5


Diana tengah memperhatikan foto-foto yang diupload Lyo melalui ponsel temannya. Perempuan yang tengah hamil itu terkejut saat melihat sebuah bahu, berkemeja hitam difoto dari belakang. Kalau tidak diperhatikan benar, tak akan terlihat . Itupun hanya sebagian bahunya. Karena tertutup oleh tubuh Daud. Sisanya, tidak terlihat sama sekali.

"Itu siapa ya?" Tanya seorang teman Diana.

"Nggak tahu, kemarin soalnya laki gue nggak ada kesana."

"Pacar Lyo?"

"Masak anak remaja pakai kemeja begini? Lagian bahunya gede banget." Tanya Diana balik.

"Laki lo tahu?"

"Nggak yakin gue." Balas Diana.

Perempuan itu penasaran. Siapa pria tersebut. Tidak ada keterangan apapun yang diberikan. Selain foto-foto ulang tahun Daud yang dilaksanakan sangat sederhana.

Tapi kehadiran sosok itu membangkitkan rasa keingintahuannya. Apakah itu kekasih Vera? Pasti orang yang dekat dengan mereka. Tidak mungkin orang luar datang diacara makan malam seperti itu

Ia tidak berani bertanya atau melakukan apapun lagi. Setelah dimarahi Karel habis-habisan. Karena telah menulis tentang hubungan suaminya dan anak tirinya di instastory.

***


Vera meletakkan ponselnya diatas meja kerja. Masalah yang datang akhir-akhir ini benar-benar mengganggunya. Terutama dengan Karel dan juga Daud yang beranjak remaja.

Putranya seakan menjauh, itu yang membuatnya sedih. Ia  panik seharian kemarin. Saat Daud berulang tahun. Putranya malah melarikan diri.
Beruntung, ia ternyata mencari Nico. Lalau sempat bergaul dengan orang yang salah?  Bagaimana dunia akan menudingnya?

Sepanjang acara makan malam, Vera memilih diam. Apalagi melihat wajah kusut Daud dan tangisannya saat meniup lilin. Ia benar-benar merasa bersalah. Bahkan sangat bersalah! Beruntung Nico hadir seolah mendampingi Daud. Ia cukup bersyukur untuk itu.

Pagi ini, ia kembali dikejutkan dengan foto-foto yang dikirim Lyo. Sebenarnya buatnya tidak ada masalah. Hanya saja banyak yang malah tertarik dengan foto bahu Nico. Banyak yang mengira, itu isyarat bahwa Lyo sudah punya kekasih.

Namun tak sedikit yang menerka kalau itu adalah kekasih Vera. Baginya, gosip adalah makanan sehari-hari. Tapi ini sudah menyangkut Nico. Orang yang sebenarnya baru dikenalnya. Bagaimana caranya menjelaskan nanti? Ia tidak ingin membawa pria itu masuk kedalam pusaran masalahnya.

Tambah pusing akhirnya, Vera memilih tidur di kursi.

***

Sabtu pagi, Vera dan kedua putra putrinya tengah sarapan di teras belakang.

"Papi ada telfon kalian soal liburan akhir tahun?" Tanya Vera.

Keduanya menggeleng.

"Mami mau tahun baruan di Medan. Di tempat opung. Kalian ada yang mau ikut?"

Keduanya serentak mengangguk.

"Sekalian mi, aku mau ke Tangkahan. Sudah janjian sama Om Nico."

"Kapan janjiannya? Kita baru ngomong sekarang tentang liburan?"

"Kan dulu mami pernah bilang, mau liburan ke tempat opung. Lagian aku malas kalau harus liburan sama papi dan tante Diana."

Vwra hanya menggeleng.

"Memangnya Om Nico ke Medan, Ud?" Tanya Lyo.

"Katanya iya, sekalian ada beberapa temannya yang orang bule."

"Nanti kamu malah ganggu loh, Ud." Vera mencoba mengingatkan.

"Katanya enggak. Kalau sudah sampai dihutannya kan ada pemandu dari masyarakat setempat. Aku juga akan bawa kameraku."

"Ya sudah, nanti mami akan carikan tiket. Tapi jangan cancel ya. Mahal loh tiket ke Medan bulan Desember."

