Demon In The Angel Form
Apa kalian belajar Geografi di sekolah? Jika ya, apa kalian tahu di mana itu Radcliff? Aku tidak berbicara soal aktor pemeran Harry Potter itu, tetapi sebuah kota di negara bagian Kentucky, Amerika Serikat. Aku juga tidak tahu apakah kota ini besar atau tidak, tetapi penduduknya sekitar 20.000 orang.
Sebentar, kalian tidak tahu? Ya sudah.
Di tengah-tengah kota itu, atau lebih tepatnya sedikit ke perbatasan kota, hiduplah aku, Liam Kim. Seorang anak remaja dan satu-satunya, yang lahir dari pasangan seorang pria Korea Selatan bernama Kang Jerry dan wanita paling unik di dunia, Margaret.
Ibuku adalah ibu paling protektif yang pernah hidup, dan bukan berarti aku tidak suka itu. Hanya saja kebebasanku cukup terkekang. Semua ini terjadi ketika aku masih kecil dan hampir terlindas mobil pengangkut sampah. Aku tidak bercanda, terlindas.
Kurasa aku mengalami luka kecil, ada goresan di kepala yang sampai sekarang masih terlihat bekasnya, dan tujuh jahitan di paha kanan karena aku terlempar dan terseret ke jalanan.
Hingga sampai sekarang dia masih seperti itu. Tanpa sadar kalau anaknya sudah 17 tahun dan masih belum membiarkannya untuk pergi menonton film di bioskop, ke pesta dansa sekolah, atau memakai mobil sendirian. Bahkan menyentuh kemudinya saja membuat dia bisa terkena sesak nafas. Satu-satunya yang ibuku ijinkan adalah mengikuti klub renang di sekolah. Itupun karena aku memaksanya selama sebulan penuh.
Ya, Kim Bukan orang terbaik yang bisa kalian kenal, karena sejatinya dia adalah manusia paling biasa yang pernah hidup di Radcliff. Keluarganya cukup tertutup, ibunya sangat tidak biasa, dan tidak punya lebih dari dua teman. Tambahan lagi, kedua temannya juga hanya orang yang biasa saja.
Richard Denial, remaja laki-laki yang punya paras paling cantik di sepanjang SMU North Hardin. Dia adalah satu dari 15 laki-laki lain yang memperhatikan penampilan diri, dengan Richard berada di peringkat pertama. Richard juga punya kemampuan gosip yang sangat mengerikan, apalagi jika itu soal pacarnya.
Pacarnya? Dia Adrian. Kalian paham? Richard adalah ... ya kalian tau istilahnya, dan dia berpacaran dengan bintang film ternama. Hanya saja terlalu malu atau memang tidak mau untuk mengakuinya. Namun, percuma karena aku sendiri sudah tahu. Tidak perlu tanya bagaimana aku bisa tahu.
Lalu temanku yang satunya, adalah seorang gadis lain yang juga punya darah Asia, Mulan. Tepatnya, dia berasal dari China. Dengan kesamaan yang kami punya itu, dengan mudah aku maupun Mulan bisa akrab dan berteman baik. Terkadang dia mau menemaniku untuk berenang, mengerjakan tugas, dan mentraktir makan.
Sembari ditemani Richard pastinya, dan jika kami berkumpul tidak akan pernah luput dari yang namanya gosip. Biasanya Richard akan mulai menyebutkan satu nama dan Mulan mulai memaparkan semua yang dia ketahui tentangnya.
Namun, di hari ini, aku dan Mulan pergi ke sebuah mall. Benar-benar berdua, tanpa Richard yang katanya sedang sibuk. Meski aku sangat yakin kalau dia sedang berkencan. Kemarin saat aku habis berenang kudapati dia menelpon dengan Adrian.
Kembali ke Mulan, sebenarnya aku sedang membantunya membeli pakaian untuk sebuah acara yang akan dia datangi beberapa hari lagi. Aku suka membantunya seperti ini karena Mulan adalah pembeli yang cepat, tidak seperti kebanyakan gadis-gadis lain yang pernah kudengar dari mulut Richard kalau mereka terkadang menghabiskan empat jam untuk memilih baju, dan pada akhirnya hanya membeli sepatu.
"Kau suka?" Mulan kemudian keluar dari ruang ganti dan memperlihatkan padaku pakaian yang dikenakannya. Gaun serba biru khas negara ini, tetapi wajah maupun rambut yang diikatnya tetap bergaya tempat asalnya.
