4. Cewek Sarap

~Happy Reading~

"Diam-diam aku menangis di dalam hati
karena ku tau cintamu bukan untukku lagi
kebahagiaanmu adalah ceriaku entah mengapa ceria itu terganti
Terganti dengan cemburu atau iri hati"

__________

BERITA Rey mengantar Maudy pulang ternyata tersebar dengan cepat, bahkan Maudy mendapatkan berbagai macam teror dari para fans-nya Rey. Mereka tidak rela, kalau idolanya harus jalan dengan Maudy.

Menurut fans Rey, Maudy sangat tidak cocok dengan idola mereka karena Maudy adalah gadis yang sombong dan jutek. Hanya Maudy yang dengan sok-nya menolak Rey, padahal jelas-jelas semua orang mengidolakan seorang Rey Bastian.

Maudy geram mendapatkan perlakuan buruk dari haters-nya. Ada yang menaruh tinta merah di tempat duduknya membuat Maudy seperti sedang kedatangan tamu bulanan. Beruntung ada koperasi di sekolahnya, jadi ia bisa membeli rok yang baru. Ada juga yang menyiramnya dengan air ketika Maudy berada di dalam toilet. Ada pula yang mengirimkannya pesan berantai dengan beberapa umpatan-umpatan bertemakan kebun binatang.

Lebih parah lagi ia ditampar saat hendak ke kantin, dan yang menampar Maudy tidak lain adalah Siska mantan pacarnya Rey.

Siska masih merasa sakit hati saat ia diputuskan oleh Rey, ia mengira semua itu akibat ulah Maudy padahal memang Rey yang sudah tidak tahan dengan sikap posesif Siska. Sialnya Maudy yang ikut terkena masalah hubungan mereka berdua.

Maudy semakin kesal saja pada Rey, gara-gara fans fanatiknya itu ia jadi kena sasaran empuk para haters. Coba saja waktu bisa diputar ulang, Maudy tidak akan mau menerima ajakan Rey untuk pulang bersama. Maudy tidak habis pikir karena hal sepele, kejadiannya menjadi rumit seperti sekarang ini. Sungguh, Maudy kesal setengah mati.

"Lo apa-apaan main tampar orang seenaknya aja?" Nabila membentak gadis yang sudah menampar sahabatnya. Maudy masih memegang pipi kirinya yang masih terasa panas akibat tamparan Siska.

"Itu pantes buat cewek ganjen kaya dia. Sok jual mahal, tapi mau juga sama cowok gue," jawab Siska dengan tatapan sinisnya.

"Kalau punya mulut tuh di sekolahin ya, kelakuan lo udah mirip preman pasar tau nggak? Main tampar orang sembarangan." Kali ini Maudy bicara dengan sedikit mendorong tubuh Siska, membuat gadis itu mundur satu langkah ke belakang.

"Lo tuh emang pantes ditampar, dasar cewek ganjen!" Siska balas mendorong Maudy.

"Lo kenapa kecewa, nggak bisa balikan sama Rey? Mantan lo udah muak kali sama sifat lo, makanya jadi cewek tuh jangan egois!" Maudy balas menatap sinis ke arah Siska.

"Lo yang udah rebut Rey dari gue, dasar cewek PHO lo!" Siska berkata dengan nada yang semakin tinggi.

"Kurang ajar lo! Dasar cewek idiot, hidupnya cuma ngejar-ngejar cowok kasian banget sih lo." Maudy mencibir. Terlihat beberapa murid sudah beramai-ramai menonton adegan mereka berdua.

Melihat antusias murid yang semakin menggila, Nabila menarik tangan Maudy untuk pergi dari tempat itu. Ia tidak ingin hal ini diketahui salah pihak guru di sekolahnya. Kalau sampai itu terjadi, bisa rumit urusannya dan mereka akan berakhir di ruang guru BK.

"Ody, udah kita pergi aja! Cuekin aja cewek stres kayak gitu." Nabila menarik lengan Maudy. Namun, ketika hendak berbalik tiba-tiba saja rambut Maudy ditarik oleh Siska dan membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Aw ... Bil, rambut gue. Eh cewek sarap lepasin sakit tau!" Maudy berteriak, mencoba melepaskan namun gagal, karena Siska menarik rambutnya dari arah belakang dan itu membuat Maudy kesulitan untuk melawan.

