Chapter 3 : Live In The Dark
Krieeett
Suara pintu terbuka dan menampakkan seseorang yang tentu saja Taufan kenal...
"Hik.. Hiks.. Mm...?" Taufan menoleh padanya dengan matanya yang sembab.
"Taufan.. "
"K-kak Hali? K-kenapa kakak ke sini?" tanya Taufan gugup, dan bingung.
"Oh, emm...itu....aku hanya ingin melihat keadaanmu. Tadi aku melihat kau buru buru naik ke atas," ucap Halilintar sama canggungnya sudah beberapa tahun ini dia sangat jarang berbicara dengan Taufan.
"Aku baik baik saja, Kak Hali. Terima kasih sudah mampir," ucap Taufan pelan tidak berani menatap manik merah ruby Halilintar.
"Mm...Taufan?" panggil Halilintar kembali.
"Ada apa kak?" tanya Taufan.
Halilintar jadi bingung, dia ingin sekali mengajak Taufan untuk pergi ke sekolah bersama, namun entah kenapa sangat sulit mengatakan hal itu.
Namun pandangannya segera teralihkan oleh jaket yang di kenakan Taufan.
"Jaket itu?" tunjuk Halilintar.
"Ah? Ini jaket yang Kak Hali berikan padaku dulu," ujar Taufan kikuk sembari melepaskan jaketnya.
"Kau masih memakainya?"tanya Hali, namun Taufan hanya tersenyum pelan.
"KAK HALI KAU DIMANA! CEPAT TURUN JIKA TIDAK KITA AKAN TERLAMBAT!" teriak Blaze dari lantai 1.
Halilintar tidak menjawab, namun beranjak pergi.
"Kau, mau ikut?" tawar Hali.
"....."
'Aku ingin ikut dengan kalian tapi nanti papa akan marah, aku--'
"Hei! Kau ingin ikut tidak?" tanya Hali sekali lagi.
Taufan langsung tersadar dari lamunannya, dan memasang senyum khasnya.
"K-kak Hali duluan saja, aku masih harus bersiap, sebaiknya kakak cepat turun jika tidak papa- maksudku Tuan besar akan marah," ucap Taufan.
"...." Halilintar tidak menjawab, dan beranjak pergi.
Taufan memandang sendu kepergian Halilintar, dia ingin sekali bisa bercanda dengan kakak, dan adik adiknya seperti dulu.
Semakin lama semakin terasa hangat walau disertai rasa sakit hati dan perih.
"...."
"K-kenapa perasaanku tiba tiba tidak enak. Ayo Taufan berpikir positif," ujar Taufan monoton.
Taufan segera memasukan buku buku miliknya, mengenakan sepatu sekolahnya. Tidak lupa memasukan jaket Halilintar kedalam tasnya.
Dirasa sudah siap Taufan bergegas keluar dari kamarnya.
Baru saja dia membuka pintu kamar, dirinya di kejutkan dengan sosok pria yang selama ini selalu membuat Taufan takut untuk bisa berkomunikasi dengan saudara saudaranya.
"P-pa-papa!?" ucap Taufan gagap.
Sosok pria jangkung berwibawa menatapnya dengan pandangan tajam, dan sinis.
"T-taufan, p-permisi dulu y-ya." Taufan menunduk dengan dalam berusaha mengatur detak jantungnya yang tiba tiba berpacu dengan cepat.
Namun baru tiga langkah Taufan berjalan, bahunya di tarik dengan paksa ke belakang.
Sontak hal itu mengejutkan Taufan, langkahnya menjadi tidak seimbang, dan memaksanya berputar balik.
PLLAKK!!!
Sebuah tamparan keras nan perih mengelegar di sepanjang lorong lantai 2.
Pipi kanan Taufan mulai memerah, terasa panas, perih, bercampur aduk menjadi satu. Bahkan di sudut bibirnya terlihat ada darah segar yang siap keluar.
Taufan menatap sosok pria di depannya dengan mata yang mulai berkaca kaca seakan dari mata itu dia bertanya pada pria yang sudah menamparnya dengan keras. 'Apa salahku?'
