3/2

Mereka yang tiba-tiba hilang ketika pengajian berlangsung membuat Audree bingung mencari keberadaan keduanya. Bukan menjadi hal yang biasa, meski mengingat Juita dan Gerka dekat, Audree tidak paham kenapa keduanya bisa menghilang dan membiarkan camilan beserta botol mineral di gazebo belakang.

"Namira, kamu bersihkan itu, bawa ke dalam." Audree menyuruh Namira untuk membawa makanan dan mineral yang tak dikonsumsi siapa pun itu.

"Baik, Bu."

Audree masih berada di halaman belakang, dia masih penasaran kemana anaknya dan Juita pergi. Mengecek gudang, Audree tak menemukan siapa-siapa. Memang agak tak masuk akal, tapi entah mengapa Audree merasa bahwa ada yang aneh.

"Mir," panggil Audree pada pembantunya.

"Ya, Bu?"

"Kamu habis dari gudang? Ambil sesuatu?" tanya Audree.

Namira menggeleng. "Nggak, Bu. Lagian malam-malam begini mau ambil apa, Bu? Serem juga ke gudang."

"Pintunya nggak ketutup rapat tadi saya cek, saya kira kamu habis dari gudang ambil sesuatu."

Namira bergidik ngeri dengan penjelasan majikannya. "Ibu jangan bilang begitu, saya, kok, jadi merinding."

Audree tidak mengarah ke sana. Ucapan takut Namira malah meyakinkan Audree bahwa ada orang yang sempat masuk ke gudang entah untuk tujuan apa.

"Lain kali, kunci aja. Barang di gudang juga kadang, kan, ada yang berguna. Jangan sampe ada maling."

Namira mengangguki. "Siap, Bu."

Menyuruh Namira kembali bekerja, Audree mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi nomor putranya dan Juita. Sayang, keduanya tidak mengangkat panggilan itu.

Berdecak, Audree menepuk layar ponselnya dengan perasaan gelisah sendiri. "Ke mana mereka?"

*

Melihat waktu yang sudah begitu larut, Juita mengintip jam di ponsel Gerka. Mereka terlelap sebentar dan Juita kebingungan bagaimana caranya kembali ke rumah Gerka untuk mengambil tas nya tanpa ketahuan oleh ibu Gerka.

Pukul dua dini hari, dan rasanya akan sangat aneh jika mendatangi rumah pria itu dengan kondisi seluruh riasan terhapus dengan pakaian yang sama. Juita mencoba menyusup ke dada Gerka dan membisikkan tanya pada pria itu, meski belum tentu akan dijawab.

"Tas aku masih di rumah kamu. Gimana cara ambilnya?"

Gerka bergerak pelan dalam lelapnya. Seorang Gerka memang tidak pernah tidur layaknya kerbau. Pria itu akan tetap mendengar meski dalam kondisi tidur. Ya, tak sepenuhnya. Namun, seringnya memang Gerka akan menyahut.

"Jam berapa sekarang?" tanya Gerka dengan suara seraknya.

"Dua pagi," jawab Juita.

"Nyalain alarm jam 4."

Juita membuka ponsel Gerka. Ponsel perempuan itu tertinggal di tas nya. Dan tidak akan bisa mengetahui siapa saja yang menghubunginya sejak kabur bersama Gerka. Usai mengatur alarm, Juita kembali tidur di sisi Gerka.

"Aku pulang aja, gimana?"

Gerka memeluk Juita dan menenggelamkan perempuan itu dibalik tubuh besarnya. Aroma tubuh Gerka membuat Juita betah berlama-lama bersama pria itu.

"Kalo mama kamu nyariin gimana? Tadi banyak missed call dari mama kamu."

"Biarin aja. Besok aku yang kasih alasan ke mama."

Sebenarnya tidak heran jika mereka memiliki hubungan yang rumit. Gerka saja suka sekali mencari alasan, tak berani untuk mengatakan pada mamanya yang terjadi sebenarnya. Juita juga sadar diri, sih. Karena pria itu tampaknya tak memiliki rasa sedalam yang Juita miliki. Bodohnya Juita, masih berusaha membangun hubungan dengan pria yang tak memiliki masa depan dengannya. Ditambah jatuh cinta begitu dalam pula.

