3
Nico menggantungkan handuk di jemuran. Kemudian melangkah menuju sebuah meja kecil, dimana laptopnya sudah bernyala. Sambil meminum kopinya, pria itu membuka email yang masuk.
Sebagian hanya sampah. Sebagian lagi laporan kegiatan dan beberapa rencana yang sudah siap direalisasikan. Ia meneliti satu persatu. Beberapa orang temannya juga mengajak bertemu. Untuk yang terakhir Nico hanya bisa tersenyum. Saat sedang berada di Jakarta, ini adalah hal yang ditunggu.
Selesai dengan tugas di pagi hari. Pria itu kembali membuat beberapa rencana kerja untuk tahun yang akan datang. Juga ada beberapa proposal dan laporan yang akan diserahkan kepada pihak donatur.
Nico tersenyum. Ini adalah dunianya. Dari dulu ia suka pekerjaan yang tidak mengurung tubuh dan juga pemikiran. Bisa bertemu banyak orang dari banyak daerah dan negara.
Awalnya ia masuk melalui program internship, diakhir masa kuliahnya. Akhirnya menjadi candu. Apalagi saat berada di alam bebas yang merupakan surga baginya. Menghirup aroma kayu dan lembabnya tanah. Air yang jernih dari mata air besar.
Sampai sekarang tidak ada penyesalan dalam dirinya. Meski tidak bisa semapan teman-teman lama yang sudah mencapai posisi cukup tinggi. Sudah banyak yang ia dapatkan dari sini. Diantaranya, beasiswa saat mengambil S2. Beberapa kali ikut pertemuan di luar negeri dengan biaya sponsor.
Ia benar-benar menikmati hidup. Saat berbincang dengan masyarakat di pedalaman. Yang belum terkontaminasi dengan kehidupan modern. Saat bertemu dengan hewan-hewan yang hampir punah. Membayangkan kehidupan mereka dimasa silam.
Dari hasil menabung ia bisa membeli sebuah apartemen tipe studio. Sebagai tempat tinggal saat berada disini. Ia juga punya sedikit tabungan untuk masa depannya nanti.
Beberapa tahun lalu, saat orangtuanya menjual sebidang tanah yang cukup luas. Ia mendapat bagian. Uang itu dibelikannya sebuah rumah didaerah tujuan wisata. Dan mengelola bersama grup Red Doorz. Paling tidak itu bisa menjadi penghasilan tambahan.
Pendapatan bekerja di NGO tidaklah terlalu besar. Dan sifatnya juga tidak permanen. Nico percaya, ia adalah pengendali bagi keuangannya. Sehingga sampai saat ini, meski pernah tidak bekerja selama tiga bulan. Ia masih berada dalam batas aman. Apalagi ia suka menulis, dan menjadi jurnalis lepas di sebuah media asing yang cukup terkenal.
Namun, beberapa bulan lalu, ketenangan itu terganggu oleh kehadiran seseorang. Vera! Wajah cantik, berkulit putih dan berambut gelombang itu menyiksa malamnya.
Nico masih mencoba menghindar. Ia tahu kalau Vera adalah mantan istri dari Seorang Karel Hutama. Salah seorang pengusaha baja ringan. Perbedaan mereka terlalu besar.
Bukan karena perempuan itu adalah ibu dari dua anak. Ia hanya merasa tidak sepadan dengannya. Melihat apa yang melekat pada tubuh Vera. Rasanya ia harus mundur dengan teratur.
***
Vera tengah memilih beberapa tas yang akan di sale melalui ajang live sore ini. Saat Lyo datang menghampiri.
"Mi, temenku ada yang minta tolong jualkan Elle. Dia dikasih tantenya tapi nggak suka."
"Ya kamu live aja kak. Tapi tas yang itu kan murah. Teman kamu mau jual berapa?"
Lyo menyerahkan sebuah sling bag.
"Ini baru juga paling tinggi 900-an kak."
"Kata temanku kasih dia 400 aja. Never been used mi. Masih lengkap juga tagnya. Beli di KL."
"Ya udah kamu coba nanti. Waktu mami live, mami kasih kamu waktu."
"Thank you mi."
"Oh ya, kenapa nggak buka line sendiri aja sih kak? Nanti punya temen mami yang murah dan cocok buat remaja, mami kasih ke kamu. Kamu buat sendiri di IG kamu. Siapa tahu temen-temen kamu mau."
