Tujuh Belas

Tubuh sekecil itu mana bisa melindungi gue?

-Bizar

"Akhirnya ujian selesai juga!" seru Lusi sembari meregangkan kedua tangannya. Setelah seminggu sibuk belajar agar peringkatnya bertahan, akhirnya sekarang dia bisa bertemu dengan Bizar lagi! Susah-susah dia menahan diri usai pertunangan mereka yang begitu indah.

"Seorang Lauren yang nilainya jelas-jelas bakal bagus mah nggak usah khawatir sama hasilnya," kata Natasya sambil terkekeh. Mendengar itu, Lusi mengangguk sombong. Tentu saja dia yang paling pintar di sini. Bagaimana tidak? Semua pelajaran yang menjadi soal ujian sudah pernah dia kerjakan di dunia nyata. Jangan lupa kalau usia asli Lusi adalah 25 tahun.

"Lo juga bisa dapet bagus kok kalau belajar," ucap Lusi dengan sedikit meledek. Padahal keduanya sama-sama tau kalau Natasya tidak akan bisa menandingi kepandaian Lusi. Ya tapi untunglah kepala sekolah lebih mempercayakan Natasya sebagai tutor Aydan, sebab Lusi akan kerepotan kalau sampai hal itu terjadi. Kan dia jadi tidak punya banyak waktu bersama sang pujaan hati.

"Emm ... dia ada nggak?" tanya Lusi, sesekali mengintip ke kelas Natasya.

"Siapa?" goda Natasya yang pura-pura tak mengerti.

"Ih, itu, loh. Si anu," sebut Lusi yang malu menanyakan Bizar secara gamblang.

"Lo nyari dia?" celetuk Aydan yang tiba-tiba sudah berada di belakang Lusi bersama Bizar.

"Ada apa?" tanya Bizar dengan muka ketusnya.

Aaaaah, kangen banget loh, pikir Lusi yang lega melihat wajah tampan Bizar. Memang ya yang namanya wajah tampan itu pasti selalu punya kekuatan membuat orang lain senang.

"Kangen," kata Lusi. Membuat Aydan dan Natasya menahan tawa mereka karena Lusi terlalu berterus terang akan perasaannya pada Bizar.

"Gue malah seneng selama seminggu ini bisa tenang tanpa perlu lihat lo."

Lusi berjalan mendekati Bizar sambil menaik-turunkan alisnya. "Yakin???"

"Ya--yakinlah!"

"Bohong! Kemarin dia nanya kenapa lo nggak nitipin bekal lewat Bu Kantin lagi, itu artinya kangen, kan?" cepu Aydan yang sontak membuat Bizar mendelik padanya.

Mendengar itu, Lusi terkekeh. Dia senang kalau itu adalah kebenarannya. Apa Bizar merindukan jajanan coklat buatannya? Lusi bahkan bisa membuatkannya sekarang juga.

"Jadi, kita berangkat besok?" Natasya bicara soal rencana piknik mereka yang tertunda, karena Lusi berkata akan lebih baik jika berangkatnya setelah ujian agar bisa fokus belajar.

Lusi mengangguk dengan semangat. Sementara Aydan dan Bizar sibuk berbincang tentang barang apa saja yang akan mereka bawa di piknik tiga hari dua malam itu.

"Ah, gue lupa," kata Lusi. Ucapannya membuat langkah Aydan, Bizar, dan Natasya terhenti.

"Ada apa, La?"

Lusi tersenyum tanpa beban. "Gue ajak Leoner dan Kak Zero juga. Nggak pa-pa, kan?"

"A--apa?!"

***

Canggung, canggung, canggung.

Itulah yang dirasakan Aydan dan Natasya. Pasalnya Lusi membawa Kakak Lauren dan Kakak Bizar bersama. Semua orang tau kalau hubungan pertemanan keduanya merenggang sejak konflik perebutan posisi terkuat yang berakhir dimenangkan Leoner. Hal itulah yang mengakibatkan Zero mencongkel mata kirinya sendiri karena sudah berjanji untuk mempertaruhkan mata kirinya.

"Apa kabar lo, Zer? Mata lo baik-baik aja?" tanya Leoner sembari memperhatikan Zero yang menyetir. Mereka memang sudah sampai di pulau milik keluarga Zawendra. Sekarang perjalanan menuju villa dilakukan dengan menaiki bis pribadi Pamungkas.

"Ya, gue udah terbiasa. Lo sendiri?" kata Zero dengan perasaan sedikit kesal. Tapi, masalah itu sudah lama. Jadi Zero tak ingin terlalu membesar-besarkannya.

"Gue masih kaget sampai sekarang kalau adik kita bertunangan," ucap Leoner seraya menyandarkan kepalanya.

