7. Cowok Misterius
~Happy Reading~
Mitos atau Fakta
"Cewek lebih suka cowok cuek dan misterius dibandingkan cowok yang terlihat baik?"
__________
BEL sekolah berbunyi tanda pelajaran selesai.
"Ody lo ada ekskul nggak hari ini?" Nabila bertanya sambil mensejajarkan langkahnya dengan Maudy.
"Ngak ada Bil, tapi gue mau ke toko buku. Buku buat bahan referensi tugas kimia," jawab Maudy. Lalu mereka berjalan menuju arah gerbang sekolah.
"Sorry ya Ody, gue nggak bisa nemenin lo. Gue harus langsung ke butik soalnya, lo nggak minta temenin Rey aja?" Nabila member saran.
"Nggak usah, lagipula dia tadi bilang ada kerja kelompok di rumah temennya." Maudy memberikan penjelasan pada sahabatnya.
"Udah rajin belajar tuh anak?" Nabila merangkul pundak Maudy dengan lembut.
"Eh iya ya, akhir-akhir ini jadi rajin tuh anak." Maudy menyahut cepat. Perlahan-lahan mereka berjalan dan akhirnya sampai di halte dekat gerbang sekolah.
"Yaudah lo hati-hati ya Ody, jangan sampe nyasar nanti di sana!" Nabila meledek sembari melambaikan tangannya.
"Mana mungkin gue nyasar." Maudy memamerkan wajah cemberutnya. "Lo juga hati-hati Bil, bye." Lalu membalas lambaian tangan sahabatnya itu. Tak lama angutan umum yang biasa Nabila naiki lewat di depan mereka, dengan segera ia naik. Sementara itu Maudy masih di halte menunggu taksi.
Maudy pergi dengan naik taksi, menuju toko buku di sebuah mall di kawasan Jakarta. Maudy menduga dirinya sendiri seperti anak hilang saja, berjalan-jalan di mall seorang diri. Maudy naik tangga berjalan menuju lantai tiga, untuk sampai ke toko buku di gedung mall tersebut.
Setelah sampai di tempat tujuan, ia langsung saja mencari-cari buku yang di rekomendasikan oleh Ibu Lisa guru kimianya. Ibu Lisa memang sering sekali menyuruh muridnya mencari buku, alasannya untuk bahan referensi tugas yang akan diberikan maupun untuk bahan ujian. Seorang guru memang bebas memberikan tugas apapun pada muridnya, selagi itu untuk kebaikan dan kemajuan pengetahuan sang murid.
Maudy berkeliling dari satu rak ke rak buku yang lain, mencari rak buku sekolah khususnya deretan buku kimia. Setelah dua puluh menit berlalu akhirnya Maudy mendapatkan bukunya. Ia tidak ingin berlama-lama di sini, karena hari akan semakin sore dan kaki Maudy juga sudah merasa lelah.
Lalu Maudy berjalan menuju kasir. Saat akan membayar, ia mendapatkan telepon dari Tasya teman sebangkunya.
"Halo, ada apa Sya?" Maudy bertanya dengan cepat.
"Maudy, lo jadi ke toko buku?" Gadis di seberang sana bertanya balik.
"Iya jadi, ini gue udah dapat bukunya mau bayar." Maudy menjawab sambil menunggu satu antrean di depannya.
"Gue nitip ya Dy, hari ini gue nggak bisa pergi ada urusan keluarga. Nanti uangnya gue ganti di sekolah oke! Makasih ya." Lalu dengan cepat Tasya langsung menutup panggilannya pada Maudy. Berani sekali anak itu pikirnya, ini sih namanya pemaksaan.
Maudy sempat berpikir sejenak, ia ragu untuk menuruti permintaan Tasya. Di sisi lain, ia merasa kasihan pada teman sebangkunya. Namun, di sisi lain ia harus merekalan antrean di depannya. Padahal posisi barisannya hampir di depan kasir. Maudy masih tenggelam dalam lamunannya, sampai sentuhan tangan di pundaknya menyadarkan lamunannya.
"Mbak mau bayar atau mau teleponan ya? Antreannya masih panjang lho." Cowok di belakang Maudy berkomentar dengan pedas. Maudy tidak menyadari orang di depannya sudah selesai membayar, dan ia masih menempelkan ponsel di telinganya padahal sambungan telepon sudah terputus sejak tadi.