"Kalau ke mami memangnya kenapa?"
"Nggak enak kak. Di mami paling range harga dua jutaan sampai ratusan juta. Masak ada yang harga tiga ratus ribu? Mending mami kasih ke kamu. Kan lumayan buat nambah uang saku."
"Ya udah, aku coba buka di IGku ya mi."
"Nanti mami akan bantu promo."
"Siip."
Vera hanya tersenyum. Ia memang berniat membagikan ilmunya pada sang putri sulung.
Tak lama kemudian, suara dan wajahnya sudah hadir melalui live streaming.
Selamat sore semua. Hari ini kita ada sale ya. Ada Chanel, Hermes, LV, Loewe dan banyak lagi. Yang pasti lebih murah karena memang, pihak ownernya yang langsung mengurangi harga.
Yuk, siapa tahu ada yang berminat. Oh iya, mau kasih tahu juga. Lyona mulai hari ini mau jualan sendiri katanya. cek IGnya ya. Khusus untuk remaja.
***
Diana tengah merebahkan tubuhnya. Ia lelah seharian dengan perut yang sudah membesar. Karel mengikutinya dari belakang.
"Tadi sore aku nonton live IGnya bu Vera. Lyo sudah punya online shop sendiri katanya. Bukannya kemarin Lyo menolak?"
"Mungkin dia berubah pikiran." Jawab Karel singkat.
"Dia kan masih sekolah. Kayak papi nggak bisa biayain dia aja."
"Justru bagus, dia sudah belajar berbisnis sejak dini. Vera juga kan insting bisnisnya kuat."
Diana memutar bola matanya. Tidak suka kalau dirinya dibandingkan dengan mantan saingannya tersebut.
"Apa Bu Vera sudah kekurangan uang?" Tanya Diana lagi.
"Nggak tahu, dia nggak pernah ngomong. Lagian itu bukan urusan kamu kan?" Balas Karel. Pria itu segera membalikkan tubuhnya memunggungi Diana. Membuat perempuan itu semakin uring-uringan.
***
Vera tengah menenteng beberapa buah paper bag, berisi tas-tas titipan costumernya yang berasal dari luar kota. Mereka janjian bertemu dihotel ini. Hal ini biasa terjadi, ketika costumernya berada di Jakarta.
Saat keluar dari lift sebuah suara menyapanya.
"Bu Vera,"
Perempuan itu menoleh. Seorang pria berada didepan lift sebelah.
"Hai Pak Nico. Apa kabar?" Perempuan itu membalas ramah.
Keduanya saling mengulurkan tangan.
"Sedang apa disini?" Tanya Nico.
"Baru mengambil titipan costumer saya. Anda?" Jawab perempuan itu ramah.
"Saya baru saja selesai seminar. Ngopi sebentar yuk. Diluar hujan deras." Ajak Nico.
Vera berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Ia sendiri sebenarnya sudah sangat lelah.
Akhirnya mereka mampir di sebuah cafe yang terletak di hotel yang sama.
"Karena ini pertemuan kedua, apa boleh kalau kita menggantikan kata anda menjadi kamu?" tanya pria itu.
"Kedengarannya lebih baik" Jawab perempuan itu.
Setelah memesan minuman, keduanya kembali bercakap-cakap.
"Oh ya, saya mau mengucapkan terima kasih karena sudah mengantar Daud waktu itu."
"Sama-sama. Apa katanya?"
"Dia senang sekali, sudah lama kepengen naik motor. Maklum sudah mau remaja.
"Iya sih, aku bisa lihat dari matanya. Apa pekerjaan kamu berkaitan dengan menjual sesuatu?" Tanya Nico.
"Ya, kebetulan saya menjual tas, sepatu dan asesoris lainnya. Yang original dan branded. Kebanyakan sih pre loved. Meski ada juga yang baru."
"Wow, bisnis yang bagus. Karena wanita tidak bisa jauh dari benda itu kan?"
"Ya, sih. Kamu sendiri?"
"Saya bekerja di salah satu NGO. Organisasi nirlaba asing untuk pelestarian satwa langka di Indonesia."
"Keren."
Nico tertawa,
"Bagi perempuan biasanya pria keren itu adalah yang bekerja digedung bertingkat. Dengan dasi dan mobil mewah."
"Sepertinya kamu pernah punya masalah dengan itu." Balas Vera sambil tersenyum.
"Pengalaman beberapa teman saya."
