan Bencana." ketiganya mengobrol hingga fajar perlahan menampakkan dirinya.

"Ah tidak terasa satu malam sudah berlalu. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk mendengarkan rencanaku, Riku-nii, Yuuki-san." Ima bersama Wolfie berdiri di depan jendela, bersiap untuk berkelana lagi.

"Kami yang seharusnya berterima kasih, Ima. Jika bukan karena informasi yang kau berikan, maka kami mungkin akan memakan lebih banyak waktu." kata Riku tersenyum lembut.

"Datang lagi, ya. Pintu rumah kami akan selalu terbuka lebar untukmu, Ima-san." sambung Yuuki memeluk Ima layaknya seorang kakak.

"Wakarimashita, kalau semua masalah ini sudah selesai akan aku coba untuk berkunjung. Kalau begitu sampai jumpa 2 bulan lagi, Riku-nii, Yuuki-san. Ikou Wolfie, masih ada hal yang harus kita lakukan." Ima dan Wolfie melompat dari jendela kamar Yuuki kemudian menghilang bersamaan dengan munculnya kabut pagi.

"Ri-kun kau istirahat saja, aku akan membantu Kaa-san memasak." belum juga Yuuki beranjak dari tempatnya, ia sudah ditarik ke kasur duluan oleh Riku

"Temani aku tidur, aku lelah dengan segala permasalahan yang datang jadi temani aku. Jangan berpikiran untuk meninggalkanku ketika aku terlelap." Riku memeluk pinggang Yuuki dan menenggelamkan wajahnya di perut istrinya.

"Astaga, padahal sebentar lagi yang lainnya bangun. Aku harus membantu Kaa-san memasak, Ri-kun." Riku tidak menghiraukan omelan istrinya dan justru semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku tidak menerima protes atau omelan. Temani aku tidur, onegai." Yuuki hanya menghela nafas pasrah dan ia pun mengikuti Riku ke alam mimpi.

"Riku-kun, Yuuki-chan, bangun. Sarapan sudah ... Ara lebih baik aku sisakan untuk mereka." Yuri yang berniat untuk membangunkan pasutri muda itupun langsung mengurungkan niatnya ketika melihat keduanya tertidur dengan posisi saling berpelukan.

"Yuri-chan, dimana Ri-chan dan Yuu-chan? Bukannya sudah waktunya sarapan?" tanya Mina ketika ia melihat Yuri datang sendirian ke dapur.

"Biarkan dulu, mereka sepertinya masih lelah. Lebih baik kita siapkan porsi tersendiri untuk mereka." Mina menyetujui perkataan Yuri dan hair itu berjalan normal layaknya hari pada umumnya.

Disisi Ima dan Wolfie, mereka langsung pergi ke suatu tempat bersalju setelah dari tempat Riku dan Yuuki. Keduanya menerobos badai yang sedang terjadi hingga tiba di suatu tempat yang tampak seperti padang rumput luas tanpa salju.

Ima turun dari punggung Wolfie dan mendekati sebuah pohon rindang yang ada di tengah-tengah padang rumput tersebut. "Kita akan bertemu lagi, tunggu aku. Ayah, Bunda, Kakak, Anak-anak, Al."

Ima menyalurkan sebagian kekuatannya ke dalam pohon itu dan dia pun pergi dari padang rumput itu bersama dengan Wolfie. Keduanya kembali menerobos badai salju dan pergi ke tempat lainnya.

"Nyonya, berapa lama lagi kita ada di dunia ini?" Wolfie tiba-tiba bertanya setelah mereka keluar dari badai.

"Mungkin setelah semuanya tentang Bencana ini selesai, Wolfie. Kita akan kembali, kau tenang saja. Serpihan yang ada di dunia ini tinggal satu, setelahnya kita benar-benar akan kembali." Wolfie melolong panjang sebelum mereka melesat ke suatu tempat.

✤✤✤

𝙽𝚎𝚡𝚝...
Jumat, 29 Desember 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top