"Sip, mi." Jawab keduanya.

***


Daud tengah asyik bermain game saat papinya menghubungi. Dengan malas ia menerima panggilan tersebut.

"Halo, pi."

"Kamu sama Lyona liburan sama papi ya akhir  Desember ini. Kita ke Eropa. Supaya sekalian Tante Diana urus visa." Tanya Karel diujung sana.

"Sorry pi. Aku sama kak Lyona mau liburan ke Medan."

"Kok kamu nolak sih. Kan kita biasa liburan akhir tahun bersama? Mau kapan lagi kita bisa bareng-bareng kumpul." tanya Karel heran.

"Tiket udah dibeli mami. Lagian aku udah ngomong sama opung. Papi aja deh."

"Kamu ngapain coba ke Medan. Ada apa disana? Kamu kan sudah sering kesana?"

"Aku ada janji sama Om Nico."

"Nico siapa?" Tanya Karel heran.

"Temannya mami. Dia kerja di penangkaran satwa liar. Aku sekalian mau belajar fotografi alam bebas."

"Papi nggak pernah dengar nama itu."

"Papi memang nggak kenal."

"Orang mana?"

"Apanya?"

"Maksud papi, tinggalnya, pekerjaannya."

"Nggak tahu, aku kenal di pameran waktu itu. Orangnya baik. Mami juga kenal dekat."

Karel memilih tidak bertanya lagi.

"Lyona kira-kira mau ikut nggak?"

"Tanya aja sendiri."

"Bagaimana papi mau nanya. Kalau dia nggak pernah mau angkat telfon papi."

"Ya itu artinya dia nggak mau. Gitu aja kok papi nggak ngerti sih."

Wajah Karel memerah. Kedua anaknya sudah menjadi pembelot sekarang.

"Oh ya, uang bulanan kamu sudah papi transfer ke mami."

"Thank you, pi. Sudah dulu ya, aku mau mandi dulu."

Daud segera mematikan ponselnya. Tidak peduli pada emosi sang ayah.

Akhirnya pria itu menghubungi Vera, untung mantan istrinya segera mengangkat.

"Kamu lagi dimana?" Tanya Karel.

"Siap-siap mau live, kenapa?" Jawab perempuan itu dingin.

"Itu anak-anak aku tawarin untuk liburan bersama ke Eropa kok nggak ada yang mau? Katanya kamu malah ngajak ke hutan."

"Ya, kamu tanya mereka dong. Kan mereka sudah besar. Ngapain nanya aku? Bukan aku yang ajak ke hutan, mereka sudah punya rencana sendiri. Aku hanya ajak ke Medan."

"Kamu mencekoki mereka dengan hal-hal yang tidak benar. Apalagi melepasnya dengan orang yang tidak di kenal bernama Nico itu. Apa nggak takut kamu kalau orang itu ternyata pedophil?"

"Mikirnya nggak usah kejauhan. Aku tahu dengan siapa anak-anakku bergaul. Aku kenal baik dengan Nico."

"Aku bisa saja ke pengadilan untuk mencabut hak asuh kamu. Kalau kamu tidak mengawasi pergaulan mereka."

"Kamu tuh ya Rel, dari dulu sampai sekarang nyinyirnya nggak hilang-hilang! Anak-anak tuh sudah besar. Masak sih kamu mau mengancam terus menerus? Nggak capek apa?"

"Aku hanya memperingatkan kamu. Sebelum Daud menjadi korban!"

"Saat inipun dia sudah menjadi korban. Kamu ingat waktu dia ulang tahun? Ada nggak kamu mengucapkan selamat? Nggak ada kan? Seharian dia pergi dan pulang dengan wajah murung. Dimana kamu? Nggak ingat kan? Atau sengaja?

Kamu sendiri nggak tahu apa yang terbaik buat anak-anak. Mereka nggak butuh liburan jauh dan mewah Karel. Mereka cuma butuh ngobrol dengan orangtuanya tanpa ada orang lain disekitar mereka."

"Kamu menyindir Diana?"