"Kalau masih mau ngobrol di telepon, mending ke luar antrean!" Cowok itu berkomentar sekali lagi.
"Iya ini juga saya mau bayar, tapi tiba-tiba teman saya telepon minta dibeliin buku yang sama." Maudy menjelaskan dengan nada kesal.
"Saya nggak nanya Mbak!" Cowok itu berkata santai.
Maudy menghembuskan napas panjang, tangannya sukses mengepal. Sungguh ia teramat kesal dengan sikap cowok itu. Tampang boleh tampan, tapi kelakuan minus. Beberapa orang yang mengantre sempat melihat kea rah mereka berdua yang sempat beradu mulut. Namun, tanpa memedulikan tatapan mereka, Maudy meninggalkan tempat itu dengan rasa kesal.
"Bukan dari tadi sih Tasya telepon gue, kalo kayak gini gue yang rugi waktu. Lagipula itu cowok resek deh, mulutnya iseng banget sih." Maudy tak habis-habisnya merutuk.
Selesai mengambil buku yang sama, Maudy kembali ke kasir. Beruntung loket yang tadi tertutup kini telah di buka, jadi ia tidak terlalu lama mengantre.
Selesai belanja buku, Maudy langsung pulang. Lalu ia berjalan keluar gedung mall dan kini Maudy sudah berada di luar. Ketika sedang menunggu taksi, ia melihat cowok yang tadi menegurnya saat berada di toko buku. Cowok itu sedang mengikat beberapa buku di motornya. Sesaat pandangan mereka bertemu, namun tidak ada respon apapun dari keduanya.
Maudy melihat beberapa taksi yang lewat, tapi tidak ada satupun yang mau berhenti padahal ia sudah melambai-lambaikan tangannya. Ia kesal harus menunggu padahal waktu sudah lumayan sore. Kenapa hari ini harus sial sih, bathinnya.
"Di sini nggak akan ada taksi yang lewat!"
Maudy mencari sumber suara yang sepertinya berbicara padanya, dan ternyata pria bermulut pedas itu yang kini berdiri di sampingnya serta yang berbicara padanya.
"Kamu ngomong sama saya?" Maudy bingung. Ia tidak mengenal cowok itu, lagipula apa cowok itu lupa sudah berperilaku tidak menyenangkan padanya tadi.
"Memangnya di sini ada orang lagi selain kita berdua?" Cowok itu balik bertanya sambil berjalan ke arah Maudy.
Maudy tidak menjawab, ia melipat kedua tangannya di dada. Siapa sih nih cowok? Sok kenal banget bahkan di saat seperti ini, masih saja sikapnya menyebalkan, bathin Maudy.
"Kalau kamu mau nunggu taksi di sana." Cowok itu memberitahu sambil menunjuk ke arah halte. "Di sini kendaraan nggak akan ada yang berhenti karena bukan tempat pemberhentian kendaraan!" Cowok itu menambahkan penjelasannya.
Oh My God.
Maudy merutuk dalam hati, betapa bodohnya ia menunggu taksi. Pantas saja tidak ada kendaraan yang mau berhenti di sini, jelas saja haltenya ada di depan sana. Ia menepuk-nepuk kepalanya pelan, merutuki kembali kebodohannya sendiri.
Sebenarnya ini bukan pertama kali Maudy pergi ke mall yang ia datangi sekarang, hanya saja ia selalu di antar oleh supirnya atau pergi dengan Nabila. Mana Maudy tahu kalau kendaraan hanya berhenti di halte saja.
"Udah nggak usah menyesal gitu, saya anterin ke halte deh." Cowok itu menawarkan bantuan padanya. "Kalau jalan lumayan jauh lho."
"Motor kamu aja banyak bukunya gitu, saya mau duduk di mana?" Maudy akhirnya berbicara.
"Muat kok, memangnya kamu sebesar beruang. Badan kamu kan kecil, mirip kucing," sindirnya sambil tersenyum.
Kenapa gue jadi disamaain sama kucing sih?