"Aku ... mungkin harus menjaga jarak dengan kamu."

Dengan kalimat itulah Gerka langsung membuka matanya. Tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Apa? Kenapa kamu bahas itu lagi?"

Gerka agaknya marah dengan pembahasan semacam ini. Namun, cepat atau lambat mereka memang harus menjauh, kan? Apalagi jika Audree nantinya curiga mengenai hubungan mereka.

"Karena memang kita harus bahas ini, cepat atau lambat mama kamu akan mendengarnya. Mama kamu akan sadar ada yang terjadi diantara kita."

Gerka menghela napasnya perlahan. Tidak menyukai gagasan mengenai Audree yang akan mengetahui hubungannya dengan Juita.

"Apa yang kamu takutkan? Mamaku baik banget ke kamu, dia nggak akan gimana-gimana juga ke kamu."

"Aku nggak ngerasa begitu. Sekarang mungkin tante Dree baik ke aku, tapi begitu dia tahu aku melakukan hal diluar norma yang mama kamu pegang ... nilaiku akan langsung turun." Juita mengganti posisi telentang. Menatap langit-langit kamar hotel itu. "Kalo aku berhubungan dengan pria lain, tante Dree nggak akan bilang apa-apa. Tapi dia nggak akan suka dengan aku yang melakukannya dengan kamu, anaknya."

Gerka menarik kepala Juita untuk menatap pria itu lagi, mereka bertatapan dalam. "Percayalah, aku nggak ingin semua ini nggak berhasil. Tapi kita coba mengatakan pada dunia nanti, setelah kita benar-benar yakin dan nggak bisa berpisah satu sama lain."

Apa iya mereka mengalami semua itu nanti? Sejak awal saja hubungan ini berjalan tanpa keyakinan yang benar. Mereka mungkin hanya menunggu badai yang lebih besar datang dan tidak mengembalikan mereka pada tempat semula.

"Aku rasa kita akan mengambil keputusan yang salah kalo tetap bersama," ucap Juita.

Gerka mengusap wajahnya dengan sebelah tangan yang terbebas. "Berhenti untuk nengatakan hal semacam itu, oke? Aku akan berusaha untuk kita." Meski itu mustahil adanya.

*

Gerka mendapati mamanya sudah sibuk di dapur padahal belum ada jam lima pagi.

"Udah bangun, Ma? Belum subuh juga," tutur Gerka.

"Sekalian bangun, biar nggak keblablasan tidur."

Gerka mengangguki, dan mencari keberadaan tas Juita yang tertinggal di dapur sesuai ingatan perempuan itu.

"Cari apa, Ka?"

"Oh, ituuuuu ... tas nya Juita, Ma."

Dalam posisi membelakangi putranya, Audree menunjukkan lokasi dimana tas itu dipindahkan. Audree menyimpan tas milik Juita di gantungan baju yang memang digunakan untuk menggantung tas, topi, dan barang-barang pergi.

"Eka," panggil Audree.

"Ya, Ma?"

"Semalam kalian ke mana? Mama cariin nggak ada."

Gerka mulai mengarang alasan. "Anterin Juita, soalnya dia buru-buru."

"Kenapa? Ada masalah apa?"

"Dia ada janji sama ibu panti, tapi karena nemenin mama dia jadi lupa. Yaudah, aku anterin aja dia ke panti."

Audree mengangguk-anggukan kepala. "Juwi belum punya pacar memangnya?"

Gerka berhenti bergerak. Pertanyaan itu membuat Gerka termenung.

"Kalo Juwi belum punya pacar, mama niatnya mau kenalin dia ke seseorang. Kebetulan memang seiman sama Juwi, jadi nanti Juwi bisa mandiri dan punya temen. Kamu, kan, harus punya pasangan juga, Ka. Kasihan Juwi kalo kamu ikutin kemana-mana, nanti laki-laki lain kira Juwi itu pacarmu."

Telinga Gerka panas. Membayangkan Juita dimiliki pria lain membuatnya sakit hati lebih dulu. Ini baru rencana mamanya, bagaimana jika Audree benar-benar mengenalkan pria lain pada Juita?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top