Tiga Puluh Lima
Selama ini lucu, ya?
-Lusi
"Nikah?! Lusi, mending lo pikir-pikir lagi, deh. Apa lo yakin sama dia? Lo kan baru kenal dia dapet beberapa minggu!" ucap Feronika yang terkejut mendengar cerita Lusi. "Apa lo bahkan cinta sama dia? Gue nggak yakin sih kalau seorang Kaluzi Anjarta jatuh cinta gitu aja dalam durasi singkat."
Lusi mengerti, dia juga sulit untuk menjelaskan pada Luki dan Feronika. Pasalnya, ketika dia bersama Axel, dia merasa seperti sudah kenal lama. Sangat mudah bagi Lusi untuk merasa nyaman. Lagipula di usianya sekarang, dia memang sudah harus menikah, kan? Axel juga merupakan pria matang yang siap secara mental dan materi.
"Apa lo pernah ketemu keluarganya?" tanya Luki sambil bersedekap dada.
"Gue udah mempertemukan dia sama ibunya. Sebelum gue tinggal sendiri, gue juga pernah tinggal sama ibunya cukup lama. Kita berdua pernah ketemu waktu kecil, jadi gue ngerasa nyaman sama dia," kata Lusi, berusaha menjelaskan agar Luki dan Feronika mengerti.
"Lo merasa nyaman karena pernah kenal dia waktu kecil ... atau merasa deja vu dengan sikap dia yang mirip seseorang?" Pertanyaan Luki membuat seluruh tubuh Lusi kaku. Apa ini insting saudara kembar? Lusi memang tak pernah bisa membohongi Luki.
"Lagipula gue juga nggak akan ketemu Bizar dalam waktu dekat. Jadi kenapa gue nggak boleh bersama dengan laki-laki yang mirip sama dia?" ucap Lusi sambil menunduk. Kini perasaannya campur-aduk, dia tak pernah menyangka kalau meminta restu akan serumit ini.
"Tuh, kan! Lo nerima dia bukan karena dia Axel, tapi karena lo lihat Bizar ketika sama dia. Menurut lo, apa yang akan dia pikirkan kalau tau? Kalian cuma akan menyakiti diri kalian sendiri," kata Feronika yang kemudian menggigit potongan melon dengan garpu.
"Lebih baik lo pikirkan lagi, Lusi. Gue nggak mau lo menyesal suatu hari," ucap Feronika sembari membawa piring berisi melon itu ke kamarnya, yang diikuti oleh Luki.
Lusi menghela napas berat. Sebenarnya dia juga konyol kalau menerima lamaran Axel yang tak begitu dia kenali luar dalam. Apa dia semudah itu untuk luluh? Padahal setelah hubungannya dengan Gavin berakhir, Lusi selalu berhati-hati dengan pria lain. Selain tak nyaman, tak ada pria mana pun yang bisa memberikannya kehangatan.
Apa sebaiknya, dia pikir-pikir kembali dengan matang keputusan ini? Apa ... lebih baik dia mencari tau siapa Axel sebenarnya?
***
Pagi ini berbeda dengan pagi biasanya sebab hujan turun begitu derasnya. Langkah Lusi berhenti sampai pagar karena harus membuka payungnya. Kala payung itu ia angkat, dia melihat Axel yang berdiri tak jauh darinya.
"Lusi," panggilnya.
"Jangan datang ke sini lagi."
Axel segera menahan lengan Lusi yang hendak pergi. "Tunggu, apa salah gue? Kenapa lo tiba-tiba begini? Seminggu ini kita baik-baik aja, kan?"
Lusi menepis tangan Axel dari lengannya. "Gue berubah pikiran. Gue nggak mau menikah dengan lo."
"Apa masalahnya?"
"Lo masalahnya! Apa gue bahkan kenal lo siapa?" Lusi menghadap Axel dengan tatapan dingin. "Lo ... adalah orang asing yang tiba-tiba dateng ke hidup gue. Gimana kalau sebenarnya lo orang jahat?"
Axel terdiam. Apa yang dikatakan Lusi memang benar. Kedatangan Axel yang tiba-tiba dengan cara aneh tentu akan membuat siapapun curiga.
"Jadi, kalau gue bilang gue siapa, lo akan terima?"
Lusi memejamkan mata sebentar. "Gue nggak peduli lagi soal itu. Siapapun lo, gue mau lo pergi dari hidup gue!"
"Gue Bizar!"
Andaikan Axel memiliki keberanian besar untuk mengatakannya.
"Gue mencintai lo, Lusi."
Lusi berbalik dengan posisi yang masih sama. Ekspresinya tampak sama saja. Walau sebenarnya darahnya berdesir kala mendengar pernyataan yang tiba-tiba itu.
"Terus?"
Axel menunduk sebentar, ini menyakitkan untuknya. Dia tak ingin Lusi menolaknya dan menatapnya seperti itu. "Terima gue."
Axel mendekat, hendak mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Lusi. Tapi Lusi malah menjauh. Membuat perasaan Axel sesak.
"Jangan tinggalkan gue, Lusi." Axel mengulurkan tangannya lagi, berharap Lusi menerimanya. "Jangan lepasin tangan gue, Lus. Gue mohon."
"Gue nggak percaya sama lo."
Setelah berhasil jauh dari Axel, Lusi berbelok lewat gang kecil karena tak ingin ditemukan oleh pria itu lagi. Kesalahannya, dia tak mengecek apakah jalanan itu aman atau tidak. Sehingga tiba-tiba saja pandangannya berubah gelap usai menerima pukulan keras seseorang di tengkuk lehernya.
