Demon In The Angel Form (2)

Mata Richard tidak berhenti membulat. Saat sebelumnya dia sedang sibuk dan terlalu antusias berbicara di ponselnya, kini dia jadi kesulitan mengeluarkan kalimat berikutnya ketika mendengar Kim akan menyatakan perasaannya pada Tasya.

Mereka bertiga yang terduduk santai di tangga besar tempat masuk lorong sekolah bersama beberapa murid lainnya setelah kelas mereka selesai.

"K--Kau ... apa kau bercanda? Kau mau menembaknya?!"

"Ya!" jawab Kim dengan nada yakin.

Mulut Mulan ikut tertahan. Berbeda dari Richard karena dia lebih memperlihatkan ketidakpercayaannya pada Kim dengan mengedipkan mata beberapa kali.

"Apa kau benar-benar serius, Kim? Maksudku, Tasya? Anastasya Fruktal?! Kau hanya akan mendapatkan masalah!" timpal kembali Richard. Namun, sejauh apapun dia memperingatkan, Kim tetap memberikan balasan tekad bulat.

"Ini adalah saatnya, Richard. Aku tau cinta kami nyata dan akan kubuktikan itu. Bahkan, aku sudah punya senjata rahasianya."

Kim merogoh isi tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak perhiasan ukuran sedang. Saat dibuka terdapat sebuah bros bentuk hati yang dilapisi warna emas dan benda mengkilat di tengahnya.

"Baiklah ... Liam Kim. Soal masalah yang aku sebutkan." Perlahan Richard mendekatkan dirinya pada Kim. Bahkan sampai disentuh kedua pipi sahabatnya itu hingga mereka bertatapan dalam jarak yang membuat mereka seakan hampir berciuman.

"Pertama. kau seratus persen akan ditampar. Kedua, dengan memberikannya sebuah pin jelek yang terbuat dari emas palsu dan ... entahlah, aku bahkan tidak yakin benda bewarna biru itu plastik atau apa, akan memberimu tamparan lainnya. Ketiga, kau sepertinya terkena erotomania."

"Eroto--apa?" sambung Mulan yang penasaran.

"Sebuah delusi, atau halusinasi, dan kurasa sebenarnya sakit jiwa. Yang dimana penderitanya percaya kalau seseorang menyukainya dan menganggap cintanya nyata."

"Pertama, aku menghabiskan semua tabungan di rekeningku untuk membeli ini." Kim ikut menimpali. "Kedua, akan kubuktikan. Sore ini, akan kunyatakan perasaanku padanya. Akan kupastikan kalau dia juga mencintaiku!"

Akhir kalimatnya naik seketika. Kim berhasil menarik perhatian semuanya saat dia berteriak dan berdiri dari duduknya dengan mengangkat satu tangan ke udara.

"Kim ... apa harus aku ingatkan sekali lagi kalau Tasya adalah gadis terburuk yang pernah hidup di galaksi ini? Kau bisa mencari yang lain. Yang lebih baik, yang lebih tulus, yang ... lebih normal," ucap Mulan lebih pelan.

"Aku tidak akan menyerah, Mulan. Laki-laki tidak akan pernah menarik kata-katanya, dan aku adalah laki-laki."

Mulan menghela nafasnya perlahan, lalu memberikan tatapan halus pada sahabatnya itu. Richard ikut memberikan ekspresi yang tak jauh berbeda.

Lalu semuanya kembali berubah. Keadaan tenang yang sejenak itu langsung pecah saat suara yang lebih kuat terdengar di balik pintu.

"Hahaha! Kau tau, aku tidak pernah serius soal itu. Tenanglah, Adrian. Aku hanya bercanda pada mereka semua."

"Aku tidak percaya padamu, Tasya. Riana sendiri yang bilang kalau kau memaksa seorang gadis memberimu kalung mutiara miliknya? Apa kau bisa untuk berhenti menjadi anak yang manja selama sehari? Atau setidaknya sampai kita lulus."

Kim dan lainnya menyaksikan itu. Melihat gadis yang tadi mereka bicarakan kini terlihat sedang membela diri di hadapan Adrian.

"Jika boleh kutambahkan yang nomor empat dari daftar Richard, Tasya sepertinya sudah berpacaran dengan Adrian," ucap Mulan berbisik.

"MEREKA TIDAK BERPACARAN!" Lalu tanpa diduga Kim dan Richard membalas bersamaan dengan kalimat yang juga sama. Membuat Mulan jadi terdiam dan mengangkat tangan pendek di depan dadanya.

"Sekedar info, Mulan. Adrian dan Tasya adalah sepupu. Mereka sudah berteman sejak kecil," sambung Kim.

"Dan Adrian tidak mungkin berpacaran dengannya, karena dia sudah punya pacar," tambah Richard, yang lebih tegas daripada Kim.

"Adrian punya pacar? Tapi kenapa media tidak pernah memberitakannya? Maksudku, dia artis ...." Mulan mengganti topik, dia membuka internet untuk mencari berita soal pacar Adrian, tetapi dengan cepat ditahan oleh Richard.

"Kau tau kalau artis juga punya privasinya masing-masing? Dan apa kau juga tau ...." Richard menolehkan kepala kembali ke Kim, menatapnya tajam. "Aku mendukungmu, pergilah. Nyatakan cintamu pada gadis bajingan itu."

