6. Sisi Lain Rey
~Happy Reading~
"Let's laugh everyday"
__________
MINGGU ini semua Siswa sedang sibuk belajar untuk mempersiapkan Ujian Tengah Semester, yang akan diadakan dalam dua minggu lagi. Maudy lebih sering menghabiskan waktunya di perpustakaan bersama Nabila, terkadang Rey juga ikut belajar bersama mereka.
Setelah kejadian kemarin, sikap Rey malah semakin mendekati Maudy. Meskipun gadis itu sudah bilang tidak bisa menerimanya sebagai pacar, tapi Rey tidak peduli. Namun, cowok itu sangat menghargai keputusan Maudy dan ia ingin mereka tetap berteman baik bahkan bersahabat. Tentu saja Maudy tidak masalah dengan hal itu, asalkan ia aman dari para fans Rey.
Semenjak berteman dengan Rey, Maudy jadi tahu ternyata cowok itu pintar sekali menggambar. Tak salah jika nilai kesenian Rey selalu mendapat nilai yang tinggi. Rey tidak seburuk yang Maudy pikirkan selama ini. Sekarang Maudy lebih mengenal sifat cowok berambut hitam dan sedikit keriting itu. Rey termasuk teman yang setia kawan, tidak suka basa basi dan sangat irit.
Rey lahir dari keluarga berada, namun itu tidak membuat cowok itu dengan mudah menggunakan uang yang ia punya. Malah sebaliknya ia sangat bijak menggunakannya. Rey dididik oleh keluarganya, untuk tidak dengan mudah menghambur-hamburkan uang. Menurut pesan dari orangtuanya, untuk mendapatkan sepeser uang diperlukan sebuah kerja keras.
Rey merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, ia mempunyai kakak dan adik. Kakak Rey bernama Reva sedang melanjutkan S1-nya di sebuah Universitas Swasta di Jakarta, sedangkan adik Rey yang bernama Raya masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas enam. Ayah Rey bekerja di sebuah perusahaan keluarga yang bergerak di bidang property sedangan ibunya Rey membantu bisnis tersebut dengan ikut bekerja di kantor.
Keluarga Rey termasuk keluarga yang harmonis, sebisa mungkin mereka tidak melewatkan makan malam bersama untuk sekedar membahas apa saja hal yang terjadi selama seharian itu. Bisa menjadi sesi curhat juga untuk anak-anaknya, agar tidak ada beban di hati. Orangtua Rey berpikir, masa remaja adalah masa rentan yang namanya pergaulan bebas. Dimana di usia itu adalah proses pencarian jati diri mereka.
"Yang, ke kantin bareng yuk!" Rey mengajak gadis itu, saat Maudy baru keluar dari kelasnya.
Panggilan Rey pada Maudy tidak pernah berubah, meski Maudy sudah sangat bosan memberitahu Rey untuk mengganti panggilannya itu. Maudy hanya tidak ingin, memunculkan berbagai macam pikiran negatif orang lain terhadap dirinya. Sampai gadis itu berpikir apa ia yang harus mengganti namanya menjadi yayang?
"Gue nunggu Nabila dulu," jawab Maudy. Tapi, Rey tidak mau tahu dan dengan cepat menyeret gadis itu.
"Nunggunya di kantin aja, gue udah laper nih ayo!" Rey dengan sifat pemaksanya beraksi, dan ia terus berjalan menuju kantin.
Akhirnya Maudy mengirim pesan pada sahabatnya itu, untuk memberitahukan kalau ia pergi ke kantin duluan. Maudy takut bila Nabila mencarinya ke kelas.
Nabila Jasmine
Bil, gue ke kantin duluan ya. Mau gue pesenin apa?
Oke
Pesenin gue mie ayam deh
Thanks
Oke sip
"Yang, lo pesen apa?" Rey berdiri sambil memperhatikan beberapa penjual makanan di sana.
"Pesenin mie ayam Rey dua ya," pinta Maudy sambil mencari tempat duduk.
"Lo laper? Sampai pesen dua," tanya Rey matanya sedikit melotot ke arah Maudy. Kecil-kecil begini Maudy makannya banyak, pikirnya di hatinya.
