MSB // 35
Suasana di green cafe sore ini terlihat ramai. Hujan deras di luar membuat orang-orang enggan untuk melanjutkan aktivitas.
Di sudut cafe yang agak tertutup, Sandra tengah menyesap coklat hangat. Minuman yang pas untuk suasana seperti ini. Mata Sandra menatap ke arah jalanan yang terguyur hujan deras.
Sandra menyukai hujan, ia sangat suka ketika bulir-bulir besar yang dingin itu menyentuh wajahnya. Bahkan saat ia menengadahkan tangan berusaha menggenggamnya.
Hujan sama seperti dirinya, turun tanpa harus menunggu di harapkan, mencintai tanpa harus di cintai.
Guyuran hujan semakin deras menghantam bumi. Pohon-pohon bergoyang keras di terpa angin yang seakan marah tidak mendapat perhatian dari sang hujan. Hujan hanya peduli pada bumi, bumi yang bahkan lupa bagaimana memperlakukan rumput.
Sekali lagi Sandra menyesap coklat hangat di tangannya. Ia membuka tabnya dan mencari channel youtube. Headset terpasang di telinga. Sandra tertawa sendiri menonton video dari para selebgram yang kekinian.
"Eh," seru Sandra di tengah keasyikannya menonton. Sandra terkejut karena tiba-tiba ada yang menepuk bahunya.
Sandra tersenyum dan melepas headseatnya sebelah. "Bajumu basah." ucap Sandra begitu melihat kemeja yang di kenakan Ario basah di bagian bahunya.
"Ojek payungnya anak kecil tadi." ucap Ario, memgambil duduk tepat di samping Sandra.
"Lalu?" ucap Sandra.
"Aku kasian kalau dia yang basah, jadi sebelah payungnya lebih banyak ke dia." ucap Ario
"Owh, begitu." ucap Sandra. Dalam hati Sandra memuji tindakan Ario.
"Asyik banget nonton apaan?" tanya Ario.
"Nonton selebgram-selebgram lucu. Ada-ada aja ide mereka." ucap Sandra melepas headseat yang terpasang di telinganya.
"Oh kirain lagi nonton berita tentang korban kecelakaan yang lagi heboh." ucap Ario.
"Kecelakaan apa?" tanya Sandra.
"Kecelakaan mobil yang nabrak tiang listrik itu lho." ucap Ario.
"Keenan," seru Sandra, Ario tertawa melihat ekspresi wajah Sandra yang mengira kalau ia serius.
"Kamu sudah lama di sini?" tanya Ario.
"Lumayan. Sibuk banget ya?" tanya Sandra. Ario masih mengenakan pakaian kerjanya, hanya dasi yang di longgarkan.
"Iya. Hari ini sangat melelahkan." keluh Ario.
"Mau pesan apa?" tanya Sandra.
"Kopi sama pizza. Katanya pizza cafe ini enak."
"Iya, memang enak." ucap Sandra. Ia memanggil pelayan dan memesankan pesanan Ario.
"Maaf aku merepotkanmu siang tadi." ucap Ario.
"Santai aja kali. Oh ya, adek kamu lucu juga kalo lagi kesel." ucap Sandra terkekeh pelan.
"Kamu nggak tahu ulah apa aja yang di lakuin anak itu." kata Ario.
"Kenapa kamu sampai ngeblokir credit card_nya?" tanya Sandra penasaran.
Ario menyesap kopi yang baru saja di hidangkan oleh pelayan cafe.
"Dia terlalu manja. Melakukan hal-hal yang tidak bisa di tolerir lagi. Ayo pizzanya, pasti lezat hujan-hujan gini." ucap Ario.
Sandra mengangguk dan meraih satu potong pizza. Sandra mengunyah pizzanya dengan lahap. Saat tengah asyik mengunyah pizzanya Sandra tiba-tiba menggeleng keras.
"Jangat ingat dia. Jangan. Jangan." ucapnya dalam hati seolah ia sedang merapal sebuah mantra.
Hujan yang masih turun di luar sana tidak serta merta membuat hatinya dingin. Hatinya masih panas oleh rasa cemburu yang sebenarnya tidak pantas ia rasakan.