"Aku capek ngomong sama kamu. Ya sudah, kalau gitu, silahkan kamu hubungi anak kamu. Kalau penting banget, tungguin dia disekolahnya. Atau ditempat les mereka! Kemudian tanya langsung. Jadi hidup kamu nggak makin ribet dengan berurusan sama aku." Selesai mengatakan itu. Vera mematikan ponselnya dengan santai. Ia bersiap-siap menggunakan nomor baru yang tak diketahui mantan suaminya untuk mulai Live.

***

"Kak, papi telfon gue. Dia nanya mau nggak liburan ke Eropah?" Tanya Daud pada Lyo yang dengan sibuk mengerjakan tugas sekolahnya.

"Males gue. Mending ke Medan sama mami."

"Gue juga. Ribet urusannya kalau sama papi."

"Eh, tapi lo  mau jalan sama Om Nico kan?"

"Iya, ke Tangkahan. Lo udah tahu bakal kemana nanti?"

"Biasalah, Danau Toba sama nginap di Berastagi."

"Udah booking hotel?" Tanya Daud.

"Belum, entar ngomong sama mami dulu. Ud, kira-kira mami punya uang lebih nggak ya? Kita kan nggak mungkin minta sama papi?"

"Gengsi gue minta sama papi. Soal mami gue nggak tahu. Lo kan lebih tahu uangnya mami?"

"Lo, mending bantuin gue yuk sekarang." Ajak Lyo.

"Bantu ngapain?"

"Jual tas, sama yang lainnya."

"Gue bantu apa?"

"Motret barang-barang jualan gue. Siapa tahu laku, dan bisa buat bayar hotel?"

"Ok siip. Gue bantuin lo. Tapi kalau lo booking hotel, gue gak di charge ya."

Lyo mengacungkan kedua ibu jarinya.

***

Vera dan Syabilla tengan makan siang bersama.

"Bil, uang transferan penjualan kemarin udah lo terima?"

"Udah Ver, thank you banget ya. Gue jadi bisa belanja lagi. Lo kan tahu mata gue gimana kalau udah liburan."

"Ada juga gue yang makasih. Udah dipercaya buat ngejual tas elu. Bisa buat ongkos pulang ke Medan sama anak-anak."

"Gue mau nanya, tapi agak pribadi. Boleh?"

"Nanya aja."

"Siapa sih, cowok pakai kemeja hitam waktu ulang tahun Daud? Bukan Karel kan?"

Vera menghembuskan nafas pelan, karena ulah Lyo, semua jadi bertanya.

"Temen, kebetulan dia dekat sama Daud. Waktu Daud mau ulang tahun kan dia ribut sama papinya. Akhirnya dia malah menghubungi Nico."

"Nico itu siapa?"

"Temen gue, kerja di NGO gitu."

"Lajang?"

Vera mengangkat bahunya sambil menggeleng. "Nggak tahu, nggak pernah nanya."

"Lo kenal banget?"

"Lumayan lah."

"Lo naksir gitu." Tanya Bila.

"Gila lo, gue nggak ada mikir kesana."

"Lo tuh jarang banget muji orang, baik. Kalau lo sempat ngomong gitu, artinya dia memang baik. Gue percaya feeling elo."

"Feeling gue pernah salah waktu milih suami." Balas Vera sambil tertawa kecil.

"Dulu kan Karel nggak begitu. Manusia bisa berubah kan Ver."

"Iya sih?"

"Lo sedih lagi?"

"Nggak, masa-masa sedih itu udah lama lewat. Rasa marah, kecewa dan patah hati juga. Gue cuma kasihan sama anak-anak. Mereka nyari sosok lain buat dijadiin panutan.

Tadinya gue berharap kalau Karel tetap menyadari tanggung jawabnya selain materi. Tapi makin kesini, gue makin ragu."

"Nico?" Goda Bila

Vera tertawa lebar.

"Dia terlalu muda. Kayaknya masih dibawah gue umurnya."

"Yang penting bukan berondong atau Gigolo." Balas Bila.

Keduanya kembali tertawa.

"Thank you ya Bil. Elu tetap mau jadi teman gue. Meski kondisi keuangan gue   sekarang kayak gini."

"Kita temenan dari jaman kuliah. Dan buat gue, elo tetap sahabat yang terbaik."

"Elo juga sahabat terbaik gue. Entar, kalau udah officially, kenalin gue ya sama Nico."

Pertanyaan itu membuat Vera tertawa.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

7520

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top