3/1

Menyulitkan diri itu mudah, yang sulit adalah mengendalikan diri untuk tetap bersikap biasa saja ketika ada seseorang yang menatapmu dengan pandangan dalam dan sulit sekali memberikan peringatan kepada orang itu untuk berhenti. Sebenarnya, bagi Juita melarikan diri juga mudah. Namun, yang sulit adalah memberikan alasan yang tidak mencurigakan bagi ibu Gerka.

Audree memberikannya kain untuk menutupi kepalanya. Ini sudah menjadi rutinitas ketika Juita datang ke acara pengajian yang diadakan di kediaman Audree sebulan sekali. Tidak tahu untuk apa, tapi mengingat Audree juga sudah pergi ke tanah haji dan sering umroh, sudah bukan hal aneh melihat kumpulan teman-teman wanita itu berada di sana dengan tujuan bersilaturahmi.

"Juwi mau di dapur aja?" tanya Audree yang menyadari Juita tidak beranjak kemana-mana dengan semakin bertambahnya orang-orang yang datang. Juita menjadikan dapur tempat aman untuk duduk dan sesekali mengambil makanan yang luar biasa banyak.

"Iya, Tante Dree. Aku di sini aja," jawab Juita dengan lembut. Seperti Audree yang bicaranya teramat lembut.

"Nggak mau ke depan? Nggak apa, duduk deket tante aja."

Juita tanpa ragu langsung menggelengkan kepala. Audree sudah sering menawarkan hal itu pada Juita. Memang sekilas tak memiliki niatan apa-apa, hanya mau Juita tak sendirian, di dapur pula. Namun, Juita merasa tak nyaman dengan banyaknya orang di sana.

"Makasih, Tante. Tapi aku nyaman di sini aja. Aku bisa makan banyak di sini."

Audree mengerti, wanita itu berpamitan untuk ke depan bersiap melaksanakan acara inti karena ustadz yang ditunggu sudah datang.

Disaat seperti ini, Juita tak tahu harus melakukan apa selain memainkan ponselnya sendiri. Mengalihkan diri atas tatapan Gerka yang datang dari arah tangga, turun dari kamar pria itu berada. Gerka memakai pakaian rapi, baju koko biru dongker yang dipadu dengan celana bahan hitam. Gerka tidak terlihat culun sama sekali, malah terpancar sisi Ahmad Gerka Daud dalam dirinya ketika memakai pakaian tersebut.

Juita tahu pria itu ingin mengajaknya bicara. Namun, terhalang dengan pengalaman terakhir mereka yang saling tidak memberikan kesan baik. Juita juga masih enggan bicara dengan pria itu. Daripada nantinya mereka bertengkar hebat, lebih baik saling diam.

"Permisi, Mbak Juwi. Saya disuruh ibu mengambil makanan." Salah seorang asisten rumah tangga datang dengan sedikit sungkan.

"Iya, iya. Maaf saya di sini ganggu, silakan ambil aja."

Satu lagi yang tidak Juita suka dengan keadaan ini, dia merasa menjadi pengganggu di sana. Astaga, kenapa nggak anaknya nggak ibunya sama aja kalo punya kemauan?

"Namira, tolong bawakan cemilan dan minuman ke halaman belakang, ya." Itu ucapan Gerka, bukan Juita.

Pria itu menyuruh asisten rumah yang masih sangat muda itu untuk membawakan makanan ke halaman belakang. Tanpa mengucapkan apa-apa Gerka membawa Juita untuk lebih dulu menuju halaman belakang.

Mereka tahu bahwa halaman belakang hanya diisi dengan gazebo kayu dan tirai bambu untuk melindungi. Sangat tradisional, tapi menenangkan.

"Duduk," kata Gerka melihat Juita hanya berdiri.

Menuruti pria itu, Juita duduk dan tak lama Namira datang dengan nampan yang berisi makanan ringan dan empat botol mineral ukuran sedang. Tahu bahwa Gerka suka minum air putih yang banyak ketika menikmati sesuatu.

"Makasih, Namira. Kamu bisa bantu mama saya di dalam."

"Ya, Mas Eka."

Berdua saja membuat Juita canggung sendiri. Kecewanya pada Gerka masih ada, tapi tak sehebat setelah mereka melakukannya.

"Kamu masih marah?" tanya Gerka.

Juita hanya menggelengkan kepala.

"Terus kenapa nggak mau ngomong sama aku?"

"Lagi males banyak omong," balas Juita singkat.

Gerka membuka botol mineral dan meneguknya kasar. Sepertinya tak bisa lebih lama didiamkan oleh Juita. Pria itu menarik tangan Juita dan membawanya menuju tempat yang tidak Juita paham kemana arahnya.

Tiba-tiba saja mereka sudah berada di dalam ruangan kecil dan pengap. Tanpa Juita duga, ciuman panjang dan lembut Gerka berikan. Ini benar-benar berbeda dari sikap pria itu di kantor beberapa hari lalu.

Juita hendak mendorong tubuh Gerka, tapi pria itu lebih dulu memegang kedua tangannya dan menariknya ke atas. Itu sebuah peringatan, Gerka tak mau menghentikannya.

"Erka..."

Pria itu memberi jeda dan menatap Juita yang terengah begitu dalam.

"Aku minta maaf, Ta. Aku tahu aku sangat brengsek bersikap seperti itu sama kamu. Aku bodoh banget melakukan itu ke kamu. Bukan kamu yang salah, Pranayoga yang seharusnya aku pukul—"

"Dan membuat masalah bertambah kemana-mana? Membuat mas Tito dan yang lainnya mengetahui bahwa kamu cemburu sama aku dan Prana?"

Gerka menghela napasnya dalam. "Nggak tahu, aku nggak memikirkan apa-apa lagi selain menjauhkan kamu dari pria itu."

"Memang nggak ada yang perlu kamu lakukan, aku dan Prana nggak ada hubungan lebih. Kami hanya mengobrol dan itu nggak membawa hubungan kami kemanapun."

"Tapi dia sangat tertarik sama kamu," ujar Gerka dengan wajah yang terlihat resah sekali.

"Aku nggak bisa mengatur perasaan orang lain, kan? Apa aku harus bilang sama dia untuk jangan menyukaiku? Apa dengan begitu Prana jadi nggak suka sama aku?"

Gerka menunduk, menyandarkan kepalanya di bahu Juita. Mereka terdiam untuk beberapa saat dan Juita bisa merasakan kecupan di lehernya yang berulang kali disematkan oleh Gerka. Sepertinya ada yang ingin dilakukan oleh pria itu.

"Ka, ini rumah kamu." Juita berusaha memperingatkan pria itu.

"Terus kenapa?"

"Mama kamu—"

Gerka kembali menyejajari wajah Juita dan mencium bibir ranum itu. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari sensasi bercinta diam-diam.

"Ka, berhenti. Seenggaknya jangan di sini."

"Aku menginginkan kamu. Di sini juga nggak masalah."

Membelalak dengan ucapan pria itu. "Gudang?" tanya Juita.

Gerka tersenyum miring. "Kenapa? Kamu takut, ya?"

"Ya, jelas aku takut!" Juita mendesis agar tak menimbulkan suara berisik.

Gerka yang diberitahu malah tertawa kecil seakan Juita sedang melucu saat ini.

"Aku penasaran gimana rasanya bercinta di gudang rumah orangtuaku."

Ini adalah ide diluar perkiraan Juita.

[Bab bermuatan dewasa aku akan upload di Karyakarsa 😊]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top