4

Lyo dan Daud tengah mengikuti acara pernikahan sepupu mereka, dari pihak papinya. Keduanya duduk dimeja yang dikhususkan untuk keluarga.

Sementara Karel dan Diana ikut sibuk menyapa para tamu.

"Gue males banget disini, kak." Bisik Daud.

"Gue juga, apalagi lihat papi."

"Kita pulang aja yuk."

"Belum boleh Ud, belum foto keluarga."

"Ntar kalau foto keluarga, lo deket tante Diana ya kak."

Lyo segera melotot.

"NGGAK! gue dekat papi aja." Tolak gadis itu.

"Lo mah gitu," sungut Daud.

Beruntung tak lama kemudian nama keduanya dipanggil. Benar saja, Lyo segera menempel pada papinya. Dengan pasrah anak laki-laki itu berdiri didekat Diana. Yang sudah memasang senyum sempurna.

Selesai berfoto, keduanya pamit untuk pulang. Karel menatap putra putrinya dengan wajah sedih. Ia tahu, Lyo dan Daud sengaja menghindar. Ia juga tahu, hubungan mereka tak pernah sama lagi sejak kehadiran Diana. Tapi mau bagaimana? Semua sudah terlanjur.

"Kok mereka pulang?" Tanya salah seorang adik Karel.

"Besok mau ada acara, jadi harus bangun pagi." Jawab pria itu lesu. Kemudian memilih duduk.

Diana bukan tak menyadari. Ia sebenarnya kesal setiap kali suaminya bertemu dengan anak-anak Vera. Karena pasti menyebabkan kekecewaan dipihak Karel. Diana berharap, kelahiran anaknya kelak, akan memberi kebahagiaan pada rumah tangga mereka.

***

"Lyo dan Daud kemana Ver?" Tanya Karel melalui telfon.

"Sedang main basket di sekolah. Kenapa?"

"Aku hubungi, tapi nggak diangkat. Apa mereka kosong malam ini?"

"Aku kurang tahu, coba tanya mereka."

"Kamu dimana?"

Vera mengerenyitkan keningnya.

"Sedang di dapur, Daud minta dibuatkan mocca cake."

Diujung sana Karel termenung. Teringat kue-kue buatan Vera. Diana sendiri tidak tertarik untuk kedapur sekarang. Berbeda dengan dulu saat mereka masih pacaran. Entah, mungkin karena sedang hamil.

"Kalau kamu tidak ada lagi yang dibicarakan. Saya tutup ya." Kalimat Vera menghentaknya.

"I..iya, nanti saya hubungi mereka."

Dengan lesu pria paruh baya itu mematikan ponselnya. Ia tahu, benar-benar tahu. Kalau Vera tidak mungkin menghalangi pertemuan mereka. Ini hanya karena kedua anaknya sudah mengambil sikap.

Lalu apa salahnya? Bukan hanya ia yang bercerai di dunia ini. Banyak teman-temannya yang berselingkuh dan bercerai baik-baik saja dengan anak-anaknya. Tapi ia?!

Lyo sudah remaja, Daud sudah hampir dua belas tahun. Tadi ia hanya ingin bertanya tentang rencana ulang tahun Daud di awal November nanti. Ia tidak ingin melewatkan seperti tahun lalu. Ingin menawarkan sebuah pesta. Ia akan memperbaiki kesalannya. Tapi kenapa terasa sulit sekali?

***

"Tadi papi telfon kalian?" Tanya Vera saat makan malam tiba.

"Iya mi, lagi main basket tadi. Jadi nggak dengar." Jawab Lyo.

"Papi nanya aku, mau ulang tahun dimana." Balas Daud

"Kamu jawab apa?" Tanya maminya.

"Paling traktir teman. Nggak mau pesta. Nanti malah ada Tante Diana."

"Iya, terus dia akan pamer di IG. Dan dapat pujian dari teman-temannya. Bikin gue ilfil." Timpal Lyo.

"Yakin nggak mau pesta?" Tanya Vera, berusaha mengabaikan ketidak sukaan anak-anaknya.

"Nggak usah mi. Aku mau ajak teman-teman makan di mal aja. Tapi kuenya mami yang buat ya.  Biasa, mocca." Rayu Daud.

"Sudah bilang papi?"

"Sudah, aku juga tahu kok. Supaya papi nggak menyalahkan mami."

Vera hanya tersenyum.