"Ini pantes buat cewek ganjen kaya lo!" Siska berkata sambil tertawa sinis, tangannya masih menarik rambut indah Maudy.

Nabila pun tidak bisa menolong, karena kedua dayang Siska yaitu Angel dan Anggi tiba-tiba muncul dan menahan tangannya.

"Ehh cewek sarap lo mau bawa gue kemana? Resek banget sih lo." Siska terus menarik Maudy. Gadis itu semakin kesal melihat tingkah Siska, yang tingkahnya semakin kelewatan menurutnya.

"SISKA LEPASIN MAUDY!" Rey menatap marah ke arah Siska, lalu menghampiri keduanya.

Akhirnya Rey datang setelah seseorang memanggilnya, seorang murid memberitahukan tentang keributan di kantin. Lalu, dengan cepat Rey menuju tempat kejadian, karena ia tidak ingin terjadi apa-apa pada Maudy. Pada saat seperti ini Maudy mengakui kehadiran Rey sangatlah membantu dirinya.

Siska yang kaget melihat kedatangan Rey, langsung melepaskan rambut Maudy begitu saja.

"Aduh rambut gue, Bil." Maudy mengeluh dengan nada manjanya dan langsung di sambut oleh Nabila. Sahabatnya itu lalu mengelus-elus rambut Maudy.

Rey menghampiri Maudy dan menanyakan keadaannya. "Lo nggak apa-apa Yang?" Maudy cemberut menatap Rey.

"Nggak apa-apa gimana kusut nih rambut gue," keluhnya manja. Rey yang mendengar jawaban Maudy malah tersenyum, itu artinya Maudy dalam keadaan baik-baik saja tak terkecuali rambutnya.

"Lo tau Rey? Pacar lo nampar gue tadi," adunya pada Rey, sambil tersenyum penuh arti pada Siska.

Maudy tahu Siska takut pada Rey dan ia ingin memberi pelajaran pada cewek sarap itu. Enak saja main tarik-tarik rambut indahnya, sampai jadi kusut seperti ini.

"Rey aku nggak bermaksud tapi ..." Belum sempat menjelaskan alasannya, Rey menarik tangan Siska dan membawanya ke taman belakang sekolah.

"Sis, lo kenapa sih? Kita udah putus kan dan semua ini nggak ada hubungannya dengan Maudy. Gue memang udah nggak nyaman sama lo. Lo itu terlalu posesif Sis, sama gue. Lo terlalu kekang hidup gue. Jadi, please jangan ganggu Maudy!"

Rey menjelaskan dengan panjang, matanya terus menatap Siska dengan tajam. Saat itu juga, air mata Siska langsung turun seketika. Tapi, Rey tidak peduli dan terus melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan supaya Siska bisa mengerti.

"Jujur memang gue suka sama Maudy, tapi dia masih belum respon perasaan gue. Kita udah putus satu tahun yang lalu Sis, dan itu semua pure karena hubungan kita udah nggak baik."

Siska masih terdiam, dengan air matanya yang masih mengalir di pipi mulusnya. Ia tidak sanggup menatap mata Rey yang kini cintanya bukan untuknya lagi. Kini cinta Rey untuk gadis lain dan itu membuat Siska tidak bisa menerima kenyataan.

"Tapi Rey, aku masih sayang sama kamu." Akhirnya ia bicara.

"Sorry Sis, gue udah nggak punya perasaan buat lo lagi. Jadi, gue harap lo bisa lebih wise menerima ini. Gue yakin lo pasti bisa dapat cowok yang lebih baik dari gue," tambahnya.

Rey menepuk pundak Siska. Kemudian pergi meninggalkan gadis itu, ia masih menangis dan mencoba mencerna apa yang di katakan Rey barusan padanya.

Sementara itu, Nabila membawa Maudy ke ruang UKS. Wajah Maudy perlu dikompres karena bekas tamparan Siska masih terasa perih baginya serta merapikan rambutnya yang kusut.

"Bil, gue salah apa ya sampai dapat masalah kayak begini? Kalau tau begini, gue nggak akan mau si Rey buat nganter gue pulang kemarin itu." Maudy berkata dengan sejuta kekesalannya yang masih ada.

