38. Waktu Bersamamu

~Happy Reading~

"Sudah lama aku menantikan hari ini, akhirnya semuanya bisa sesuai dengan harapanku".

__________

SUDAH tujuh hari Andra berada di rumah sakit, menurut penuturan dokter besok ia sudah bisa pulang. Selama Andra di rumah sakit, kafenya ditangani oleh asistennya yaitu Danu. Jadi, untuk urusan kafe Andra tidak terlalu pusing memikirkannya. Setiap hari Danu pasti meneleponnya untuk memberi informasi seputar keadaan kafe, atau hal penting lainnya yang harus dilaporkan kepada Andra.

Sementara Maudy. Gadis itu datang setiap hari ke rumah sakit untuk merawat Andra. Hal itu tentu saja membuat pria itu semakin bahagia. Maudy datang sepulang dari kantor, atau bila ia ada meeting di luar saat jam makan siang Maudy akan mampir ke rumah sakit.

Namun berbeda dengan hari ini. Maudy sudah mengatakan sebelumnya bahwa ia tidak bisa menemani Andra, karena dirinya harus ikut ke Bogor untuk mengikuti meeting. Sebenarnya Maudy sudah menolak untuk mengikuti acara tersebut, namun Adelio beralasan ingin mengenalkan putrinya kepada para pemegang saham di perusahaannya.

Maudy sempat bingung, meeting saja harus jauh-jauh. Kenapa tidak mencari tempat yang dekat saja. Begitulah para petinggi seolah ingin mendapat privasi sendiri.

Setiap jam Andra meneleponnya, membuat Maudy pusing dengan tingkah laku pria itu yang terkesan manja. Lama-lama Andra seperti bayi, hanya sekedar haus saja ia harus menelepon Maudy. Dan yang paling membuat Maudy kesal adalah, ketika Andra ingin makan buah. Ia mengeluh tidak bisa mengupasnya padahal kedua tangannya dalam keadaan baik-baik saja.

"Halo, iya ada apa Andra?" Maudy bertanya lemah. Tentu saja karena ini sudah ke delapan belas kalinya Andra meneleponnya.

"Kamu kapan pulangnya?" Andra bertanya untuk kesekian kalinya, membuat Maudy menarik napas panjang.

"Nanti sore, tapi hari ini aku nggak bisa ke rumah sakit ya. Pasti pulangnya malem, aku udah capek duluan nggak apa-apa kan? Besok juga kamu udah boleh pulang. Nanti aku temenin," kata Maudy. Andra terdengar kecewa mendengar pernyataan Maudy. "Halo, Andra. Kamu masih di situ kan?" Maudy bertanya cemas.

"Iya masih," jawab Andra. "Baiklah kamu hati-hati di sana ya, kalau udah pulang kabari aku," pinta Andra.

"Oke bye," sapa Maudy lalu menutup teleponnya.

"Aku kapan pulangnya sih?" Andra bertanya tidak sabar. wajahnya terlihat begitu bosan dan kesal.

"Nanti nunggu dokternya datang dulu Ndra, jadwal kontrolnya kan setelah jam makan siang." Maudy mencoba menenangkan pria itu, meski ia masih melihat gurat kekesalan di wajah Andra. Pria itu sudah tidak sabar ingin segera pulang. Siapa juga yang betah berlama-lama di rumah sakit. "Kamu mau makan buah?" Andra mengangguk. "Mau apa?" Maudy menatapnya, sambil menunjuk beberapa buah yang ada di atas meja.

"Kamu!" Maudy menatap Andra bingung. Karena menurutnya jawaban pria itu tidak nyambung dengan pertanyaan yang ia berikan.

Tiba-tiba saja Andra menarik lengan kiri gadis itu, hingga membuat posisi mereka berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. Andra menatap kedua bola matanya dengan lekat, dan itu membuat Maudy menjadi salah tingkah. Ia ingin beranjak dari tempatnya, namun Andra masih menahan kuat lengannya. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk menunduk saja.

***

"Tatap mata aku," pinta Andra dengan wajah yang dibuat super serius. Namun apa yang dilakukan Maudy justru tersenyum, seolah apa yang dikatakan Andra adalah hal yang lucu baginya.

"Kok malah senyum-senyum gitu sih?" Andra mengeluh.

"Abisnya kata-kata kamu mirip magician yang ada di tv itu lho." Kini Maudy sudah berhasil tertawa dan hal itu membuat Andra kesal setengah mati.

Andra kembali mendekatkan wajahnya ke arah Maudy, membuat gadis itu terdiam seketika. Hawa panas mulai ia rasakan, saat mendapat tatapan tajam dari pria itu. Maudy memerhatikan wajah Andra dari dekat, betapa mulusnya pipi pria itu. Baru kali ini ia melihat dengan jarak yang super dekat, dan lagi. Bibirnya seperti baru saja minum sirup, merah meski sedikit pucat. Mungkin karena Andra tidak merokok sama sekali.

Maudy mencoba menyadarkan kembali dirinya, lalu menggertakkan jarinya dan menyentil dahi Andra. Pria itu meringis kesakitan lalu mengelus dahinya, sedangkan Maudy tersenyum puas melakukan aksinya barusan.

"Maudy ... kamu kok jahatin aku sih," keluh Andra sambil bibirnya mengerucut.

"Kamunakal sih," sahut Maudy tersenyum jahil.


Maudy sudah berada di taman. Pagi-pagi sekali Andra sudah menghubunginya dan mengajaknya untuk bertemu di sini. Maudy sempat kesal, seharusnya pria itu istirahat saja di rumah, mengingat Andra baru keluar dari rumah sakit kemarin. Namun, pria itu lebih memilih bertemu dengan Maudy di taman Melati.