"Terima kasih, Richard. Aku sangat senang mempunyai teman sepertimu." Kim ikut mendekat, mereka saling menumpu tangan dan mendekatkan wajah, memberikan tatapan berbinar-binar dengan efek kerlap-kerlip menyala di sekitar.

"Terserah saja kalau kau tidak percaya. Yang jelas hari ini aku akan pergi ke kelas yoga, dan jika kau masih mendengarku, aku menunggumu di rumah malam ini." Tasya pergi saat Kim maupun Richard masih mempertahankan momennya. Meski begitu Kim bisa mendengar kalimat perpisahan Tasya sebelum dia pergi dengan jemputan pribadinya.

"Pelatihan yoga di gym kota. Jika dugaanku benar, Tasya akan menunggu di halte bus sampai jemputannya datang dan akan mengantar dia pulang. Maka dari itu ...." Kim melepas pegangan tangan mesranya, berdiri dengan yakin dan menatap ke arah mobil Tasya pergi.

"Akan kutemui Tasya di sana," sambungnya.

"Laporkan padaku hasilnya, dan jika kau ingin menangis karena ditolak ataupun karena bahagia, silahkan saja. Laki-laki juga perlu air mata," terang Richard memberinya semangat tambahan.

Kim melangkah menuju trotoar jalan bak pejuang yang siap bertempur di medan perang. Menghadapi segala goblin dan pixie jahat yang dia temui di lapangan untuk menyelamatkan seorang ratu cantik yang tidak seperti cerita dongeng Disney pada umumnya.

Karena dia adalah Tasya, lebih tepatnya dia adalah karakter antagonis yang terpaksa jadi putri untuk satu film.

"S--Semoga berhasil." Mulan ikut memberinya semangat, meski dia tahu sudah terlambat karena Kim sudah pergi dengan berlari.

Dia memasang senyuman miris di wajah dan berdiri untuk kembali masuk ke dalam sekolah.

"Kau mau kemana?" tanya Richard.

"Loker, aku meninggalkan sesuatu," jawab Mulan tanpa menatap lawan bicaranya.

~~~

Mulan terpaku di hadapan lokernya yang terbuka. Dengan hembusan nafas bertempo lambat dia keluarkan. Matanya menatap lemah sebuah kertas yang dia pegang dengan satu tangan, tertulis rangkaian tulisan cantik dan beberapa hiasan glitter di atasnya.

Tak lama dia menutup pintu lokernya, meremuk kertas itu dan membuangnya di tempat sampah. Langkahnya lurus menuju keluar sekolah, sampai dia tidak sadar kalau seseorang mengambil kertasnya itu kembali.

"'Gayamu memang sederhana. Namun, wajahmu memberikan makna. Terkadang kududuk terpana. Melihatmu bercanda dan membuat laluna'." Mulan menghentikkan langkahnya saat kalimat di kertas itu terdengar masuk ke telinganya. Dia berbalik dan menemukan sahabatnya, Richard sedang membaca dengan kuat.

"'Kau bagaikan pangeran istana. Kuharap suatu hari perasaan ini tidak lagi fana. Karena, kau bagiku adalah luna'."

"Richard! Berikan itu padaku!" Mulan berlari dengan cepat untuk merebutnya kembali. Namun, Richard lebih gesit, refleks dia langsung menyembunyikan kertas itu di belakang tubuhnya.

"Puisi yang bagus, dan aku menemukan nama Kim."

"Richard, serahkan padaku!"

"Kau menyukai Kim, benar begitu?" Mulan terdiam. Wajahnya perlahan berubah murung, tetapi dengan cepat dia sembunyikan dengan membalikkan tubuh.

"Kenapa kau tidak mengatakannya saja?" sambung Richard bertanya.

"Aku akan mengatakannya, hari ini, maksudku tadi. Hanya saja ... aku memang tidak punya kesempatan untuk bersamanya."

"Kau punya. Kita setiap hari bersama. Apa yang--"

"Maksudku. Aku tidak pernah tau kalau dia menyukai Tasya. Saat kemarin aku memintanya untuk menemaniku membeli baju, selalu kucoba untuk membuatnya terkesan. Hanya saja ...."

"Kim terlalu buta," potong Richard. Dia berpindah ke hadapan Mulan agar bisa saling bertatapan. "Seharusnya kau mengatakannya. Mari kita temui dia, aku yakin dia belum menemui Tasya--"

"Tidak perlu, Richard. Aku tidak ingin merusak kebahagiaanya." Mulan kembali memasang senyum. Sebuah senyum miris, dengan hati yang bersedih.

"Melihat dia bahagia sudah cukup bagiku. Yang bisa aku lakukan selanjutnya hanya mempertahankan kebahagiaannya itu," ucap Mulan, menaruh kedua tangan seperti memeluk diri sendiri. Sadar dengan yang terjadi, Richard dengan cepat memeluk sahabatnya itu, dan sesuai dugaannya dia menangis.

"Kau sangat kuat, Mulan. Kau akan mendapatkan yang lebih baik. Lebih baik dari Kim, atau bahkan dariku."

"Hahaha ... aku tidak ingin bersamamu. Sebagai sahabat terbaik kurasa sudah cukup."

Meski tertawa pelan, Mulan bisa terdengar sendu. Begitupun Richard masih berusaha menenangkan sahabatnya itu agar bisa tenang.

~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top