"Kenapa malah tanya aku? Apa kau suka bajumu?"
"Ayolah, Kim. Aku meminta pendapatmu," tanya dia lagi dan mulai berlagak seperti model. Berputar, berjalan maju mundur dengan satu tangan di pinggang, sampai dia rasa aku sudah cukup melihatnya.
"Aku suka semua yang kau kenakan, Mulan." Kujawab seperti biasa, dan dia hanya mengangkat alis sedikit. Lalu kembali ke ruang ganti.
"Kau selalu seperti itu, apa kau tidak bisa menilai yang baik dan buruk untuk sebentar." Dia kembali berbicara, masih bisa kudengar karena jarak ruang ganti dan tempatku duduk tidaklah jauh.
"Mungkin besok kau bisa kembali dan mengajak Richard. Dia pasti lebih paham dariku."
"Aku ingin meminta pendapat lain," sambungnya lagi. Sempat ada jeda di antar kami setelah itu, dan dia masih belum keluar. Aku tidak terlalu memikirkannya karena Mulan memang menggunakan baju yang rumit saat kemari. Tidak lama setelah kubuka ponselku, suaranya kembali terdengar.
"Alasanku mencari baju bagus karena aku ingin mengajak laki-laki yang aku sukai," ucapnya yang bisa kudengar malu-malu. Aku tidak terlalu tertarik sebenarnya, tetapi masih cukup ingin mengetahui lanjutannya.
"Aku menyukai laki-laki ini, tapi sepertinya dia tidak tahu aku menyukainya."
"Dia hanya tidak menyadarinya," jawabku singkat.
"Dan aku ingin membuatnya tersanjung dengan penampilanku," dan akhirnya dia keluar dengan penampilan pertama. Pakaian putih dan rambut yang jatuh lurus ke bawah.
"Kau akan membuatnya tersanjung. Ajak dia, dan aku yakin dia akan sangat ingin datang ke acara itu sebagai pasanganmu." Sebisa mungkin aku berusaha meyakinkannya. Mulan sudah banyak membantuku di masa-masa SMU ini, setidaknya aku harus membalas dengan cara perlahan-lahan.
Dia mencetak senyuman lembut, dan memberikan anggukan lemah. Dengan baju biru tadi yang sudah terlipat rapi di tangannya dia menuju kasir untuk membeli itu. Sembari menunggu aku melihat sekitar, dan tidak ada satupun baju pria yang mungkin juga bisa aku beli. Sampai aku akhirnya sadar kalau di sini hanya ada produk perempuan.
"Apa kau mau makan?" Mulan selesai, fokusku kembali dan memberinya sebuah anggukan pelan juga. Kami keluar dari sana dan berjalan menuju lorong makanan.
Kami terdiam di beberapa langkah perjalanan, sampai tak lama kutemukan tempat lain yang langsung membuatku tertarik. Aku langsung masuk untuk mencari benda bagus yang mungkin saja cocok.
"Ada apa?" Mulan mengikut masuk, kuhiraukan dia dan lebih fokus mencari, sebuah perhiasan bros terbaik yang mungkin bisa kuberikan untuk seseorang yang juga aku sukai. Sama seperti Mulan, aku juga punya seorang gadis yang harus aku buat tersanjung.
Kami ada di tempat penjualan perhiasan. Aku yakin uangku akan cukup untuk membeli salah satu bros cantik yang mungkin dijual di sini.
"Bisa ambilkan aku yang ini?" tunjukku pada wanita di depan, dia mengambilkan bros cantik berbentuk hati yang sepenuhnya adalah emas, dan sebuah benda berkilauan yang tidak aku tahu apa itu. Kurasa berlian, tetapi dari plastik.
"Menakjubkan. Tasya pasti akan menyukainya. Aku ingin membeli ini!"
"Sebentar, ini untuk Tasya?" Mulan di belakangku mulai menaikkan suaranya sedikit lebih naik. Aku berbalik dan menjawabnya lebih semangat.
"Ya! Aku juga harus membuatnya menyukaiku."
"Kim? Apa kau memang buta?" Suaranya jadi melemah, termasuk sebuah nafas pelan. Aku tau pasti apa kalimat selanjutnya yang mungkin akan dia keluarkan. "Tasya, adalah gadis terburuk yang pernah ada di sekolah. Tidak, di kota. Lalu apa kau yakin monster seperti dia akan memacarimu?"