Cowok itu sudah naik ke motornya sementara Maudy masih ragu dan tetap berdiri di tempatnya.
"Mau sampai kapan kamu berdiri di situ? Ayo naik!" Cowok itu memberi perintah lengkap tanpa penolakan dan bantahan.
Akhirnya Maudy naik ke motor itu dengan berat hati. Satu hal lagi yang membuat Maudy risih adalah tempat duduknya. Jok penumpangnya memang muat, tapi tidak ada jarak antara tubuh Maudy dengan punggung si cowok. Hal itu membuat Maudy merasa tidak nyaman. Beruntung ke jarak halte tidak begitu jauh kalau naik motor.
Sesampainya di halte Maudy turun dari motor, lalu cowok itu mematikan mesin motornya dan ikut turun.
"Kamu nggak langsung jalan?" Maudy bertanya saat si cowok berdiri di sampingnya.
"Sorry ya tadi yang di toko buku," ungkapnya, menghiraukan pertanyaan yang Maudy ajukan padanya.
"Kamu memang sering gitu ya?" Maudy balas menghiraukan permintaan maaf cowok itu.
"Maksudnya?" Cowok itu mengerutkan dahinya, tanda tidak mengerti dengan ucapan maudy. Sebelah tanggannya masih ia maukkan ke dalam saku celana.
"Ya marah-marah sama orang asing kayak tadi." Bukannya menjawab cowok itu malah tertawa, yang terdengar renyah di telinga Maudy.
"Tadi memang lagi kesal sama sesuatu, terus kebetulan kamu bikin celah untuk saya meluapkan emosi. Jadi, yah begitu."
"Jadi, saya pelampiasan kemarahan kamu." Maudy menganggukkan kepalanya. "Menarik."
"Iya saya minta maaf." Cowok itu kembali mengajukan permintaan maafnya pada Maudy.
"It's Okay, makasih juga buat tumpangannya tadi."
"You're welcome, dapat buku yang kamu cari? Maudy mengangguk kembali.
"Cari buku apa memangnya?" Cowok itu kembali bertanya.
"Buku kimia buat referensi ujian," jawab Maudy sedikit jutek. Cowok itu hanya beroh ria mendengar jawaban Maudy.
Hening. Merasa tidak nyaman karena ada pembicaraan, akhirnya si cowok mencoba mengajak kembali untuk bicara pada maudy. Dengan harap-harap cemas ia menyuarakan pertanyaannya.
"Kamu sekolah di mana? Masih SMA ya?"
"Kok kamu jadi banyak tanya ya," balas Maudy tak suka.
"Saya hanya mencoba membangun hubungan baik dengan orang asing."
"Dan orang asing tidak pernah bertanya hal-hal pribadi." Maudy memutuskan.
Belum sempat cowok itu menyanggah ucapan Maudy, taksi yang di tunggu pun akhirnya tiba. Maudy sangat bersyukur karena taksi datang di waktu yang tepat. Ia merasa jengah berada di dekat cowok super kepo dan bermulut pedas ini.
Ketika Mudy hendak melambaikan tangannya, cowok itu lebih dulu menghentikan taksinya.
"Saya duluan, makasih sekali lagi." Maudy berpamitan sebelum masuk ke dalam taksi. Meski ia kesal dengan tingkah cowok itu, Maudy selalu diajarkan untuk menjaga sopan santun dan etika yang baik. Cowok itu tersenyum manis pada Maudy lalu mengangguk paham.
Namun tiba-tiba jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Maudy memegang dadanya sebentar, mencoba menetralisir keadaan. Hanya karena senyum cowok itu jantungnya menjadi aneh, piker Maudy.
Tapi senyumnya memang manis banget sih.
Saat itu Maudy langsung menggelengkan kepalanya, karena secara tidak sadar ia sudah memuji cowok asing itu. Maudy menengok kembali ke belakang, cowok itu terlihat sudah mengendarai motornya ke arah yang berlawanan dengan Maudy.
"Oh iya tadi nggak nanya namanya." Maudy berkata lirih. "Ah penting amat, dasar cowok misterius," gerutunya sambil menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi mobil.
***
Bersambung
Vomment please :)
Guys follow IG aku ya @Sulizlovable :)
Suliz ^_^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top