"P-papa?! A-ada a-pa i-ini?" Tanya Taufan semakin gagap.
Namun pria itu masih menatapnya dengan pandangan sangat benci.
Pipi kanan Taufan semakin terasa nyeri, Taufan berusaha menahan rasa sakit itu dengan memegang pipi kanannya.
"S-sakit..." lirih Taufan.
"Seharusnya kau sudah tau apa kesalahanmu jika kau sudah merasakan tamparan itu," ujar Raihan dingin.
"T-taufan gak t-tau, Tauf---!!" Pembelaan
Taufan terhenti saat Raihan kembali membentaknya.
"APA KAU HARUS AKU TAMPAR SEKALI LAGI, AGAR KAU PAHAM DIMANA LETAK KESALAHANMU!"
"J-jangan pa-papa...isk..Taufan mohon jangan...isk...s-sakit pah," isak Taufan tidak ingin di tampar kembali.
Raihan menggenggam kedua tangan Taufan dengan kuat, hingga membuat Taufan meringis kesakitan.
"Papa!! hentikan...isk..huwaa..s-sakit pah, lepaskan..isk...sakit!!" tangisan Taufan pecah saat tulang tangannya seakan akan diremukan.
"Ku kira kita sudah membahas tentang kududukanmu disini, dan hubungan kau dengan anak anak ku," ujar Raihan datar, tidak ada rasa bersalah membuat anak keduanya menangis.
"T-taufan...isk...gak ngerti pah, Taufan..isk..berusaha melakukan...isk...
Apa yang papa mau," isak Taufan.
"Kau beruntung kali ini aku berbaik hati padamu, akan ku jelaskan apa salahmu....pertama kau berani beraninya memanggilku dengan sebutan itu, sudah aku katakan berapa kali kau tidak memiliki hak memanggilku dengan sebutan ayah!"
"Yang kedua, kau sudah berani melanggar perintahku untuk tidak dekat dengan anak anakku, memang kau siapa. Kau pikir kau punya hak dan kedudukan untuk hal itu." suara dingin, dan mengintimidasi itu berhasil membuat Taufan semakin takut.
"M-maaf...a-aku tidak sadar melakukan hal itu, a-aku minta maaf...T-tuan besar," lirih Taufan.
Raihan hanya menggeleng sembari tersenyum meremehkan.
"Seseorang tidak akan mengulangi kesalahan, jika dia sudah tau bagaimana rasanya hukuman atas melanggar kesalahannya, aku terlalu memanjakanmu sehingga kau mulai melunjak ya." Raihan menarik paksa tangan Taufan menuju lantai 1.
"J-jangan tuan!! Taufan h-harus sekolah, jangan hukum Taufan tuan!!" Taufan berusaha melepaskan gengaman tangan ayahnya.
"Tidak ada gunanya kau sekolah, hanya bisa membuat keluargaku malu...dasar tidak tau diri!" gertak Raihan tetap menyeret Taufan dengan paksa ke belakang rumah.
Taufan mengetahui kemana ayahnya akan membawanya dan berusaha memberontak.
"JANGAN TUAN BESAR, TAUFAN MOHON!! TAUFAN JANJI GAK AKAN NAKAL LAGI, TAUFAN BAKAL TURUTI SEMUA UCAPAN TUAN DAN NYOYA, JANGAN KE SANA TAUFAN GAK MAU!!"
Namun Raihan tidak mendengarkan, sekan menulikan pendengarannya. Kini mereka berdua tiba dia sebuah gudang yang sepertinya sudah lama tidak terpakai.
"Jangan gudang ini, Taufan gak mau..isk...kumohon, maaf Taufan janji gak akan nakal...aku takut gelap...isk...Kumohon jangan!!"
Raihan membuka gudang itu. Suasana di dalam gudang itu gelap, dan dingin. Membuat Taufan merinding ketakutan. Jantungnya kembali berpacu lebih cepat seakan mau meledak.
"Masuk kedalam! Jangan keluar ataupun berisik! Jika tidak, aku akan menambah hukumanmu!" Raihan mendorong Taufan dengan kasar, dan mengunci pintu itu dari luar.