"Yakin?"
"Banget. Oh ya bagaimana kabar Daud?" Tanya pria itu.
"Kamu masih ingat nama anak saya?"
"Masih, dia anak yang lucu. Mau tahu banyak. Dan kalau nanya detail banget."
"Dia memang begitu. Tipikal anak bungsu kan? Daud baik. Oh ya, apa dari dulu kamu memang tertarik dibidang ini, Nic?"
"Bisa dibilang begitu, saya pernah ikut progran internship diakhir masa kuliah. Kebetulan ambil S1 jurusan Biologi. Jurusan yang sebenarnya kurang populer ya. Jadi nggak jauh-jauh bangetlah.
Tersesat di jalan yang benar kata sebagian orang."
"Apa perlu pendidikan khusus? Maksud saya, harus jurusan seperti yang kamu sebut tadi? Maksud saya--"
"Banyak kok yang mengira seperti itu. Mereka nggak tahu aja kalau dikami tuh ada yang dokter hewan, Sarjana kehutanan. Dan masih banyak lagi."
"Iya ya, hewan juga butuh dokter kalau sakit. Sorry selama ini saya kira, kalian hanya sekedar dipenangkaran, urusin hewan. Ya gitu deh."
Keduanya tertawa. Nico menatap Vera dengan intens. Ia suka senyum perempuan didepannya.
"Lalu dana kalian? Kan nggak mungkin bergerak tanpa dana."
Kembali pria berusia tigapuluh enam tahun itu tersenyum.
"Beruntung, banyak orang yang masih peduli. Beberapa perusahaan besar menyisihkan dana untuk kami melalui CSR mereka. Meski kami juga menyeleksi, jangan sampai perusahaan perusak lingkungan ikut ambil bagian.
Sebagian juga dari lembaga-lembaga nirlaba internasional. Seperti USAID atau EU. Tapi tetap diawasi oleh pemerintah. Karena kita kasih laporan juga kan?"
"Terus pernah juga di mal ada dari WWF yang nawarin adopsi pohon."
"Ya, kalau itu masuk ke sumber dana yang berasal dari perorangan."
"Jujur, baru kali ini saya berhadapan dengan yang seperti ini. Kerja dilapangan itu pasti mengasyikan ya, Nic?"
"Yang pasti setiap pekerjaan punya tantangan sendiri-sendiri. Kebetulan saya memang suka dengan kehidupan alam liar. Dan tidak pernah berminat untuk bekerja dibelakang meja."
"Pengalaman yang tidak terlupakan?"
"Saya cukup kenyang dengan segala permasalahan dilapangan. Pernah dikejar-kejar oleh masyarakat setempat Karena melarang seorang anak setempat menggunakan alat penyetrum saat mencari ikan.
Juga pernah harus berhadapan dengan sebuah perusahaan perambah hutan. Karena mereka telah melewati batas yang disepakati. Suara Chainsaw jelas menimbulkan kepanikan bagi orang-utan yang berada diwilayah kerja kami.
Pernah juga merasakan kelaparan, akibat lamanya pengiriman makanan. Karena sungai sedang meluap. Sementara perahu ketinting sangat kecil. Dan tidak bisa melawan arus yang deras."
"Saya nggak nyangka kalau sampai seperti itu. Kebayang bagaimana serunya hidup kalian."
"Karena itu, sedih rasanya kalau berhadapan dengan orang atau pejabat yang menyepelekan kehidupan satwa langka. Rasanya ia ingin marah. Saat mereka menganggap keberadaan hewan hanya menghambat sektor ekonomi. Padahal kan ekosistem harus dijaga."
"Iya sih," jawab Vera sambil mengaduk minumannya.
"Kamu sendiri?"
"Ibu saya kebetulan suka barang dengan kualitas bagus dari dulu. Jadi sejak muda terbiasa dengan barang-barang original koleksi mami. Mau nggak mau saya jadi terlatih. Membedakan mana kulit asli atau enggak. Juga bagaimana kualitas jahitan, hardware dan sebagainya. Sampai akhirnya nyemplung dibidang ini."
"Kamu cocok bekerja dibidang itu."
"Kamu nggak lagi nyindir saya kan?"
"Sama sekali enggak, Setiap orang punya passion yang berbeda kan?"
Obrolan itu terasa semakin menarik, hingga keduanya tak sadar dua jam sudah berlalu.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
5520
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top