Chapter 2

Waktu berputar..
Rembulan dan mentari kini silih berganti. Hari baru telah bermula untuk dijalani. Sekaligus tanda bahwa umur seseorang...
Semakin berkurang...

Yaya tau, tiada yang abadi di dunia ini. Walau orang itu seorang raja sekalipun, akan pulang ke tempat dimana ia berasal. Gadis itu juga tau, suatu hari nanti, ia akan pergi jauh meninggalkan orang orang yang dikasihi.

Terlebih lagi, sekarang penyakit yang ia derita, akibat ketidak sempurnaan pada organ jantungnya, semakin memburuk. Hanya sedikit harapan yang tersisa baginya untuk bisa sembuh. Jadi ia ingin, sebisa mungkin menjalani hari hari nya dengan riang, penuh senyuman hangat agar bisa dikenang dalam hati semua orang saat dirinya sudah berganti alam kelak.

Walau...

Rasanya sungguh menyakitkan...

Flashback on »
Yaya membuka mata perlahan. Menemukan dirinya terbaring lemas diatas ranjang dan diselimuti kain tipis dalam sebuah ruangan gelap minim cahaya karena tirai juga gorden menutupi jendela, dengan banyak peralatan medis disekitar.

Tidak membutuhkan waktu lama, Yaya langsung mengenali tempat ini. Tempat dimana, yang membuatnya selalu teringat, jika hidupnya tidak akan lama lagi.

Tapi disisi lain... disini jugalah. Tempat ia bertemu dengan seseorang. Seseorang yang mengajarkan padanya apa sebenarnya arti dari suatu kehidupan. Yang selalu ada untuknya. Seseorang yang selalu siap menjadi perisai pelindung baginya. Seseorang yang menjadi sumber kebahagiaan nya dimasa lalu. Seseorang yang setia menemaninya.

Ia merindukan orang itu...

Dimanapun dia berada sekarang, sejauh apapun jarak yang membentang diantara mereka... Yaya tetap berdoa. Agar bisa dipertemukan kembali dengannya sebelum ajal menjemput.

Yaya sedikit meringis saat ia berusaha untuk bangkit dari posisi baring menjadi duduk. Menghela nafas lega sesudahnya. Menyandarkan kepala dan punggung pada dinding rumah sakit. Menoleh kesamping kiri. Memandang tangan tertancap sebuah alat dengan kapas, plester diatasnya. Tak lama menoleh ke arah yang berlawanan. Ketika gendang telinganya menangkap suara dari balik pintu tersebut.

"Bagaimana kondisi Yaya?"

Suara itu...

Ia amat mengenalnya.
Suara lembut penuh cinta. Suara pertama yang didengar oleh seorang anak ketika baru lahir.

Ya..

Itu suara ibunya.

Dihembuskannya nafas gundah. Saat masih tak mendengar jawaban dari pertanyaan sang ibu yang ia tebak kepada dokter. Tapi tanpa dokter itu jawab pun, Yaya bisa tau apa kalimat yang akan menjadi jawaban dari pertanyaan sang ibu.

Di angkatnya kedua lutut kaki sehingga merapat juga menutupi perut dan dada. Menenggelamkan sebagian wajah. Mulai melingkar kan tangan lalu memeluk kakinya. Mengelus lembut kedua lengan atas dan bawah secara bergantian. Seraya berusaha berfikir, ia masih beruntung. Karena ia yakin diluar sana, ada yang lebih buruk darinya. Jadi ia harus bersabar dan selalu berdoa. Itulah yang ia selalu pikirkan. Sebagai upaya menyemangati diri sendiri untuk tetap berjuang melawan kondisi ini. Walau rasa ketakutan akan datangnya maut amat besar.

Ya, ia takut. Sangat takut. Ia takut kematian. Takut tak kan bisa lagi melihat langit malam yang dihiasi bintang bintang. Takut tak kan bisa lagi merasakan hangatnya mentari senja. Takut tak kan bisa lagi bertemu hari esok. Takut tak kan bisa lagi maniknya melihat wajah orang orang yang menyayanginya.

Ia tidak ingin mati secepat ini.

Ia ingin hidup.

Ia ingin menghabiskan waktu bersama mereka yang juga menyayangi dirinya. Ia ingin memperbanyak amal karena Yaya hanyalah seorang manusia biasa. Yang memiliki banyak dosa.

Kenapa?
Kenapa takdirnya ditulis seperti ini?

"Om, Tante, Nezha."

Yaya kembali menoleh ke samping saat mendengar suara seorang gadis yang ia yakini itu adalah Ying.

"Kak Ying?"

"Gimana keadaan Yaya?"

"K-kenapa diam?"

"Kondisinya semakin parah."

Tetesan air bening yang sedari tadi mengumpul dan tergenang dipelupuk mata, mulai terjun bebas membasahi pipi kala mendengar, kalimat membuat semangat hidup yang ia bangun dengan susah payah, runtuh seketika dalam sekelip mata.