"Gue yang lebih kaget ketika adik lo dateng buat melamar dan minta restu," ucap Zero tak ingin kalah.

Lantas setelahnya, mereka berdua saling pandang dan berakhir tertawa lepas. "Dia bener-bener gila, kan?" "

"Hahah, betul. Itu sebabnya gue pikir dia nggak jauh berbeda dengan Bizar. Mereka akan cocok," kata Zero.

Di sisi lain, Lusi senang karena berhasil mendapatkan kesempatan untuk duduk berdua dengan Bizar. Ketika Lusi melirik ke samping, dia melihat Natasya yang sudah tertidur di bahu Aydan, begitu pula sebaliknya.

Saat Lusi melirik Bizar lagi, pria itu malah tampak segar bugar. Apa dia tidak mengantuk sama sekali setelah perjalanan panjang?

"Ehem," deham Lusi, namun hanya berhasil dilirik Bizar untuk beberapa detik. Kemudian Lusi menepuk bahunya beberapa kali, sesekali mengusapnya barangkali berdebu. "Nganggur, loh. Boleh banget kalau mau bersandar."

"Jangan ganggu gue," ucap Bizar yang tak terbantahkan.

"Kalau gitu, boleh gue yang nyandar di bahu lo?" Saat Lusi hendak meletakkan kepalanya di bahu Bizar, pria itu malah menghindar sampai tubuhnya terpojokkan. Hal itu membuat Lusi tersenyum senang. Dia mendekatkan tubuhnya karena tau Bizar tak bisa bergerak ke mana-mana.

"Heh, mau ngapain lo?"

Lusi hanya tersenyum, lalu saat wajahnya semakin dekat dengan Bizar, bibirnya sengaja dia monyongkan agar bisa mencium Bizar. Mengetahui apa rencana Lusi, Bizar mencubit bibir Lusi seperti kepiting lalu mendorongnya.

"Emm? Mmh-mmmh!" Lusi tak bisa berbicara dengan jelas karena bibirnya dikunci oleh Bizar.

"Diem! Yang anteng! Bisa, nggak?"

Lusi pun diam dan tak buat ulah lagi. Akhirnya Bizar pun melepas tangannya lalu bersedekap dada. Dia sandarkan kepalanya ke kaca jendela bis setelah menghela napas panjang.

"Bizar!"

Bizar menggosok kupingnya karena terkejut mendengar teriakan Lusi. "Apa lagi?"

"Kalau gue dan kucing tenggelam, siapa yang lo selamatin?" tanya Lusi dengan perasaan kesal. Dia harap, Bizar mau sedikit peduli dengannya.

"Kucing." Tanpa berpikir panjang, Bizar langsung menjawabnya. Membuat suasana hati Lusi semakin buruk.

"Kok kucing?!" Lusi memukuli lengan Bizar bertubi-tubi. "Bisa-bisanya lo milih kucing daripada gue? Lo tau nggak, sih? Lo itu jahat banget!"

Bizar menahan tangan Lusi agar berhenti memukulinya. "Cukup, Ren!"

"Cikip, Rin." Lauren mengejek Bizar dengan mengulangi apa yang pria itu katakan.

"Gue nggak nolong lo, karena lo kan bisa berenang."

Ah, iya juga.

"Ta--tapi kan! Tapi kan ... nggak gitu konsep pertanyaannya!" Lusi masih berusaha untuk mengelak.

"Terus apa? Jelasin, di mana gue salahnya?" Nada bicara dan ekspresi Bizar begitu menyebalkan, Lusi pun enggan menjawabnya.

Beberapa menit setelah keduanya saling diam-diaman, Lusi tiba-tiba menggenggam tangan Bizar yang ada di atas kaki pria itu. Tentu saja Bizar langsung menariknya, tapi berhasil ditahan Lusi. "Eitts, tidak bisa!"

"Lepas, nggak?"

Lusi mengulurkan tangan kirinya yang tidak memegang apa-apa. "Bayar dulu."

"Ini kan tangan gue, kenapa gue harus bayar?" tanya Bizar yang sudah kesal dengan berbagai tingkah absurd Lusi.

"Ya udah kalau nggak mau," kata Lusi sambil mempererat genggamannya.

Bizar tampak menghela napas kesal dibuatnya. "Ya udah, berapa?"

Lusi menggeleng dengan tegas. "Bukan pakai uang, tapi ini!" Lusi menunjuk bibirnya dengan jari telunjuk.

"Terserah lo, deh!" Bizar tak ingin melakukannya, jadi dia membiarkan Lusi melakukan apa pun yang dia mau dengan tangan kiri Bizar.