Raihan tau bocah satu itu memiliki phobia dengan kegelapan, dan itu sangat menguntungkan baginya untuk membuat anak itu jera.
Brak! Brak!
"Aku mohon buka! Tuan besar!! Aku benar benar ketakutan disini!! Aku takut!!..Buka! Siapa saja! Aku takut sekali!!" teriak Taufan sembari berusaha membuka pintu namun sia sia.
Tidak ada yang mendengar, walaupun ada mereka berusaha untuk tidak peduli, hanya tuan besar yang bisa membuka pintu itu.
Taufan terduduk lemas, badannya bergetar ketakutan, perasaan cemas, perut mual, kepalanya mulai berkunang kunang.
"Isk...t-tolong...aku, aku mohon lepaskan...isk..."
Taufan perlahan mencoba melihat kebelakang, namun dia segera menutup wajahnya karena saking kagetnya.
Dia merasa seperti ada tangan tangan yang berusaha membawanya pergi menuju kegelapan sana. Entah itu adalah ilusi ataupun memori, yang jelas Taufan tidak akan sanggup berlama lama disini.
"Hiks...K-kak Hali, Gempa, Blaze, Ice, Thorn, Solar....T-tolong kumohon...mana janji kalian untukku...hiks...kalian meninggalkanku sendiri...hiks...Taufan gak kuat!!" isak Taufan membenamkan wajahnya diantara kedua lututnya.
Entah kenapa tayangan ulang seakan berputar di dalam pikirannya.
===
Flasback on~
"Kalian tega banget ninggalin Taufan sendiri! Gak tau ah Taufan kesal!" dengus anak berumur 7 tahun dengan mengembungkan pipinya.
"Kak Taufan maafin kita ya, habisnya kakak tidur sih jadi kita duluan ke taman," ucap anak kecil bernama Gempa.
"Iya Kak, maaf ya gimana kalau besok kita main lagi!" seru Blaze.
"Iya kak upan, maafin Thorn ya !" seru Thorn.
"Maafin Kakak juga ya adikku, jangan mayun terus...jelek," ucap Halilintar.
"Ihh...ok Taufan maafin, tapi ada syaratnya!" dengus Taufan.
"Apa kak?" tanya Ice.
"Syaratnya kalian harus janji jangan pernah ninggalin Taufan sendirian! harus bersama kemana mana, selamanya!" seru Taufan.
"Kakak kan takut gelap makanya minta di temenin," usil Solar.
"Taufan gak mau tau...pokoknya kalian janji ya gak akan ninggalinTaufan."
"Iya kami janji."
Flashback off~
===
Taufan tersenyum rapuh jika mengingat kejadian itu, kejadian dimana dia, dan yang lain masih kecil, masih tidak mengerti apa itu kewajiban, dan reputasi keluarga.
DEG...
"Ugghh!" Taufan berusaha mengatur nafas, dan detak jantungnya.
Jika dia ketakutan berlebihan, dia bisa merasakan sesak yang menganggu pernafasanya.
"Aku memang payah..isk...berpura pura bahagia padahal aku menderita. Tidak menyukai gelap padahal seumur hidupku yang aku lihat hanyalah kegelapan hati...isk..aku tidak tau akan kuat atau tidak...isk...yang jelas selamanya aku sendiri...isk...a..aku..t..Taufan takut!!"
Segera Taufan tumbang karena pingsan, phobianya membuat dia terlelap diantara kegelapan, tidak ada yang tau selain dirinya bagaimana rasanya dipenjara dalam kegelapan dunia nyata dan ilusi.
Hanya dia yang tau bagaimana rasanya hidup selama ini dalam kegelapan tanpa cahaya penerang.
TBC
=============================
HELLO!! SELAMAT MEMBACA CHAP 3~
Tunggu chap selanjutnya dari Aku yah~
Pasti agak lama sih--kuusahakan cepat kok uwu
Gimana menurut kalian chapter kali ini?
Seru bukan uwu
Biasalah author yg buat putripjp32 uwu
Jangan Lupa VOTE dan COMMENT!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top