Mereka tidak ada hubungan apa-apa.
Dan mungkin Alan belum menyelesaikan hubungannya bersama Melany.
Tidak mungkin bisa secepat itu.
Dan walaupun itu terjadi, maka dirinya sudah menjadi benalu, menjadi virus yang merusak hubungan orang lain.
"Ada apa?" tanya Ario heran.
"Oh nggak ada. Tadi...agak pusing aja." elak Sandra.
"Kamu baik-baik saja kan?"
"Tentu saja." ucap Sandra.
Ario mengangguk pelan. "Katya seperti itu sejak kami kehilangan Mama tiga tahun lalu." ucap Ario mulai bercerita.
Potongan terakhir pizza itu tertahan di udara. Sandra menurunkan potongan pizzanya. "Maaf." ucap sandra.
"Tidak apa. Mama meninggal karena sakit yang telah lama ia derita. Katya sangat dekat dengan mama." ucap Ario.
"Pasti sangat berat buat Katya." ucap Sandra.
"Benar. Dia menjadi sulit di atur dan suka memberontak. Sekarang aku mulai lebih tegas padanya."
"Pasti berat buatmu." ucap Sandra prihatin.
"Pasti. Semoga dia bisa lebih dewasa." ucap Ario.
"Amin. Tapi...seleranya bagus juga lho." ucap Sandra sembari tersenyum
"Apa semua wanita seperti itu?" tanya Ario yang mengerti apa yang di maksud oleh Sandra.
"Tentu saja." kata Sandra.
"Kirimkan tagihan dan nomor rekeningmu padaku." ucap Ario.
"Eh, nggak usah. Biarin aja." tolak Sandra.
"Itu uangmu atau dari orang tuamu?" tanya Ario tajam.
"Eh itu," ucap Sandra terbata-bata.
"Orang tuaku kan udah ngasi aku. Jadi...otamatis jadi uangku dong." ucap Sandra berkelit dari tuduhan Ario.
"Kalau belum berpenghasilan sendiri jangan boros, apalagi sampai bayar-bayarin orang lain." ucap Ario membuat Sandra menjadi malu sendiri.
"Iya...iya. Ucapanmu sama saja kayak temen aku, Sofia." ucap Sandra
"Temenmu lebih bijak dong dari pada kamu." ejek Ario.
"Iya iya udah ah." ucap Sandra malu.
"Kamu tahu, setelah wisuda nanti aku mau buka butik aku sendiri." ucap Sandra sembari meraih potongan pizzanya yang kedua.
"Oh ya. Kalau begitu jangan beritahu Katya. Bisa-bisa aku jatuh miskin nanti." Ario dan Sandra tertawa.
Tawa Ario terhenti dan menatap ponsel Sandra yang sebenarnya berdering sedari tadi. Dan Ario agak terganggu oleh deringan telepon itu.
"Kenapa tidak di angkat?" tanya Ario.
Sandra melihat ponselnya yang terus berdering. Ia meraihnya dan mengaturnya ke mode silent.
"Siapa?" tanya Ario penasaran.
"Temen kampus, mau minjem catatan, tapi males aja." ucap Sandra meletakkan kembali ponselnya.
***
"Sial. Sandra kemana sih?" gerutu Alan. Ia berdiri di dekat jendela kantornya.
Hujan deras di luar sana mengaburkan pandangannya untuk melihat seberapa macetnya kota Jakarta.
Beruntung siang tadi Melany mengajaknya makan siang lebih cepat. Jadi, ia tidak perlu berkendara di tengah derasnya hujan.
"San, lo di mana sih. Hujan deras lagi." kembali ia menggerutu kesal.
Jam kerja sudah lewat satu jam yang lalu. Alan masih di kantor, menunggu hujan sedikit reda dan menyelesaikan pekerjaannya. Tapi dengan pikiran seperti ini mana bisa ia menyelesaikannya.
"Maaf pak, saya pulang duluan ya." ucap Santi yang kini tengah berdiri di ambang pintu.