"Tangan Bizar besar, ya?" kata Lusi yang memperhatikan baik-baik bentuk tangan Bizar dengan tangannya. Tangan Bizar yang kekar dan indah membuat Lusi semakin tertarik.

"Tangan lo yang kekecilan," ucap Bizar setelah melirik Lusi sebentar. Kemudian Bizar kembali menatap ke arah jalanan. Tanpa sadar senyum kecilnya mengembang kala melihat Lusi yang terpaku dengan otot di punggung tangannya.

Lucu juga.

***

Sesampainya di villa, mereka segera menuju ke kamar yang telah disediakan dan membereskan barang masing-masing. Ada banyak kegiatan yang sudah disiapkan Lusi. Tentu semua orang segera bersiap untuk makan malam di dekat api unggun.

"Gue lihat kalian tadi. Lo dan Aydan udah resmi pacaran?" tanya Lusi sembari membereskan barang bawaannya.

Natasya tersenyum mendengarnya. "Aydan ngaku kalau dia sempet suka sama lo akhir-akhir ini."

"Loh? Kok jadi gue?" Lusi bingung mendengarnya. Mungkin kalau Lusi adalah Lauren yang asli, dia akan heboh dan senang sekali.

"Tapi berkat itu, gue dan Aydan jadi lebih deket. Dia juga bilang kalau udah menyerah sama Bizar," ucap Natasya yang kini mendudukkan diri di kasur sambil memperhatikan Lusi yang membuka tirai.

"Menyerah dari Bizar? Dia aja lebih memilih menyelamatkan kucing daripada gue!" kata Lusi, merasa kesal mengingat percakapan tadi.

Saat malam tiba, api unggun pun dinyalakan. Lusi, Natasya, dan Aydan duduk bersama sambil bercengkrama. Bahkan sesekali mereka mendengar Aydan memainkan gitar kecil milik Leoner. Sementara Leoner dan Zero sibuk menyiapkan sate ayam bakar.

Lusi mencuri waktu untuk melirik layar ponselnya yang mati, sesekali dia memeriksa keadaan wajahnya apakah sudah berantakan? Dia harus tampil cantik untuk bertemu Bizar. Jangan sampai dilihat Bizar sebagai perempuan yang acak-acakan.

"Ngomong-ngomong, Bizar kok nggak kelihatan, ya?" tanya Natasya karena dia sudah tak sabar saat melihat Lusi terus-menerus berdandan.

"Tadi sih katanya mau buang air, tapi karena air di villa mati, dia jadi cari lahan," jawab Aydan santai.

"Sendirian?!" tanya Lusi yang sudah khawatir.

"Iya, kan dia udah gedhe."

Lusi panik. Di hutan dekat villa ini ada rumor soal serigala, bagaimana mungkin Bizar pergi sendiri?

"Ayo cari dia!" ucap Lusi dengan lantang.

Leoner dan Zero yang baru datang langsung meminta Lusi untuk duduk kembali. Bizar bukanlah anak kecil, pasti dia bisa menjaga dirinya.

"Lo tenang aja, adik gue itu lebih menyeramkan daripada serigala. Hewan buas manapun pasti kalah sama dia," kata Zero yang berusaha menenangkan. Lusi pun kembali duduk walau hatinya masih belum lega.

Tiga jam ... empat jam berlalu, tapi Bizar masih belum menunjukkan batang hidungnya. Tentu hal ini menjadi masalah serius bagi mereka.

"Kita harus cari dia!" seru Lusi yang sudah sangat panik.

"Lo dan Natasya tunggu di villa. Gue, Zero, dan Aydan aja yang cari," titah Leoner yang disetujui oleh mereka semua, kecuali Lusi.

"Nggak! Gue juga mau cari Bizar! Gue nggak mau duduk dan nunggu di dalam villa sampai Bizar ada di depan mata gue sendiri!" bentak Lusi yang langsung mendapat tatapan tajam dari kakaknya.

"Lauren, jangan banyak tingkah dan patuhi gue!" Tampaknya keputusan Leoner sudah final, Lusi pun diam melihatnya yang bersiap memasuki hutan.

Setelah Leoner, Zero, dan Aydan berangkat, Natasya menarik lengan Lusi. "Kita masuk yuk, Ren."

Lusi menggeleng. Dia mengeluarkan senter yang sudah disiapkan di balik jaket sejak kakaknya marah-marah. "Lo masuk aja, Sya. Gue harus cari Bizar!"

"Ta--tapi!"

Tanpa menghiraukan Natasya, Lusi berlari menuju ke dalam hutan. Dia menatap bulan purnama yang ada di atas selagi berlari menyusuri hutan.

Dari awal tujuan gue masih sama, gue harus melindungi lo!





-----

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top