Sudah kuduga, Mulan akan mengatakan soal keburukan Tasya. "Kenapa? Kau cemburu padanya."
"C--Cemburu? Maafkan aku, Tuan. Dia tidak lebih dari tiga pembantu Salem," balasnya, mengutip kasus sihir terkenal di Amerika bertahun-tahun yang lalu, tetapi bagaimanapun aku tidak peduli pada semua ucapannya untuk sekarang.
Akan sulit menjelaskan Mulan. Namun, semua itu benar. Aku menyukainya. Aku menyukai gadis terburuk yang pernah ada di sekolah. Aku tidak tau bagaimana menjelaskannya. Semua terjadi dengan cepat saat itu.
~~~
April, air kolam nampak terasa aneh bagi Kim sore itu, membuatnya sadar kenapa hanya dia sendirian yang latihan. Dia juga jadi teringat kenapa temannya mengatakan untuk tidak usah berenang. Baru beberapa menit dia merendam tubuh, Kim memutuskan untuk berhenti. Dia mengeringkan tubuh dan memakai lagi pakaian merah kesukaannya untuk segera pulang.
"Berani sekali kau!"
Langkah santainya melintasi lorong terganggu saat suara teriakan besar masuk ke telinganya. Segera dia mencari saat berpikir ada masalah, dan memang benar adanya. Kim mendapati seorang gadis yang sangat marah karena gadis lainnya menumpahkan sebuah minuman ke bajunya.
"Apa kau tidak tau kalau baju ini seharga uang jajanmu selama 14 tahun?!"
"A--Aku tidak sengaja. Lagipula mana mungkin baju itu seharga 14 tahun uang jajan--"
"Aku tidak bercanda, gadis miskin!" Seakan tidak tahan, dia menarik paksa sisa minuman itu dan membalas dengan menyiram tepat di wajah gadis di hadapannya. "Aku Anastasya Fruktal! Aku anak walikota ini. Siapapun kau, mulai saat ini hidupmu tidak akan tenang dan damai, masukkan itu di kepalamu baik-baik!"
"Hei! Berhenti!" Kim yang sudah tidak tahan menyaksikan hal itu akhirnya mencoba masuk dan melerai mereka. Dia melindungi gadis itu dari Tasya dan memberinya kerutan alis tanda heran. "Dia tidak bersalah, Tasya. Dia tidak sengaja."
"Siapa kau? Dan kau tau apa?" tanya balik Tasya dengan nada jijik.
"Kim? Bukannya kita satu kelas di Sosiologi?"
"Aku tidak ingin mengenal siapapun, dan sebaiknya minggir. Berhenti menganggu urusanku atau--" Belum selesai dia bicara, Kim menahan tangannya. "Hei! Lepaskan--"
"Pergilah."
"T--Terima kasih."
"Apa? Berani sekali kau!" Tasya melepas paksa dirinya.
'PLAK!'
Hingga tanpa aba-aba, dengan cepat dia menampar wajah Kim keras.
"Kau tidak akan tenang. Akan kulaporkan kau pada ayahku atas kekerasan karena sudah berani menyentuh tanganku!"
"Akan kulaporkan kau pada ayahmu atas kekerasan karena menamparku sangat keras," balas Kim lebih pelan, sembari mengelus pipinya yang sedikit perih.
Karena semakin kesal, Tasya langsung menarik kerah baju Kim sampai wajah mereka berhadapan.
"Dengarkan aku, Kim. Aku tidak sedang bercanda. Tepat hari Sabtu nanti, kau akan melihat namamu di blokir di semua sekolah di Amerika, dan akan kupastikan masa depanmu tidak terjamin dengan bahagia ...."
Kim benar-benar tak berkutik saat itu terjadi. Celoteh yang Tasya keluarkan tidak benar-benar tercerna di kepalanya. Satu yang dia fokuskan adalah memperhatikan wajah Tasya dari jarak sedekat itu.
"Dengarkan itu!" Sampai Kim dilepaskan dan Tasya pergi. Namun, Kim masih tak mengubah arah pandangnya, bahkan setelah gadis tadi menghilang dari belokan lorong.
"Dia ...." Kim menggigit ujung bibirnya. Nafasnya menjadi terpacu hingga dia bahkan kesulitan mengaturnya. Lalu seketika.
"Dia cantik sekali ... astaga." Wajahnya merekah.
~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top