♤ILU♤ : 5

Move on KUBACA & DREAME ya, Gaes, ya😘




Jangan lupa vote sama komen 💃💃

Setelah mengantarkan Aline ke sekolah, Elena langsung menuju kantor.

Namun di perjalanan tiba-tiba saja ban mobilnya kempes.
Elena merutuki kemalangannya, padahal dia tengah terburu-buru. Elena memgambil tasnya kemudian segera keluar dari mobilnya.

"Gara-gara itu bocah, pake nyuruh ganti mobil segala macem, akhirnya begini kan?" Dengan rasa dongkol, Elena menendang ban mobil menggunakan kakinya. "Aduuhhh ...!" Teriaknya karena terlalu keras menendang ban mobil kakinya sampai berdenyut.

"Naik goje* aja kali ya? Biar cepat!" Elena melirik penampilannya sendiri yang hanya mengenakan span rok pendek bagaimana caranya naik ojek?

"Okeh, gocar."

Elena membuka salah satu applikasi taksi online. Belum sempat Elena memesan taksi tiba-tiba sebuah mobil yang di tumpangi oleh seseorang yang di kenalinya melintas di hadapannya.

"Bukankah itu si Nadine sama Gery? Mereka ada di sini?"

Elena meremas dadanya sendiri merasakan nyeri yang kembali datang.
Tubuhnya terasa lemas, tungkai kakinya pun terasa tidak memiliki tulang.

"Ya tuhan jangan sekarang, jangan di sini." Elena menggapai pintu mobil mencari pegangan.

Elena akhirnya duduk di atas aspal, badannya masih gemetar karena menahan emosi.

"Kenapa, kenapa sakitnya masih ada di sini?" Teriaknya sembari memukul-mukul dadanya.

Elena menangis sejadi-jadinya di pinggir jalan tanpa mempedulikan keadaan di sekitarnya.

Lelah menangis, Elena duduk bersandar di mobilnya dengan kedua lutut di peluknya erat.

Suara dering ponsel miliknya terus menerus berbunyi, tapi Elena mengabaikannya.
Kesadarannya seolah enggan pulih dan dia hanya diam.

Suara ponsel kembali terdengar, Elena melirik tas miliknya yang tergeletak di atas aspal.

"Ha halo ...

"Kakak ada di mana?" Terdengar suara panik adiknya dari seberang telepon.

"Di mana? Di ... jalan ... mereka ada di sini, mereka ada di sini ...," ucapnya dan tangispun kembali pecah.

"Kak, tolong beri tau aku, kakak ada di mana?" Suara panik adiknya yang kembali terdengar sedikit demi sedikit membuat kesadarannya pulih.

"Di jalan dekat sekolah Aline!" Ucapnya di sela suara isakan.

"Kakak jangan kemana-kemana aku akan segera kesana."

Panggilan langsung terputus, tapi Elena tidak mempedulikannya dia masih terisak.

○●○

Davi tiba di kantor lebih pagi dari biasanya, dia pun langsung menyiapkan beberapa berkas yang akan di bawa pergi.

Setelah semua siap dia segera keluar ruangan dan meminta Lina, sekretarisnya untuk ikut.

Belajar dari pengalaman sebelumnya yang membuat calon investornya menunggu, akhirnya Davi berangkat lebih cepat.

Davi yang di temani Lina tiba di kantor Wijaya Group 30 menit sebelum jadwal meeting.

Dia hanya di sambut Doni, asisten Cristian.
Walaupun dalam hati bertanya-tanya, dan mencari keberadaan CEO mereka, tapi Davi tidak berani menanyakannya secara langsung.

Sampai tiba waktu yang di jadwalkan, tidak terlihat tanda-tanda kedatangan Cristian ataupun Zahra.

Doni datang menghampiri Davi, dengan wajah terlihat cemas.

"Maaf Pak Doni, apa Pak Cris belum datang?" Davi langsung bertanya pada Doni tanpa menunggu pria itu mendekat ke arahnya.