"Seperti yang pernah saya bilang sebelum ini, Tuan Yah, Nyonya Wawa, karena Putri Anda memiliki kebocoran pada jantungnya sejak lahir, dia kemungkinan hanya akan bertahan kurang dari umur 20 tahun. Kini kondisinya semakin memburuk. Saya sarankan, selama tiga sampai lima hari ini, Yaya dirawat disini dulu."

Dokter itu menarik nafas dalam dan mengeluarkannya. Ia berkata "Sebenarnya, saya ragu... kalau dia bisa bertahan-"

Bruk!

"KAU INI DOKTER MACAM APA?! BISA BISANYA KAU BERKATA SEPERTI ITU!! ASAL KAU TAU SAJA, DOKTER YANG PERNAH MERAWAT YAYA DULU, GA PERNAH SEKALIPUN BERKATA SEPERTI APA YANG KAU KATAKAN!! DIA MALAH BILANG KALO, BERDOALAH! MINTA PADA TUHAN BIAR DIA BISA SEMBUH, DAN HIDUP DENGAN SEHAT SEPERTI ORANG PADA UMUMNYA!! KARENA DOKTER ITU PERCAYA, YAYA PASTI AKAN PULIH!! TIDAK SEPERTI MU!"

Yaya semakin menenggelamkan wajah pada dekapan kakinya. Menangis kuat dalam kegelapan. Meluahkan segalanya dan berefek samping pada kain hingga basah. Bibir ia gigit. Berusaha untuk tidak mengeluarkan suara dan berteriak, kenapa hidupnya seperti ini???

Sebelah tangan terangkat memegangi dada. Meremas baju berada diatas tepat jantungnya. Semakin deras air mata keluar mengingat disinilah punca masalah dalam hidupnya.

Yaya menelan seliva nya kuat seakan menelan kepahitan yang teramat mendalam. Jika diibaratkan, ia seperti tanaman bunga layu. Yang dedaunan dan kelopaknya kian hari, satu persatu gugur juga hanya mampu bertahan sebentar, sebelum akhirnya tumbang lalu mati diatas tanah.

Ia terus menangis dalam dekapan kaki itu. Karena, tidak dapat mencurahkan isi hatinya pada mereka. Ia tidak mau melihat keluarga juga sahabatnya bertambah sedih hanya karena dirinya.

"Aku mau ketemu ama Yaya."

Yaya tersentak. Sadar bahwa sebentar lagi, ruangan ini akan diisi oleh sahabat juga seluruh keluarganya. Dengan cepat, ia menggerakkan tangan dan menghapus air mata. Menarik kain ke arahnya sehingga menciptakan tumpukan untuk menyembunyikan bekas air matanya. Lalu berekting seakan baru saja bangun tidur.

Cklek

"Hai Ying!" Sapanya ceria tersenyum manis kearah sang sahabat yang kini berada diambang pintu.

Flashback off

Yaya menghela nafas lelah. Lelah akan semua ini. Ingin dia menyelesaikannya sekarang juga, tapi... dia masih takut.

Ia menoleh pada jam di dinding yang menunjukkan pukul 06:00 pagi. Dimana setiap detiknya menghasilkan detak sehingga mengeluarkan suara tik tik tik.

Kemudian menoleh pada sang adik- tertidur lelap diatas sofa panjang yang sengaja disediakan ayahnya jika mereka harus menginap. Berjalan mendekati sang adik dengan niat membangunkannya karena hari ini dia harus sekolah.

Sekarang, tinggal ia dan adiknya saja yang berada dalam ruangan. Yah dan Wawa, sudah berangkat ke kantor barusan. Karena kurang dari seminggu lagi, mereka sekeluarga akan berangkat ke Paris. Jadi, pasangan suami istri itu memutuskan lembur agar urusan mereka cepat selesai.

"Zha, Nezha. Bangun Zha." Yaya mengguncang tubuh sang adik pelan supaya Nezha tak terkejut jika ia bangunkan. Kan, kalau tiba tiba... kasian juga anak ini.

"Zha! Bangun..." kejutnya lagi kala adiknya tak kunjung bangun dan masih tetap menikmati mimpinya. Owh ayolah~ hari ini adalah hari pembagian raport semester ganjil adik nya. Yaya tidak ingin Nezha terlambat. "Hoy, bangun!! Dasar kebo! Bangun! Entar kau telat!!"

Tak lama tersenyum senang melihat adiknya mulai mengerang dan meregangkan tubuh tanda sebentar lagi akan bangun. "Bentar lagi ya Kak~ bentar." Yaya melongo. Sudah benar tadi mau bangun, eh tidur lagi.

"Ga! Pokoknya bangun sekarang! Tar kau telat!" Mutlak Yaya semakin kuat mengguncang Nezha agar mau bangun. Mendengus kecil sebab adiknya masih bersikeras untuk tidur. Ni anak sebenarnya kemarin malam tidur jam berapa sih?

Yaya berseringai saat sebuah ide cemerlang melintas dibenaknya. Ia membunyikan semua sendi jari jari sebagai awalan.

"Bangun! Bangun Zhaa~ banguuunn." Yaya menggelitik tubuh Nezha membuatnya langsung tertawa terbahak bahak akibat geli yang ia rasakan. Sesuai ekspektasi Yaya, mata adiknya langsung segar.