***
"Adik gue belum pulang! Lo denger? Lusi belum pulang sampai sekarang. Walau udah dewasa, tapi dia selalu ngabarin kalau pulang malam," ucap Luki seraya mencengkram kerah Axel. Pria itu pasrah menjadi pelampiasan emosi Luki. Pikirannya masih kacau sejak Lusi meninggalkannya tadi pagi.
"Gue tau, gue janji akan cari dia, Ki."
"Apa yang terjadi? Apa ada sesuatu di antara kalian?" tanya Luki, tapi Axel tak menghiraukan. Dia berlari pergi meninggalkan laboratorium untuk mencari Lusi.
"Lagian kenapa kalian belum sadar juga, sih?!" ucap Luki yang makin kesal kala melihat tubuh asli Aydan dan Natasya yang masih terbaring pada brankar yang bersisian. Apa mungkin karena keduanya adalah tokoh utama? Mereka jadi sadar lebih lama sehingga Luki semakin pusing, sebab dia harus segera menyadarkan keduanya sebelum portal dimensi pulih.
"Hah! Semuanya nggak ada yang lancar!"
Di sisi lain, Lusi merasa mulutnya menggigit sebuah kain. Kedua tangannya diikat ke belakang kursi dan ruangan yang gelap ini hanya dipenuhi lilin-lilin yang berbaris panjang.
"Mmmh!"
Lusi melihat lampu ruangan ini akhirnya dihidupkan. Seorang pria dengan jas rapi datang bersama setangkai bunga mawar putih. "Lo udah bangun?"
"Mmmh!"
Gavin membelai sayang pipi Lusi lalu berjongkok. "Gue udah lama cari lo ke mana-mana. Siapa sangka lo lagi di rumah sakit?"
Gavin memeluk tubuh Lusi yang sedang terikat. "Maafin gue karena udah salah paham. Lo maafin gue, kan? Karena gue akan kasih lo kesempatan kedua, Lus."
Lusi tak bisa bicara apa-apa. Dia hanya menatap tajam pria yang gila dan aneh ini. Kalau sudah disekap begini, perasaan Lusi sudah pasrah. Sebab dia sudah pernah berada di posisi ini dan Feronika baru menemukannya satu bulan kemudian.
Apa dia akan kembali tersiksa?
Ternyata kalau sudah pernah melaluinya, semua ini jadi tak terlalu mengejutkan baginya.
"Hari ini akan berbeda, Lusi. Di depan Tuhan dan alam semesta, gue akan mengakui lo sebagai istri. Kita akan menjalani pernikahan yang abadi," ucap Gavin. Mendengar itu, Lusi membulatkan matanya. Dia panik karena seumur hidup tak akan mau menjadi istri atau disentuh laki-laki tolol seperti Gavin. Kalau sudah seperti ini, Axel yang merupakan pria asing sangat jauh lebih baik darinya.
Lusi jadi teringat kejadian tadi. Dia sangat kasar, ya? Pasti pria itu takkan menemuinya lagi, kan?
"Mmmh!"
Gavin penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Lusi, akhirnya dia melepas kain itu dari mulut Lusi.
"GILA! SARAP! BAJINGAN! BRENGSEK! NGGAK NGOTAK! ANAK ANJ--"
Gavin segera menutup mulut Lusi dengan tangannya. "Hei, hei, hei. Kenapa? Cewek cantik kayak lo nggak boleh ngomong kasar."
Lusi tak peduli. Dia menggigit tangan Gavin yang berada di bibirnya. "Makan itu cantik!"
Karena kesal, Gavin menendang perut Lusi hingga tubuh gadis itu terjungkal ke belakang. Spontan Lusi mengerang kesakitan sebab tendangan itu sangat keras.
Gue nggak boleh mati sebelum ketemu, Bizar! pikir Lusi.
Dia memejamkan matanya kala merasakan pukulan atau tendangan yang Gavin lakukan pada tubuhnya. Meski lengan, kaki, dan wajah Lusi sudah babak belur, dia sama sekali tak menangis atau berteriak.
Malahan dia tersenyum, pikirannya teringat moment saat menghabiskan waktu bersama Axel. Ini bodoh, kan?
"Lo harus pakai," ucap Gavin sambil menunjukkan sebuah gaun pernikahan. "Agar kita bisa segera bersama."
Lusi tak memberikan jawaban. Gavin pun menjambak rambutnya sampai tubuh dan kursi Lusi bangkit kembali.
"Kenapa ... lo nggak bunuh gue aja, Gav?"
Gavin terkejut. Dia segera mengusap air mata yang berlinangan di pipi Lusi. Dia tangkup pipi Lusi lalu menempelkan keningnya. "Gue mana sanggup melihat lo hancur, Lusi?"
Lusi terkejut sebab kata-kata itu juga pernah disampaikan Bizar padanya di detik-detik terakhir kematiannya.
"A--apa maksud lo?!"
"Lusi ... ah, Lauren. Gue juga bertransmigrasi, bodoh!"
Dia juga? Sebagai siapa? Kenapa Lusi tak tau? pikir Lusi.
"Coba lo tebak, gue jadi siapa?"
Lusi berusaha memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk. Apa dia Zodi yang pernah mencoba untuk menusuknya? Atau dia adalah Aydan yang mungkin sedang balas dendam atas kematian Natasya?
Lusi sulit menebaknya. Terlalu banyak tokoh sampai dia tidak ingat.
"Si--siapa?"
"Pergi! Lo itu beban buat hidup gue! Pergilah, anak anjing!" Gavin terkekeh setelahnya. "Ingat itu dialog siapa?"
Lusi berusaha mengingat-ingat. Terlalu banyak hal yang sudah dia alami sehingga sulit untuk mengingatnya lagi.
"Ayah dari tokoh utama!" seru Gavin, membuat mata Lusi membulat. Benar, dialog yang Gavin katakan adalah apa yang pernah disampaikan ayah Natasya!
-----
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top