Dua

"Gue beneran tergila-gila sama lo, Zar."

-Lusi

"Jadi, aku tunangan sama Aydan? Sejak kapan?" tanya Lusi pada Ota yang sedang menyisir rambutnya. Rambut panjang Lauren memang sangat terawat, mungkin karena Ota yang rajin memberikan vitamin untuk kesehatan rambut Lauren. Contohnya seperti mengoleskan lidah buaya.

"Lumayan lama. Sekitar dua tahun yang lalu. Walau sebenarnya, Tuan Besar sudah meminta pertunangan dengan keluarga Tuan Aydan sejak Nona SD," jawab Ota yang telaten menguncir rambut Lauren.

"Kalau pertunangan Lauren dan Aydan masih dua tahun ... itu artinya komik ini masih bab pertama," gumam Lusi.

"Apanya Nona?" tanya Ota yang mendengar gumaman Lusi.

"Enggak kok, nggak ada apa-apa. Jadi, besok aku sekolah kan, Kak?"

"Sepertinya, Tuan Besar masih belum menyetujui hal tersebut. Mungkin baiknya, Nona istirahat dulu untuk beberapa hari," kata Ota yang kini berganti memberikan krim pada wajah Lauren.

Karena aku sudah di sini, gimana kalau ngapelin cogan? Aku juga penasaran gimana rupa Bizar kalau ketemu langsung, walaupun di komik dia udah ganteng banget, sih, pikir Lusi yang diam-diam mengulum senyum. Sebenarnya hanya itu yang membuatnya semangat sekolah. Karena sudah berusia 25 tahun di dunia nyata, dia sudah tidak lagi bergelut dengan tugas-tugas sekolah, tapi di tubuh Lauren dia harus kembali merasakan usia 17 tahun yang menyesakkan.

"Hari ini Nona mau makan apa?" tanya Vivi yang berdiri di belakangnya.

"Ada daging sapi? Aku mau daging sapi digoreng terus campur kecap. Enak banget, tuh!" ucap Lusi dengan semangat.

"Itu ... makanan apa, Nona?" tanya Ota yang tidak pernah dengar.

"Namanya daging oseng. Enak banget! Nanti cobain, deh."

"Chef bilang, dia tidak pernah memasak makanan itu. Apa tidak masalah, Nona?" tanya Vivi sebagai penegasan ulang agar dia tidak keliru.

"Iya, enak kok. Suruh aja dia buat dulu."

"Baik, Nona."

Di dunia komik ternyata makanannya terbatas. Perlu aku catat, pikir Lusi.

***

"Kamu yakin sekolah sekarang, Nak? Ayah khawatir karena kamu baru saja siuman," ucap ayah sembari mengusap kepala Lusi.

"Ayah tenang aja. Lala akan jaga diri baik-baik. Nanti kalau ada apa-apa, aku akan langsung telepon ayah."

Di komik pun sudah tertulis bahwa Pamungkas, ayah Lauren rela melakukan apa saja demi anaknya. Bahkan mengambil bintang di tata surya bukanlah hal yang sulit jika untuk kebahagiaan Lauren. Senangnya, batin Lusi.

"Lala berangkat, Yah!"

Lusi turun dari mobil dan menutupnya kembali. Dia menggendong baik-baik ranselnya dan memperhatikan sekolah besar di depannya. Bentuknya sangat mirip dengan yang ada di komik.

"Lala!!!" seru dua orang bersautan dari jauh. Siapa, ya?

Saat menemukan siapa yang memanggilinya, kedua alis Lusi bertaut. Mereka adalah Cassie dan Bunga. Sahabat Lauren yang sama-sama jahatnya. Sepertinya, Lusi tidak perlu berhubungan dengan mereka lagi, mereka membawa pengaruh yang buruk untuk Lauren.

"Akhirnya lo sembuh!"

"Tau, nih! Kita tuh kaget banget waktu tau lo kecelakaan. Untung sekarang udah nggak pa-pa," ucap Cassie.

"Gue nggak mau temenan sama kalian lagi," kata Lusi langsung, tanpa basa-basi.

"Hah? Kenapa? Kita salah apa?" tanya Bunga yang sudah panik sendiri.

"Apa karena gue sama Bunga nggak jengukin lo? Ya, sorry ... kita berdua kan nggak tau lo sakit apa, takutnya menular," jawab Cassie dengan enteng.

"Yang penting gue nggak mau temenan sama kalian lagi. Kalian jahat," ucap Lusi tanpa ekspresi.

"Terus lo mau temenan sama siapa? Kan lo juga jahat, jadi nggak ada yang mau temenan sama lo. Kita bertiga temenan karena sama-sama jahat dan nggak punya temen, kan?" kata Bunga.

Cassie tampaknya kesal dengan sikap Lauren yang tiba-tiba semakin menyebalkan. "Udahlah, Bung. Kalau dia emang nggak mau temenan lagi ya udah. Yuk, ke kelas!"

Cassie pun merangkul bahu Bunga agar mengikutinya. Sementara Bunga masih menoleh ke samping, tidak enak meninggalkan Lauren sendirian.

"Masalah kedua, selesai."

Baru saja mau melangkah, tiba-tiba suhu udara berubah. Kala melirik ke depannya, Lusi melihat Natasya bertatapan dengan Aydan. Ah, mungkin seperti inilah suasana aslinya. Keadaan di mana pembaca komik akan merasakan kupu-kupu berterbangan di perut saat melihat adegannya. Namun, di sisi lain pandangan mata Lusi malah tertarik ke arah lain. Yaitu kedatangan seorang pria dengan kemeja yang dikeluarkan dan earphone yang terpasang di telinga.