"Udah nggak usah dipikirin, yang udah terjadi biarin aja yang penting lo nggak seperti yang mereka pikirkan. Ngak semua orang suka sama sifat dan sikap kita Ody, jadi biarin aja." Nabila mencoba memberikan saran pada sahabatnya.

"Iya sih. Btw, tadi Siska nyebut PHO itu apaan sih Bil?" Maudy bertanya dengan wajah yang super polos.

"Ody, Lo nggak tau apa itu PHO?" Nabila balik bertanya.

"Ish ... Bila, kalau gue tau ya nggak nanya sama lo dong."

"PHO itu, Perusak Hubungan Orang." Nabila menjelaskan sambil melihat reaksi Maudy yang begitu polos.

"What? Dasar cewek sarap, tau gitu gue bales jambak rambutnya. Ish, seenaknya aja gue disebut apa tadi PHO." Maudy menggerutu sambil mengompres pipinya dengan air es.

Nabila tersenyum tipis melihat sahabatnya yang kesal, sambil terus merapikan rambut Maudy yang memang benar-benar kusut.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar suara orang berlari ke arah mereka, yang kebetulan pintu UKS tidak tertutup jadi bisa terdengar langkah kaki seseorang.

"Yang, mana yang sakit?" Rey bertanya tiba-tiba.

Kedatangan Rey membuat Maudy kesal, ia langsung melemparkan pukulan ke perut Rey dengan cukup keras membuat Rey meringis.

"Aw ... Sakit Yang." Rey memegang perutnya, bibirnya dibuat merengut mirip anak kecil yang tidak dibelikan mainan.

"Itu buat semua masalah yang gue hadapi gara-gara lo," kesal Maudy dengan nada sinisnya.

"Yang, gue minta maaf ya. Lo mau mukul gue, nampar gue terserah. Gue terima dengan ikhlas Yang." Rey berkata sambil memegang tangan Maudy, lalu mengarahkan ke pipinya agar Maudy melayangkan pukulan padanya.

"Lepasin ish." Maudy menepis lalu kembali mengompres pipinya.

"Nabila, bisa lo tinggalin gue sama Maudy sebentar!" Rey meminta izin pada Nabila.

"Mau ngapain sih Rey? Jangan Bil, gue butuh lo!" Maudy beralasan, padahal ia hanya tidak mau berduaan dengan Rey.

"Oke! Lagian gue ada latihan soal Ekonomi nih, gue ke kelas ya Ody. Lo udah ada yang jagain kan?" Nabila berjalan keluar meninggalkan mereka berdua, tanpa mendengar jawaban dari Maudy.

"Nabilaaa ..." Maudy merengek manja.

Nabila tahu, Maudy akan baik-baik saja apalagi bersama Rey. Meskipun semua masalah yang menimpa Maudy ada sangkut pautnya dengan cowok itu, tapi Nabila yakin Rey bisa menjaga Maudy.

"Cup ... cup ... Diem Yang, nanti dikira gue macem-macemin lo lagi!" Rey menenangkan.

Tidak lama bel masuk berbunyi tanda jam istirahat telah habis.

"Udah bel masuk tuh, ke kelas gih!" Maudy sedikit mendorong tubuh Rey.

"Gue mau jagain lo, lagipula gue udah izin tadi. Lo juga udah gue izinin, gue bilang sama Ibu Ine kalau lo lagi sakit," ucap Rey kemudian duduk di pinggir ranjang Maudy.

Ibu Ine adalah guru biologi yang mana adalah mata pelajaran selanjutnya, setelah jam istirahat di kelas Maudy.

Kemudian Rey mengambil alih aktivitas Maudy yang sedari tadi mengompres pipinya. Sempat di tolak oleh gadis itu, namun Rey mengancamnya untuk mengantar pulang lagi. Mau tak mau Maudy menurutinya, ia hanya tidak ingin kejadian pem-bully-an itu terjadi lagi.

"Yang, gue minta maaf ya. Gue menyesal atas apa yang udah menimpa lo, gue jadi kasian sama lo." Rey mengungkapkan permohonan maafnya.

"Kalau lo kasihan sama gue jauhin gue! Ini namanya sama aja gue di-bully Rey, please jauh-jauh dari gue!" Maudy meminta sambil menatap Rey penuh harap.

"Yah jangan suruh gue jauhin lo dong Yang, nanti gue kangen." Rey memelas. Maudy kembali memasang muka sebal padanya.