"Saya minta maaf sebelumnya, ini di luar kehendak kami. Pak Cristian tidak datang ke kantor hari ini!" Davi terlihat sangat kecewa begitu mendengar keterangan Doni. "Pak Cristian kurang sehat dan seharusnya,
yang akan menemui anda adalah bu Elena, tapi ...

"Ada apa?" Davi melihat kecemasan di raut wajah Doni.

"Bu Elena mengalami sedikit masalah di jalan dan sekarang Bu Zahra sedang menjemputnya ke sana,"

"Zahra? Bukankah Cris sedang ...

"Iya, tadi Bu Zahra juga sedang dalam perjalanan ke sini, tapi harus menjemput Bu Elena dulu," Doni menghela nafas berat lalu melanjutkan ucapannya. "Kami minta maaf karena sudah membuat anda menunggu."

Setelah menyampaikan permintaan maafnya Doni meninggalkan ruangan.

"Pak Davi kenapa gak komplen sih? Masa kita di suruh menunggu begini seperti orang tidak ada kerjaan saja." Lina sekretaris Davi terlihat beberapa kali mendesah karena ikut menunggu.

"Jangan bicara sembarang Lin, saya kan sudah bilang jaga ucapan kamu baik-baik." Sergah Davi, walaupun yang di katakan Lina ada benarnya, akan tetapi Davi masih memakluminya begitu mendengar Elena ada masalah di jalan.

Bosan menunggu Davi akhirnya bangkit dari tempat duduknya, sekedar ingin meluruskan kaki yang terasa pegal.
Langkah kakinya membawa dia ke depan sebuah ruangan yang pintunya separuh terbuka.

Davi mendekati ke arah pintu dan menatap seseorang yang berada di dalam ruangan.

"Kak, Akan ada waktu di mana seseorang yang terlihat kuat, terlihat bisa melalui segalanya dengan baik, terlihat tenang dalam berjuang. Tiba-tiba dia menghadapi situasi di mana dia ingin kabur saja, ingin menyerah, merasa lelah, ingin menghilang sebentar saja dan hal frustrasi lainnya yang datang secara bersamaan, itu wajar kak! Tapi kakak juga harus ingat, bukan cuma kakak yang merasakan kesakitan di abaikan dan di kecewakan, ada Aline juga!"
Davi mendengar dengan jelas suara itu, setiap kata demi kata yang di ucapkan oleh mantan tetangganya.

"Siapa Aline?"

"Kakak tahu 'kan aku juga mengalaminya, Detik itu aku menyadari ketika perasaan-perasaan negatif datang padaku, itu adalah saatnya aku berhenti sejenak, duduk diam meluangkan waktuku berdua saja antara aku dan Allah, kemudian menangis sepuasnya. It's okay to cry, Kak, Bahkan langitpun sesekali juga menangis. Tangisan langit adalah tetesan air penuh berkah dari Allah untuk seluruh hamba-Nya di dunia. Tangisan kita juga sama. Tetesan air mata mengalirkan segala bentuk emosi yang kita rasa. Biarkan mengalir, biarkan keluar. Turun perlahan beriringan dengan untaian doa yang Kakak panjatkan kepada-Nya saat meminta pertolongan. Rasakan air mata turun dan biarkan Allah menghapus air mata Kakak dengan cara-Nya."

Bukan salahnya jika kini kedua kakinya bagai terpaku dengan lantai dan mendengar setiap perkataan Zahra yang di tujukan pada kakaknya.

Samar-samar terdengar suara isak tangis yang sangat memilukan. Jadi, siapa yang di ada di hadapan Zahra itu, apakah Elena?

"Allah hears every cry. He knows how hard you try."

Davi mengusap wajahnya dengan kasar mendengar ucapan terakhir Zahra.

Dalam hati terbersit ribuan tanya, apa benar wanita yang di semangati dan di nasehati Zahra adalah Elena? Tapi kenapa? Bukankah Elena wanita yang selalu terlihat ceria dan bahagia?

Setelah tidak sengaja menguping Zahra, dengan susah payah akhirnya kaki Davi bisa di ajak gerak, dan kembali menuju ruang meeting.

Jangan lupa vote dan komen💃💃

Davi kang intip 😏😏😏😏😏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top