Tubuh tinggi, wajah tegas, alis tebal, rahang kuat, bibir merah segar, itu ... batin Lusi yang membeku di tempatnya.

"Bizar," gumam Lusi.

Pipinya spontan memerah. Jadi... itu Bizar? Bizarki Laxellon, tokoh pendukung yang bertepuk sebelah tangan dengan tokoh utamanya. Saat Bizar mengetahui keberadaan Aydan dan Natasya, saat itu Lusi sadar. Dia harus ada di sisi Bizar, dia harus memberikan kebahagiaan pada pria itu, melebihi kesedihan yang diberikan oleh penulis.

Kringgg!

Bel masuk berbunyi, mengacaukan sesi tatap menatap mereka. Semua siswa berlarian bersama menuju kelas masing-masing. Lusi mengikuti langkah Aydan menuju kelas unggulan, sementara Bizar dan Natasya ke kelas reguler yang paling rendah karena Natasya berasal dari keluarga yang kurang mampu, tapi kalau Bizar karena nama baiknya yang hancur oleh fitnah beberapa waktu lalu sehingga para guru sepakat memindahkannya dari unggulan ke reguler. Lagipula, keluarga Bizar juga baru saja bankrut dan tengah merintis karir dari bawah lagi.

"Wah, sepasang tunangan berangkat bareng, nih!" seru Reno kala melihat Aydan dan Lauren yang sampai di kelas bersamaan. Dengan napas ngos-ngosan, Aydan menoleh. Dia menatap dingin Lauren yang ada di sampingnya. Mungkin bagi Aydan, Lauren hanya penghalang cintanya, tapi itu dulu! Karena sekarang, Lauren tak tertarik pada Aydan sama sekali.

"Lo nggak mati ternyata," ucap Aydan tanpa dosa. Kalau diperhatikan, dia memang tampan. Wajar bagi Lusi jika Lauren sampai tergila-gila.  Tapi dengan karakter seperti Aydan, menurut Lusi, Bizar jauh-jauh-jauh lebih baik.

"Ucapan selamat yang unik, tapi gue nggak butuh." Setelah mengatakannya, Lusi berjalan melewati Aydan begitu saja. Tidak seperti biasanya, sehingga Aydan sempat terkejut.

Setelah semua siswa duduk di bangku masing-masing, guru pengajar pun tiba. Lusi bosan, dia sudah pernah mempelajari materi ini dulu, jadi dia tak perlu mendengarkan guru lagi. Sekarang, area lapangan menjadi perhatiannya. Dari dulu yang dia suka adalah ketika melihat seseorang berolahraga. Karena itu merupakan impian yang tak mungkin dia capai karena sudah sakit cukup lama. Berbaring di ranjang rumah sakit selama belasan tahun cukup membuatnya mual.

Tapi, dengan tubuh ini, dia bisa melakukan apa saja. Dia jadi tak sabar untuk melaksanakan jam pelajaran olahraga.

"Zar, bolanya, Zar!"

"Zar, oper!"

"Sini, Zar!"

Telinga Lusi yang sangat peka langsung mendengarkan semua panggilan itu. Sontak Lusi mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

"Ya, Lauren? Kamu mau menjawab pertanyaan di papan tulis?"

Lusi menggeleng dengan seulas senyuman. "Ke toilet, Bu."

Guru Fisika itu pun mengizinkan. Lusi segera beranjak pergi. Tapi bukan ke toilet, yaitu ke pohon yang ada di dekat lapangan. Di dalam komik, pohon besar ini adalah tempat kesukaan Bizar karena sepi dan udaranya segar.

"Bizar ganteng banget astaga gue pengin ngantongin terus bawa pulang," gumam Lusi.

Sementara di ujung sana ternyata beberapa teman Bizar menyadari keberadaan Lusi yang sudah berdiri lama menonton mereka.

"Aneh nggak sih si Lauren ngelihatin gue terus? Apa dia suka gue? Tapi biasanya mana mau dia ke lapangan kalau nggak ada Aydan," Ucap Dana.

"Pala lu penyok! Mana ada ngelihatin lo?! Jelas-jelas dia nontonin Bizar," timpal Madun.

"Gue?" Bizar jadi ikut menoleh kala namanya disebut-sebut.

"Tuh, Lauren ngelihatin lo. Kayaknya dia ada perlu sama lo. Apa nggak lo samperin dulu? Gue panik dia liatin gitu."

"Iya, bener!"

Karena sudah didesak teman-teman kelasnya, Bizar pun mengalah. Dia menghembuskan napas panjang sebelum memutuskan berjalan mendekati posisi Lauren.

Hah? Gue salah, kan? Kenapa dia kayak jalan ke sini? batin Lusi.

Hingga sampai tepat di depan Lusi, bibir Bizar terbuka. "Ada perlu sama gue?" ucapnya dengan nada begitu dingin. Tatapannya yang tanpa ekspresi membuat Lusi ketar-ketir sendiri.

AAAAAAAAAAAAAAKH! GUE HARUS NGAPAIN?! pikir Lusi yang panas dingin.

"Mau jadi pacar gue?" tanya Lusi dengan posisi yang masih duduk di depan Bizar.

-----

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top