***

Cuitan Diana menjadi trending topik pagi itu. Saat kalimatnya yang berbunyi,

Kalau disana yang nggak mengijinkan anaknya untuk dekat dengan papinya. Terus salahku dimana?😭😭😭

Ditulis di Instastorynya.

Banyak yang berkomentar. Teman-teman Diana terlihat berusaha membelanya. Mengatakan ia harus kuat demi bayi yang dikandungnya.

Sementara Vera, perempuan itu hanya menggeleng kepala. Tidak berniat menanggapi atau membalas. Baginya Diana dan Karel sama sekali tidak penting! Apa hubungan dengannya? Lagian, bukan seperti itu cerita sebenarnya.

Daud enggan merayakan ulang tahun, karena menghindari mereka. Sayang, tidak mungkin Vera menurunkan harga dirinya untuk membalas kalimat Diana.

Ia lebih memilih menyibukkan diri di rumah seorang sahabatnya sore itu. Sambil mempersiapkan live beberapa produk yang limited edition milik seorang kolektor.

"Lo baca curhatannya Diana tadi Ver?"

"Nggak, gue nggak berteman. Tapi ada beberapa yang mention  dan DM ke gue. Kenapa?"

"Dia jadi trending, karena cuitannya."

"Gue nggak ngerasa melakukan yang dia tuduhkan. Lagian itu kan keputusan Daud. Gue sama sekali nggak ikut campur."

"Gue percaya, anak-anak lo gimana?"

"Belum ketemu. Mereka masih di sekolah."

Sang teman yang bernama Syabilla menyentuh bahunya.

"Apa ini bukan karena kesendirian elo? Jadi dia nyerang elo terus?"

"Nggak ada hubungannya dengan kesendirian Bil, ini murni tentang attitude. Gue nggak ikut campur urusan Karel dan anak-anak. Ini murni, Daud yang nggak mau! Karena nggak suka melihat fotonya yang selalu di upload saat ada pertemuan."

Syabilla memperbaiki letak kerudungnya.

"Gue nggak ikut campur, tapi gue harap lo akan bertahan dari serangan seperti ini. Pernah juga kan ipar lo yang buat beginian?"

"Sepanjang anak-anak dan keluarga gue termasuk elu, percaya sama gue. Itu bukan masalah. Gue nggak akan masuk kedalam perangkapnya. Cuma Karel yang bisa." Jawab Vera sambil tertawa kecil.

Bila juga akhirnya tertawa. Tak lama sudah terlihat wajah Vera di depan layar para followersnya.

Hai semua, ketemu lagi sore ini bareng saya, Vera. Sore ini kita akan Live dari rumah salah seorang sahabat saya. Yang ingin melepas beberapa koleksi limited edition miliknya.

Semuanya berasal dari premium brand. Baik itu tas, jam tangan, scarf, dan juga coat. Kita mulai ya. Bila ada yang berminat. Seperti biasa, hubungi admin saya, Dian. Saat ini dia sedang bersama saya.

Tanpa diketahui, diantara lima ratus lebih penonton. Ada Diana yang tengah mengukir kukunya. Juga Nico yang tengah berada di Bandara.

***

Lyo menyerahkan kembali ponsel temannya.

"Lo nggak mau bales?" Tanya sang teman yang bernama Erin.

"Ntar, gue lagi nyusun kalimat. Biar lebih elegan dari dia."

"Sekarang aja lo tulis. Perempuan kayak gitu kudu dilawan."

Lyo mengangguk. Diana tidak pernah membiarkan hidup mereka tenang. Akhirnya ia mengeluarkan ponselnya dari saku.

Thank God, gue dikasih mami yang sempurna. Yang punya banyak pekerjaan. Jadi nggak pernah punya waktu buat ngurusin sesuatu yang bukan urusannya. Yang nggak pernah curhat di media, karena menjaga perasaan anak-anaknya.

Sehat terus ya mi, ♥️♥️♥️

***

"Om Nico tanggal 2 dimana?"  Bunyi pesan Daud yang masuk ke ponsel Nico.

"Di Jakarta, kenapa?"

"Ketemuan yuk,"

"Itu hari sabtu ya."

"Iya,"

"Boleh, dimana?"

Daud menyebutkan tempatnya. Nico menyanggupi.

"Bawa kamera ya om, aku sekalian mau motret."

"Siip."

***

Daud sedang mencoba kamera Nico yang baru saja diserahkan oleh pria itu.

"Keren nih om, lensanya. Kenapa pilih manual om?"

"Tidak semua kepuasan bisa dipenuhi oleh produk Digital." Jawab pria itu.