"Buat Nabila, udah cepetan nanti keburu rame tuh pelanggannya." Sambil mendorong tubuh Rey agar cepat memesan makanan yang ia minta.
Di saat seperti ini Rey ada gunanya juga, membuat ia tidak harus mengantre untuk memesan makanan. Kemudian Maudy memilih duduk di bangku yang masih kosong, tidak jauh dari tempat arah koperasi. Kantin sekolah mereka memang bersebelahan dengan gedung koperasi, untuk memudahkan para murid membeli kebutuhan sekolah.
"Mie ayam telah tiba." Rey berkata sambil bergaya ala koki handal yang memamerkan hasil masakannya.
"Makasih Rey, lho satu lagi mana?" Maudy memerhatikan raut wajah Rey yang tersenyum datar.
"Nanti abangnya yang bawain," ucap Rey santai. Setelah itu ia langsung menyantap makanan pesanannya.
"Rey, lo pilih kasih deh."
"Spesial buat lo yang gue bawain." Rey kembali tersenyum manis.
"Lo makan apa itu?" Maudy melihat ke piring Rey, merasa penasaran karena cowok itu terlihat bernafsu saat memakannya.
"Ini gue makan ketoprak, lo mau cobain? Gue suapin nih a ..." pinta Rey lalu mulai menyodorkan sesendok ketoprak ke arah mulut Maudy.
"Nggak Rey, mie ayam gue aja belum dimakan. Udah lo makan sendiri!" Maudy menolak sambil mengaduk mie ayam miliknya. Tak lama pesanan Nabila datang diantar oleh penjualnya.
"Nyobain aja Yang dikit nih a ..." Rey kembali menyodorkan sendok ke arah Maudy, dengan berat hati gadis itu membuka mulutnya.
"Gimana enak?" Rey menunggu gadis itu yang terlihat mengerutkan keningnya.
"Ih pedes banget sih Rey." Maudy mengeluh, lalu dengan cepat menyambar es jeruknya. Maudy memang tidak begitu suka dengan makanan pedas.
"Oh iya tadi gue pakai cabainya lima Yang, lo nggak suka pedes ya?" Rey tampak khawatir melihat Maudy yang merasa kepedasan.
"Iya gue nggak suka Rey, udah ah makan sendiri gue mau makan makanan gue. Nabila mana sih mie ayamnya keburu mengembang nih." Maudy menatap berkeliling mencari Nabila.
"Tuh Nabila." Rey menunjuk ke arah samping. Lantas Maudy mengikuti ke mana arah telunjuk Rey bermuara.
"Kok lama sih, Bil?" Sebelum menjawab pertanyaan, Nabila sudah duduk di depan Maudy.
"Iya tadi abis balikin buku ke perpus, hari ini tanggal terakhir pengembalian bukunya nanti gue kena denda kalau nggak dibalikin." Nabila menjelaskan sembari mengaduk mie ayamnya.
"Oh buku Akuntansi yang Minggu kemarin lo pinjam itu?" Maudy mencoba mengingat-ingat.
"Iya, sebenarnya sih udah selesai dari kemarin-kemarin, cuma gue lupa terus bawa bukunya." Nabila menyantap mie ayam miliknya dengan perlahan.
"Yang!" Tiba-tiba Rey memanggil, sementara makanan di piringnya sudah habis.
Cepat sekali sih Rey makannya dasar cowok, bathin Maudy.
"Lo tega banget deh sama gue." Maudy mengerutkan dahinya tidak mengerti ke mana arah pembicaraan cowok itu.
"Apaan sih Rey?" Maudy masih tidak mengerti.
"Yang, waktu gue nganter lo dulu. Itu bukan rumah lo ya? Jahat lo yang." Muka Rey memelas sembari memerhatikan reaksi Maudy.
Maudy menahan tawanya kemudian bertanya pada Rey. "Memang ada apa sih?"
"Kemarin malam minggu, gue ke rumah itu nyari lo. Tapi, ternyata itu rumahnya pak RT. Akhirnya gue di interogasi Yang, udah kayak teroris deh gue. Mana pak RT-nya berkumis tebel banget serem kan jadinya." Rey menjelaskan sambil mengeluarkan kekesalannya.
"Jadi lo dikerjain Maudy?" Nabila bertanya pada Rey sesekali tersenyum.
