5/1

I Love You're Doing That


[]

Gerka akhirnya menemukan nama asing yang tersimpan di kontak telepon Juita. Nama Yoga yang tidak pernah disebut dalam pertemuan kerja maupun kenalan Juita, dengan mudahnya Gerka hapus dari sana. Tak lupa Gerka untuk memblokir nomornya terlebih dahulu. Gerka tak mau ada kesempatan bagi pria itu untuk menghubungi Juita lebih dulu.

Sekarang, hatinya lebih lega. Dilihatnya Juita yang terlelap berbantal lengan Gerka, kelelahan karena pria itu sengaja menggempur sang lawan hingga tak ada waktu bagi Juita untuk menjeda sperma Gerka berselancar. Benar-benar tak seperti biasanya. Juita akan sangat marah jika mereka tak tidur dalam kondisi bersih. Besok, perempuan itu akan mengoceh dan marah pada Gerka hingga tak karuan. Ranjang yang mereka gunakan kini kotor bukan main.

"Tumbuh di sana, ya." Bisikkan Gerka pada permukaan perut Juita tak bisa didengar lagi oleh perempuan itu. Suara dengkur Juita bahkan terdengar.

"Kalo kamu datang, papa akan bawa kalian pergi. Kita bangun hidup bertiga. Kamu nggak usah takut, papa akan ngumpulin uang dan bikin persiapan. Siapa tahu PH papa langsung ditutup sama kakek nenek kamu. Papa akan bikin rencana untuk kita."

Gerka hanya perlu membayangkan makhluk kecil itu tumbuh sehat dan kuat di dalam kandungan Juita, dengan begitu ia sangat bahagia. Hidup ini memang harus dijalani dengan kebahagiaan, kan?

Semoga saja apa yang Gerka inginkan itu bisa terkabul tanpa satu penghalang. Gimana kalo malah tambah ancur? Pertanyaan yang muncul di kepala Gerka sendiri itu menguasai pikirannya. Memangnya benar bisa terjadi seperti apa yang Gerka harapkan? Bukankah jalan seseorang memang tak sama dan tak selalu menyenangkan? Jika mengacu pada kebahagiaan, pasti ada duka yang mengiringi juga.

"Ka?" panggil Juita dengan suara yang serak karena masih begitu mengantuk.

"Kebangun?" Gerka berusaha mengembalikan ponsel perempuan itu samar.

"Kamu ngapain hape aku?"

Gerka membuat alasan yang langsung terngiang di kepala. "Alarm, buat kamu bangun lebih pagi dari aku." Memang Gerka sempat mengatur alarm baru supaya Juita bisa tidur lebih lama dan menonaktifkan alarm yang biasa perempuan itu gunakan.

"Hmm ... ok." Juita tidak memperpanjang pembicaraan mereka karena mengantuk. Gerka tersenyum karena perempuan itu tidak masalah sama sekali dengan hal itu.

"Tidur yang nyenyak, Ta."

"Hm."

Besok, tak akan ada lagi panggilan dari Pranyoga yang bisa membuat Gerka lebih tenang menjalani harinya.

*

Mama [Sebelum berangkat kerja kamu pulang dulu. Mama mau ngomong.]

Gerka merasa ada yang tidak baik-baik saja dengan pesan yang dikirimkan sang mama. Bohong jika Gerka tidak memikirkan kemungkinan Audree akan memisahkan dirinya dan Juita. Dengan sikap buru-buru ingin mengenalkan Juita pada pria yang dikenal Audree dari kenalannya yang berbeda keyakinan dengan mereka, sudah pasti ada maksud yang mamanya persiapkan tanpa Gerka ketahui kapan gerakan tersebut akan direalisasikan.

Bangun lebih awal dari Juita, pria itu bergerak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Pesan yang mamanya kirimkan tak Gerka balas. Bukan apa-apa, itu hanya akan membuat Audree mengirimkan lebih banyak pesan atau malah menelepon Gerka yang sekarang berada di tempat Juita.

Dengan kualitas tidur yang tak nyenyak, menunjukkan Gerka terlalu banyak berpikir. Ya, memikirkan nasibnya dan Juita yang terancam besar untuk saling kehilangan. Sudah menyadari hal itu, tetap saja Gerka keras kepala bertahan dan ingin meneruskan hubungan yang tak jelas statusnya menuju masa depan. Memaksakan kehendak yang sebenarnya mungkin malah membawa bencana.

Mengguyur kepalanya denga air dingin, Gerka tidak menyadari bahwa Juita sudah bergabung dengan pria itu untuk membersihkan tubuh.

"Lama banget, sih, mandinya!" seru Juita membuyarkan lamunan Gerka di bawah guyuran air.

"Kamu udah bangun?"

Juita tidak menggubris pertanyaan pria itu dan memilih buru-buru mandi. Dia sudah sangat terlambat untuk masuk ke kantor.

"Kamu sengaja, ya, ganti alarm? Bukannya bikin bangun lebih cepet malah yang ada aku makin telat, Ka!"

Perempuan itu menggosok tubuhnya dengan menggerutu pada apa yang sudah Gerka lakukan. Melihat itu membuat Gerka tertawa. Yang ditertawakan justru semakin kesal.

Dengan pelan, Gerka menyentuh wajah Juita dan meminta atensi perempuan itu seutuhnya.

"Ta, aku sengaja pasang alarm lebih lama. Kamu nggak perlu masuk kerja hari ini, aku akan bilang ke anak-anak."

Juita menolak dengan tegas. "Mereka akan menilai ketidakhadiran aku sebagai rumor. Aku udah capek, ya, sama sikap kamu belakangan yang seenaknya. Kamu bilang cinta sama aku, tapi kamu malah menyulitkan aku, Ka."

Gerka bisa melihat raut lelah yang memang tidak Juita tutupi. Perempuan itu tidak bohong sama sekali. Setelah percintaan mereka semalam dan pernyataan hati Gerka, tampaknya memang harus ada yang diubah.

"Kamu maunya gimana, Ta? Aku pengen kasih kenyamanan buat orang yang aku cinta. Kamu malah marah aku kasih libur kerja."

Juita buru-buru menyelesaikan agenda mandinya, mendahului Gerka yang menatapnya heran. Sebelum keluar dari kamar mandi, Juita memberikan ultimatum. "Kalo kamu cinta aku dan mau hubungan ini berjalan dengan baik, jangan bersikap seenaknya. Kamu juga harus tahu diri buat nggak deket-deket perempuan lain kalo kamu nggak mau aku coba kenal laki-laki lain."

Gerka hanya bisa mematung dan berusaha untuk mengabulkan apa yang Juita mau.

"Juita udah mau komit nggak mengenal cowok lain, semoga mama nggak nekat dan maksa laki-laki manapun masuk hidup Juita."


[Hi! Bakalan ada voucher buat di karyakarsa, tungguin pengumumannya, ya!]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top