"Hiya iya, aku bangun, aku bangun."

- I'M HERE -

"Ya, kau gapapa kita tinggal sendiri?"

Yaya yang tadinya tengah mengambil dan menyusun peralatan melukis, seperti kanvas, tiang penyangga yang terbuat dari kayu, tak lupa pensil, spidol warna, kuas, juga palet berbalik badan pada Ying dan Nezha yang kini sudah siap lengkap dengan seragam dan tas dipundak. Tersenyum dan menjawab, "Gapapa... Tenang aja~ aku udah biasa."

Ying menganggukkan kepala mengerti. Sebenarnya, itu termasuk pertanyaan bodoh. Jelas jelas Yaya sering ditinggal sendiri karena orang tuanya harus bekerja sementara adiknya harus pergi sekolah. "Okey lah. Tar raport mu, aku yang ngambil," ucapnya dan mendapat respon anggukan setuju dari Yaya.

Selain sekolah Nezha... SMA Yaya juga memilih hari ini untuk pengambilan raport semester ganjil. Sayang ia tidak bisa hadir untuk mengambilnya. Apalagi kalau bukan sebab kondisinya ini? Jika tidak, dia mungkin juga akan berangkat bersama mereka dan saling menjeling bersama Ying. Karena kebiasaan mereka bersaing, masih tak dapat terhapus.

"Kau ada mau pesen ga? Barangkali kangen ama jajanan sekolah?" Ujar Ying terkekeh mengingat kalau sahabatnya ini termasuk dalam golongan orang suka makan. Tapi yang membuatnya heran adalah, kenapa badan Yaya tidak gemuk gemuk? Malah lebih terbilang ideal.

"Pesen seblak satu bungkus!"

"Asiyap! Okey lah. Kami berangkat dulu."

"Assalamualaikum kak!!"

"Yoi! Wa 'alaikumsalam."

Yaya hanya bisa tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. Ingin sekali ia berangkat kesekolah bersama mereka. Tapi ya... sudahlah. Ia kembali melanjutkan aktivitas nya menyusun peralatan melukis kala Ying dan Nezha sudah tak terlihat lagi.

Ia mengangkat kanvas juga penyangganya lalu membawa nya kedepan jendela kaca besar yang terdapat dalam ruangan. Ia berjalan menuju jendela kaca itu dan menggeser. Membukanya. Sempat menghirup udara kotanya yang masih asri ini.

Ia berbalik. Mengambil kursi kecil, menarik meja beroda yang diatasnya dipenuhi cat, kuas, spidol. Lalu meletakannya didepan kanvas dan bersiap melukis pemandangan kotanya dari sini.

Sekitar 5 jam kemudian, lukisan tersebut pun telah selesai. Yaya mendesah lega sebab akhir nya selesai juga. Ia meletakkan palet serta kuas nya diatas meja disampingnya. Tersenyum senang karena lagi lagi, hasil karyanya kembali memuaskan. Ia ingin terus mengasah bakat yang ia miliki saat ini. Sehingga seperti pelukis pelukis hebat yang namanya sudah terkenal.

Yaya berdiri. Meregangkan tubuhnya yang pegal akibat duduk lama. Kembali berjalan mendekati jendela kaca yang kini terbuka lebar. Memandang langit biru cerah yang dihiasi awan awan putih serta burung burung terbang bebas disana.

Tapi...
Tanpa gadis itu sadari, secara bersamaan, namun pada garis waktu yang berbeda, dan tempat nun jauh disana, seorang pemuda juga terlihat sedang mengeluarkan kepalanya dari jendela seraya memejamkan mata. Menikmati hembusan angin sepoi sepoi yang menerpa wajahnya. Ditambah pemuda itu tak memakai topi atau penutup kepala lainnya. Memamerkan rambut hitam kecokelatan dan beberapa helai surai putih yang membuat ketampanannya bertingkat sepuluh kali lipat.

Perlahan, pemuda itu membuka kelopak mata. Menampakkan iris keemasan. Memandang langit pagi dengan perasaan tentram seraya menyeruput secangkir kopi susu hangat yang sedari tadi berada digenggaman tangan.

Keduanya serempak tersenyum manis bahagia kala disuguhi pemandangan langit masing masing yang sungguh luar biasa.

TBC

Okey...
Maaf bagian GemYa nya masih dikit ( ;∀;) dan bang Gem belum muncul sepenuhnya ( ;∀;)

Dan kurasa, ketimbang sad, ini malah membosankan ༎ຶ‿༎ຶ

Jadi ga pede aku tuh ༎ຶ‿༎ຶ

Aku update lagi~~

Karena habis ini bakal sibuk banget (';ω;`) guru ku sangat tega memberi banyak sekali tugas dan yang paling ku benci adalah mencatat! Mana berlembar lembar lagi ಥ‿ಥ

Makasih udah mo nyempetin baca~ aku tau, kalian juga sibuk ama tugas sekolah kan? QwQ

Hiks...

Kita senasib ಥ‿ಥ

Sampe sini dulu ya...

Salam manis, dari anak
Termwanis di dunia
Mwehehehehe

Jangan lupa tekan 🌟

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top