"Iya, jahat lo yang sama gue." Rey memasang muka kecewa.
"Sorry Rey, waktu itu gue sebel sama lo yang maksa-maksa nganterin gue pulang. Gue nggak berencana ngerjain lo kok Rey, ide itu muncul gitu aja. Lagipula gue nggak bilang itu rumah gue kan, tapi lo yang menyimpulkan begitu." Maudy menepuk-nepuk punggung Rey pelan.
"Gimana gue nggak menyimpulkan, lo minta diturunin di situ. Ya gue kira udah sampai depan rumah lo Yang," Rey mencoba membela diri.
"Iya-iya, sorry banget ya Rey" Maudy merapatkan kedua tangannya sebagai bentuk permintaan maaf serta menunjukkan puppy eyes miliknya.
"Mana waktu itu gue bawa martabak Yang, pas mau gue bawa lagi. Eh pak RT-nya mau, dia bilang 'bertamu itu ada baiknya bawa buah tangan'. Terus gue jawab, 'kan salah alamat Pak' dia jawab lagi, 'malam ini sebaiknya kamu pulang dan martabaknya buat saya saja, kamu tanya teman kamu dulu. Alamat lengkapnya di mana, baru nanti main lagi dan beli martabak lagi' gitu katanya".
Tawa Maudy dan Nabila meledak saat Rey menyelesainkan ceritanya. Sedangkan Rey menggeleng-geleng kesal saat teringat kejadian itu. Mereka bertiga sudah terbiasa seperti ini, membagi suka dan duka yang mereka rasakan bersama. Maudy jadi mempunyai teman selain Nabila, yaitu Rey. Ia sudah merasa nyaman dengan hadirnya cowok itu.
Pak Joko adalah pak RT di kompleks rumah Maudy, beliau terkenal tegas tapi kadang berlebihan, pelit dan tidak mau rugi. Kemarin saja saat Maudy mulai mengajukan pembuatan KTP, sang Mama dimintai uang. Memang tidak banyak. tapi alasannya untuk uang rokok. Hal itu justru yang membuat Maudy tidak suka, memangnya merokok bagian dari pekerjaan?
Tapi karena sang Mama memberikan kode, agar Maudy setuju. Akhirnya ia merurut saja. kata sang Mama mungkin itu peraturan yang dibuat oleh Pak RT. Padahal Maudy sangat kesal bisa-bisanya petugas pemerintah bersikap seperti itu, tapi ia tidak mau ambil pusing yang penting pembuatan KTP-nya tidak akan dipersulit dan ia berharap agar cepat selesai.
"Rey bayarin ya." Nabila bersuara saat ia baru saja menghabiskan es jeruknya. Nabila mengedipkan matanya pada Rey mencoba merayunya..
"Enak aja gue lagi hemat nih, persiapan si item mau service." Rey menolak dengsn cepat.
"Ih Rey pelit banget sih lo, gimana ada cewek yang suka. Lo pelit banget," ledek Nabila masih menatap Rey.
"Gue nggak pelit tapi gue lagi hemat. Biar keuangan gue tertata rapi, kan buat masa depan gue juga." Rey membela diri.
"Hemat sama pelit beda tipis Rey." Nabila berkata, masih menatap Rey dengan wajah yang dibuat cemberut.
"Udah ah kenapa jadi berantem gini, tenang aja gue yang bayar Bil." Maudy berdiri hendak membayar makanan milik mereka bertiga, namun tiba-tiba Rey menahan langkahnya.
"Nggak usah Yang, biar gue aja yang bayar!" Rey berkata sambil berjalan menghampiri si penjual makanan tersebut.
Maudy mengedipkan matanya pada Nabila, ternyata hal itu hanya akal-akalan dari Maudy. Ia ingin membuat cowok itu yang membayar, sekali-sekali nggak masalah Rey yang membayar. Memang untuk urusan uang Rey sedikit selektif, kalau tidak penting ia tidak akan mau mengeluarkan uangnya.
Bayarin makan gue dan Nabila, nggak akan bikin lo bangkrut kan Rey.
***
TBC
Ini ada yang nungguin ceritanya nggak ya?
Vote n' comment please
Suliz ^_^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top