"Pulanglah dan hati-hati." ucap Alan.
Alan mengirimi beberapa pesan pada Sandra. Jangan lupa, ada puluhan ping yang ia kirim.
Alan merapikan berkas-berkas di mejanya. Ia menyambar kunci mobilnya dan segera keluar dari kantornya. Tak peduli hujan deras di luar sana. Ia harua bertemu Sandra.
Menanyakan kemana saja dirinya dan kenapa tidak merespon semua upaya yang di lakukannya untuk menghubunginya.
Alan mengemudukan mobilnya dengan pelan, ingin rasanya ia melajukan mobilnya dengan kencang agar segera sampai ke apartemen Sandra.
Ia sangat merindukan Sandra. Ia sudah tidak sabar ingin menyampaikan berita yang pasti akan membuat Sandra senang.
Guyuran hujan di sertai oleh genangan air ada di mana-mana, semakin memperlambat laju kendaraan Alan. Meski sedang menyetir dengan mata yang sesekali memicing ke depan Alan masih berusaha menghubungi Sandra.
Dua jam adalah waktu yang sangat lama bagi Alan untuk sampai di apartemen Sandra. Alan melihat ke sekelilingnya. Mobil Sandra tidak ada terparkir di deretan mobil-mobil itu.
Alan masuk ke dalam mobil dan menunggu di sana. Dasinya sudah ia longgarkan. Kemejanya sudah tertarik keluar dari dalam celananya.
Perasaannya cemas. Tidak hanya itu, ada perasaan lain yang mengganggu hatinya. Ia tidak mengerti, perasaan apapun itu ia tidak menyukainya.
Setengah jam kemudian mobil Sandra memasuki basement. Sandra keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam lift. Alan memperhatikannya dari dalam mobil.
Setelah beberapa menit ia turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam lift yang tadindi masuki Sandra.
Alan memencet bel apartemen Sandra berkali-kali. Belum juga nampam gadis kesayangannya itu akan membukakannya pintu.
"Apa dia sedang mandi ya?" gumamnya.
Ting tong ting tong.
Alan hampir akan kehilangan kesabarannya ketika pintu itu terbuka sedikit. Kepala Sandra menyembul ke luar pintu.
"Kakak." ucapnya pelan.
"Apa aku tidak di persilahkan masuk?" tanya Alan.
"Owh, masuklah." ucap Sandra membuka pintunya lebih lebar lagi.
"Aaahhh." pekik Sandra ketika tubuhnya terdorong ke balik pintu.
"Kemana saja? Sampai pulang selarut ini." ucap Alan tepat di wajah Sandra. Hembusan napas Alan yang panas di wajahnya membuat jantung Sandra berdetak sangat kencang.
"A.aku..." ucap Sandra tidak mampu mengeluarkan suaranya.
"Kak," ucap Sandra pelan ketika Alan tiba-tiba memeluknya sangat erat.
"Aku mencemaskanmu." bisik Alan di telinga Sandra.
Deg
"Aku juga merindukanmu." ucap Alan kembali di telinga Sandra.
Tes.
Tak terasa air mata Sandra menetes. Di biarkannya Alan memeluknya tanpa membalas pelukan itu.
Bukankah seharusnya ia bahagia?
Alan melepas pelukannya dan menatap Sandra yang kini memandangnya dengan tatapan sendu. Alan bingung, kenapa Sandra menangis.
"Kenapa menangis?" tanya Alan lembut sembari mengusap air mata Sandra. Perasaan aneh yang mengurung hatinya sejak sore tadi menguap begitu saja.
"Apa aku menyakitimu?" tanya Alan dengan wajah cemas.
Sandra tidak tahan lagi, air matanya mengalir semakin deras. Sepatah katapun tidak bisa keluar dari tenggorokannya yang entah kenapa tiba-tiba terasa begitu kering, begitu juga dengan hatinya.
🐄🐄🐄
Maafkan guys....tadi salah pencet akuh 😁😁
Abang Alan tercintah
Luph u phul bang
😘😘😘
IG : Dewie Sofia
Thriller ada di IG yah 😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top