"Udah gue bilang berapa kali jangan panggil gue yayang-yayangan deh!" Maudy sedikit berteriak.

"Lo kan calon pacar gue Yang," kata Rey percaya diri.

"Siapa juga yang mau jadi pacar lo." Maudy menatap Rey kesal.

"Ya udah lo jangan marah-marah terus dong Yang, nanti darah tinggi lho. Lagipula di sini kan lo mau istirahat. Masalah yang bully lo, nanti gue yang urus. Lo tenang aja jangan dipikirin ya!" Rey menjelaskan dengan sabar.

Maudy membuang napas panjang. Percuma saja menyuruh Rey jauh-jauh darinya, yang ada cowok itu malah melakukan hal sebaliknya. Jadi Maudy memutuskan untuk pasrah terhadap apa yang Rey lakukan, asal tidak membuatnya berada dalam masalah lagi. Dasar cowok pemaksa!

***

Sementara di tempat lain, tepat di sebuah kamar persegi dengan dinding berwarna dominan biru muda. Siska masih menangis sambil menatap bingkai foto, di dalamnya ada dua anak remaja yang sedang bergandengan tangan dengan backgroud sebuah taman.

"Rey," ucap gadis itu lirih, matanya tak henti mengeluar kan cairan bening.

"Aku nggak bisa lupain kamu, aku masih sayang banget sama kamu Rey." Siska berkata semakin lirih, tangisnya tidak berhenti.

Siska adalah anak korban broken home, ia dibesarkan oleh seorang Ayah. Ibunya pergi meninggalkannya dengan laki-laki lain dan karena hal itu Ayah Siska menceraikan istrinya. Sedangkan setelah perceraian hak asuh jatuh ke tangan Ayah Siska.

Dibesarkan oleh seorang Ayah membuat Siska menjadi anak yang keras, karena didikan ayahnya mengajarkan agar Siska menjadi anak yang kuat dan mandiri. Sementara jauh di lubuk hatinya ia merindukan kasih sayang seorang ibu, tentu perlakuan seorang ibu pasti penuh dengan perasaan dan Siska tidak mendapatkan itu.

Siska juga merupakan anak tunggal, setelah masuk SMA Ayahnya menjadi sangat sibuk hingga tidak mempunyai waktu untuk anaknya. Terkadang ia merindukan sosok ayahnya yang dulu, sewaktu Siska masih kecil yang selalu menemaninya bermain setiap hari.

Kini Siska menjadi pribadi yang tertutup dan itu semua karena ia kekurangan kasih sayang, tidak salah jika sekarang sifatnya menjadi egois dan mau menang sendiri. Apalagi setelah kehilangan Rey, sikap posesifnya tumbuh karena ia takut kehilangan orang yang dicintainya seperti ia kehilangan Ibunya.

Hanya Rey yang saat itu selalu ada untuknya, Rey menyayangi Siska dengan sepenuh hatinya. Rey selalu memberikan dukungan pada Siska agar ia semangat menjalani hidup, walaupun gadis itu selalu menangis setiap kali melihat orangtua yang lengkap. Saat mereka tertawa bahagia bersama anak-anaknya, betapa bahagianya hidup mereka batin Siska.

Tapi setelah beberapa bulan pacaran Siska berubah, ia bukan lagi gadis yang baik, polos dan penurut. Setiap kali Rey jalan-jalan atau sekedar kumpul dengan teman-temannya, Siska selalu marah dan melarang Rey untuk bergaul dengan mereka, dengan alasan Rey lebih mementingkan perasaan teman-temannya dibandingkan pacarnya. Awalnya Rey setuju saja karena ia menghargai Siska sebagai pacarnya, namun hari demi hari Rey semakin tidak tahan dengan sikap posesif Siska.

Setelah sepuluh bulan menjalin hubungan dengan gadis itu, Rey akhirnya memutuskan Siska di sebuah taman yang menjadi saksi saat mereka menjalin hubungan untuk pertama kali sekaligus menjadi tempat putusnya hubungan mereka berdua.

Dansemua itu hanya tinggal kenangan, kemudian Siska memeluk bingkai foto dirinyasaat bersama Rey. Hanya itu yang ia punya sekarang, lalu tangisannya meledak.


***

TBC

Terima kasih sudah membaca

Jangan lupa vote n' comment ya

Suliz ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top