"Tapi kan lebih mudah? Dan pasti fokus."

"Tergantung dari sisi mana kamu melihatnya. Hasil foto juga seperti itu. Kamera manual akan lebih mudah menemukan angel yang sesuai dengan keinginan kamu."

"Tapi kan, kalau motret orang bisa langsung kelihatan cantik om."

"Daud, seni memotret manusia, hewan, bunga, makanan. Itu berbeda semua. Ada feelnya sendiri-sendiri. Kamu motret aja terus. Sampai kemudian kamu akan tahu passion kamu dimana. Dan akhirnya bisa menghasilkan foto yang sesuai dengan karakter kamu."

"Aku suka ngelihat fotografer kelas dunia yang menjelajah ke Afrika om. Tas kameranya keren-keren. Apalagi hasil fotonya. Kayak deket banget. Padahal kan mereka kalau motret pasti dari jarak jauh."

"Dan itu butuh kesabaran yang sangat tinggi. Untuk mendapatkan momen terbaik."

"Om."

"Ya?"

"Sesekali ajak dong aku motret di alam bebas."

"Om sih ayo aja. Kamu cari waktu lah."

"Tahun baru aku libur. Boleh dong aku ikut Om Nico. Om ada rencana kemana?"

"Om akan menghabiskan tahun baru di Tangkahan. Sudah lama nggak kesana."

"Ada apa aja disana?"

"Tangkahan itu masih termasuk hutan digugus Bukit Barisan. Selain gajah juga ada banyak spesies burung dan sungainya bagus."

"Om kapan kesana?"

"Mungkin setelah tanggal 25 desember om sudah disana."

"Kayaknya aku bisa om, mami kan mau tahun baru disana?"

"Oh ya?" meski mengucapkan kata itu dengan santai, ada degup didada Nico.

"Om boleh tanya?"

"Apa?"

"Kenapa minta kita ketemu disini?"

Anak laki-laki itu menunduk. Ada mendung terlihat dimatanya.

"Hari ini aku ulang tahun."

"Hei, selamat kalau begitu." Ujar Nico sambil mengulurkan tangannya.

Daud menerima, sayang kemudian menatapnya  berkaca-kaca.

"Aku sedih, mami dan papi berantem lagi. Karena aku menolak dirayakan."

Nico memeluk bahunya. Lama mereka terdiam. Sampai kemudian pria lajang itu berkata.

"Tidak semua adalah kesalahan kamu."

"Tapi aku sedih lihat papi. Dia lebih sayang sama tante Diana daripada mami."

Nico terdiam, ia merasa bahwa Daud hanya butuh teman cerita. Bukan untuk memecahkan masalahnya. Maka meluncurlah kalimat-kalimat sedih dari bibir Daud.

"Tadinya aku cuma nggak mau ada pesta. Cukup ada papi, mami, aku dan kak Lyo. Tapi papi mikirnya lain. Akhirnya aku bilang, aku mau makan siang sama teman temanku aja. Papi marah dan ngira mami yang nyuruh.

Tante Diana juga kirim insta story. Dibalas sama kak Lyo,  akhirnya jadi rame."

"Aku kepengen deh om, punya keluarga kayak dulu lagi. Nggak sering ribut begini. Papi nggak sering marah. Mami nggak perlu kerja sampai tengah malam." Daud benar-benar menangis.

Pria itu hanya memeluk bahunya.

***

Nico menghentikan motornya di depan rumah Vera. Tampak perempuan itu keluar dengan panik. Namun wajahnya segera berubah saat melihat wajah Daud yang terlihat mendung turun dari motor pria itu.

Vera segera memeluk putranya. Saat perempuan itu menatap Nico. Pria itu hanya menggelengkan kepala. Sebagai isyarat agar ia tak bertanya. Mantan istri Karel itu segera membimbing putranya untuk masuk.

"Mami cari kamu dari tadi. Ponsel kamu nggak aktif. Kamu kemana?"

"Taman burung sama Om Nico. Motret."

Maminya hanya menarik nafas panjang.

"Kamu mandi gih, supaya kita tiup lilin."

"Papi ada datang?"

Vera menggeleng.

"Om Nico ikut ya?"  Ucap Daud dengan wajah memohon.

"Sekalian yuk, Nic. Kita makan malam bareng. Belum makan kan?"

Nico hendak menolak, namun tatapan memohon Daud menghentikan niatnya. Kemudian mengangguk.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

6520

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top