5/2
I Love You're Doing That
Bicara
[ ]
Gerka yang menjadi anak satu-satunya memilih untuk menuruti kemauan mamanya untuk bertemu dan bicara. Tidak ada yang Gerka ingin tebak dari agenda hari ini. Mamanya mungkin memiliki pembahasan lain yang tidak berkaitan dengan apa yang ada di pikiran Gerka saat ini. Jika memang iya, Gerka sendiri tak tahu harus bersikap bagaimana untuk menanggapi ucapan mamanya.
Urusan pekerjaan selalu memiliki celah untuk diemban oleh beberapa anggota lainnya di kantor, tapi urusan mamanya ... Gerka tidak bisa membawa wakilnya untuk menghadap sang mama yang sudah terlihat siap menyambut kedatangan Gerka.
"Assalamualaikum, Ma."
"Waalaikumsalam." Audree terlihat sangat santai menyambut putranya. "Udah sarapan?"
Gerka menatap mamanya dengan was-was. Kenapa nggak ada ciri-ciri yang aneh dari mama? Gerka yakin ada hal yang penting dan sangat berpengaruh untuk kehidupan Gerka. hal yang juga berhubungan dengan kelangsungan Gerka dan Juita.
"Kebetulan belum, Ma."
Audree membawa tubuh putranya untuk duduk di kursi makan dan antusias menyiapkan semua menunya ke dalam piring sang putra. "Mama masak agak banyak, Ka. Kamu harus makan yang banyak, ya."
"Sepagi ini mama masak banyak, buat apa? Mau ada acara apa? Pengajian, kan, udah."
Senyuman Audree melebar hingga ke mata, tampaknya wanita itu sangat bahagia. Gerka menjadi urung untuk memperkirakan kemungkinan terburuk atas apa yang ingin mamanya bicarakan jika begini.
"Mama kenapa senyum-senyum gitu? Mencurigakan."
Audree tidak langsung menjawab dan hanya berkata, "Mama bicara setelah selesai makan, ya. Kamu habisin."
Gerka tidak memiliki cara lain untuk memaksa mamanya bicara sekarang juga karena rasa penasaran dalam dirinya semakin menjadi-jadi. Gerka tetap berusaha santai dan menghabiskan makanannya dengan Audree yang masih senantiasa menjadi ibu rumah tangga yang baik.
"Mir, jangan lupa makanan buat nanti siangan dikit jangan sampe diacak-acak kucing. Kadang peliharaan tetangga suka masuk dari pintu belakang." Audree memperingatkan Namira yang sudah bekerja cukup lama di rumah itu.
"Iya, Bu. Makanan tamu saya amankan."
"Jangan iya, iya. Nanti kamu lupa pastiin kayak kamu lupa kunci pintu gudang."
Gerka tersedak saat mendengar kalimat mamanya yang mengingatkannya pada apa yang dirinya dan Juita lakukan di gudang. Rupanya Audree mengetahui gudang telah digunakan malam itu. Kok, bisa mama ke sana? Gerka tak yakin apakah mamanya mengetahui ulahnya dan Juita atau tidak di gudang.
"Ya Allah, Gerka! Kamu ngapain sampe keselek begini?" Audree mengangsurkan segelas air agar putranya bisa minum dan menetralkan batuknya. "Minum pelan-pelan. Baca doa, bismillah."
Gerka mengikuti arahan mamanya dan minum dengan tenang. Perlahan, tenggorokannya sudah kembali normal.
"Udah, Ma."
"Alhamdulilah. Kamu bikin mama takut aja, deh, Ka! Jangan buru-buru kalo makan.
Bukan masalah buru-buru atau nggak, tapi aku kaget mama bahas gudang yang nggak kekunci.
"Iya, Ma."
Audree kembali sibuk dan Gerka menyelesaikan sarapannya dengan pikiran melayang jauh. Sebagai pelaku kejahatan, Gerka sudah pasti diintai dengan rasa bersalah. Itulah kenapa hatinya tak tenang dan terus merasa rahasianya tak aman.
"Ma, aku udah selesai."
Audree mengiyakan dan mengurusi bekas makan putranya.
"Tunggu di ruang santai, ya, Ka. Mama nyusul. Jangan bernagkat kerja dulu, mama beneran mau ngomong serius."
"Iya, Mama."
Audree mempercayai putranya dan membiarkan Gerka menuju ruang santai. Langkah Gerka sebenarnya berat, tapi dia tak bisa lari kemana pun lagi.
Tak lama, Audree datang dengan membawa jus jeruk segar dengan biskuit buatan sendiri. Wanita itu tak pernah membiarkan Gerka kekurangan makanan sedikitpun.
"Mama mau ngomong apa?" tanya Gerka langsung. Tak sabar untuk mendengar kalimat yang akan keluar dari bibir mamanya.
"Ih, kamu ini nggak sabaran banget. Mama padahal mau bikin kamu lebih penasaran lagi." Audree mengucapkannya dengan tawa renyah.
"Duh, Mama jangan gitu, dong. Aku udah penasaran mama mau ngomong apa."
Audree menata posisi duduknya dan berdehem singkat sebelum memulai kalimatnya.
"Jadi, gini. Mama kemarin ketemu sama teman lama. Alhamdulillah sekarang udah punya pesantren modern dan punya banyak anak didik yang perilakunya terjaga."
"Mama mau aku masuk pesantren?" tanya Gerka yang tak sabaran dengan kalimat pengantar mamanya.
Audree menepuk paha putranya kesal."Bukan, Ahmad Gerka Daud! Dengerin mama dulu makanya."
Gerka diam dan memberikan waktu sepenuhnya pada sang mama.
"Temen lama mama ini, kan, berhasil mendidik anak-anak pesantren. Mama juga nggak sengaja ketemu sama anak-anaknya. Pas ketemu, hati mama langsung adem, Ka. Mama seneng banget sama anak sulung temen mama itu. Kalem, cantik, punya bisnis pakaian tertutup, cerdas pokoknya."
Gerka mulai tak tenang dengan kalimat lanjutan mamanya karena sudah merangkak pada pembahasan ciri-ciri perempuan yang mamanya suka untuk menjadi calon menantu.
"Terus kenapa, Ma?"
"Ya, mama pengen kamu coba percaya sama mama untuk dikenalkan sama anak temen mama itu. Sama kayak Juita yang mama kenalin ke anak temen mama yang seiman, kamu juga harusnya nurut kayak Juita."
Ini seperti jebakan untuk dua mangsa. Audree ternyata bukan hanya ingin membuat Juita terikat dengan pria lain, tapi juga menginginkan Gerka bersama calon pilihan Audree.
"Ma, aku bisa cari calon pendamping sendiri. Nggak perlulah perjodohan begitu."
"Dicoba dulu aja, Ka. Kamu jangan kaku, gitu, ah. Kalo memang nggak cocok, tinggal bilang aja, kok. Nggak ada unsur paksaan."
Gimana, nih? Kalo nolak, mama bakalan gali alasan gue kenapa nolak. Gerka berpikir dengan keras.
"Udah, deh. Ikutin saran mama kalo kamu mau bebas bekerja, kalo nggak, mama bakalan masukin kamu ke pesantren beneran biar nggak bisa bebas lagi."
Meski itu hanya omong kosong, tapi Gerka tak mau memunculkan kecurigaan mamanya. Mau bagaimana lagi? Gerka harus setuju.
[Ya, ampun. Udah lama banget aku nggak update cerita si Ahmad Gerka Daud ini.😂😂😂]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top