"Andra ngapain sih ngajak ketemuan di taman? Bukannya kamu masih sakit?" Maudy beranjak dari tempat duduknya saat melihat kehadiran pria itu. Ia menghampiri Andra dan mengajaknya untuk duduk di tempatnya tadi.

"Kamu udah lama?" Andra menghiraukan pertanyaan Maudy, lalu mengikuti gadis itu untuk duduk di bangku taman.

"Lima menit yang lalu, kamu ngapain ngajak ketemuan di sini?" Maudy mengulang pertanyaannya dan terlihat penasaran. Andra mendekat lalu duduk di samping Maudy.

"Aku ngajak kamu ketemuan di sini, karena aku ingin mengulang waktu."

"Mengulang waktu?" Maudy mengulang kalimat Andra.

"Dulu kita berjanji untuk ketemuan di taman ini kan?" Maudy mencoba mengingat apa yang dikatakan Andra barusan. Bukankan mereka berjanji untuk bertemu saat Maudy mengaku sebagai Lily.

"Ketemuan sama aku sebagai Lily maksud kamu?" Andra mengangguk.

"Dulu itu kejadiannya nggak sesuai dengan harapan kita, apa yang kita inginkan tidak sesuai. Kini aku ingin mengubah itu," kata Andra. Pria itu mulai menggenggam tangan Maudy. "Maudy, aku sayang sama kamu. Dengan atau tanpa adanya sosok Lily di hidupku, aku yakin kalau aku mencintai kmau. Be my girlfriend, please?"

Maudy tidak menyangka sama sekali, Andra akan merencanakan ulang pertemuan mereka yang dulu tidak sesuai dengan harapan. Maudy yakin, kalau ia juga masih mempunyai perasaan yang sama terhadap Andra.

Maudy ingin merasakan kebahagiaan bersama Andra. Pria yang selama ini ia sayangi dengan sepenuh hati. Bisakah ia memulainya dari awal?

"Iya aku mau," jawab Maudy malu-malu.

"Yes!" Andra bersorak senang. "Makasih sayang," jawab Andra sambil mengacak-acak rambut gadis itu dengan gemas. Maudy tersenyum saat Andra memanggilnya dengan kata 'sayang'. Ia masih belum terbiasa saat mendengarnya.

"Kamu nggak mau selfie lagi?" Andra bertanya, sambil merangkul bahu Maudy.

"Lhotumben nyuruh aku selfie, dulu aja ngeledekin terus." Maudy mencibir. Andra menjawil hidung Maudy lembut. "Aku ambil ponsel kudulu," kata Maudy. Lalu gadis itu mengarahkan ponsel ke wajah mereka berdua. Maudy siap membidik dan mereka mulai berpose.

Cup.

Pria itu mencium pipi Maudy singkat. "Andra! ih," gerutu Maudy sambil menutup wajahnya karena malu. "Pantes ya kamu nyuruh aku selfie, ternyata ada maunya." Andra tertawa puas, Maudy siap untuk mengelitiki Andra, namun pria itu sudah lari menjauh. Dan akhirnya mereka melakukan aksi kejar-kejaran selama beberapa menit.

"Udah, ampun. Aku nyerah," ungkap Andra.

"Awas ya mesum lagi!" Maudy memeringatkan, tangannya sudah siap menyerang.

"Nggak janji sayang," jawabnya santai. Andra beranjak dari tempat duduknya.

"Mau ke mana?" Maudy bertanya.

"Sebentar, kamu tunggu di sini! Jangan ke mana-mana ya," kata Andra. Lalu pria itu berjalan meninggalkan Maudy.

Tak lama kemudian, Andra datang dengan membawa dua ice cream di tangannya.

"Strawberry ice cream for my beautiful girlfriend and vanilla ice cream for myself," ujar pria itu. Maudy melihatnya dengan senang, wajahnya berbinar-binar saat menerima es krim tersebut.

"Thank you my boyfriend," jawabnya.

"Kamu kan pernah bilang, suatu hari nanti kamu ingin makan es krim bareng aku." Andra mengedipkan sebelah matanya.

"Makasih Andra. Kamu udah mewujudkannya," seru Maudy. Setelah itu, Andra mengambil sesuatu di saku celananya.

"Ini punya kamu," katanya, lalu menunjukkan benda tersebut pada Maudy.

"Lho ini kan ponsel aku, kok bisa ada di kamu?" Maudy terkejut melihat ponsel lamanya berada di tangan Andra.

"Nabila yang ngasih ke aku," jawabnya, Maudy sejenak berpikir. Lalu ia mulai mengingat kejadian sebelumnya. Dulu, sebelum ia berangkat ke Australia ponsel itu sempat ia titipkan pada Nabila.

"Kamu jangan marah lagi ya sama Nabila," pinta Maudy.

"Kenapa?" Andra bertanya.

"Karena aku udah maafin Nabila, kamu juga harus maafin. Nabila itu adalah sahabat terbaikku, dan aku nggak pernah bisa marah sama dia." Maudy serius menatap ke arah pria itu. "Kita lupain aja yang kemarin, jadikan pelajaran buat kita. Dengan adanya masalah kemarin, nggak menjadikan kita lupa bahwa cinta kita lebih kuat layaknya batu karang." Maudy meambahkan lalu tersenyum pada Andra.

"Duh, pacarku ngomongnya bijak banget sih. Sayang, kamu nggak tahu ya. Dari kemarin juga aku udah maafin Nabila. Memangnya aku nggak tahu waktu di rumah sakit, bukannya kamu cemburu sama Nabaila."

"Kapan? Siapa juga yang cemburu?"

"Ayo ngaku aja, kemarin pacarku ini cemburu kan?" Andra mengingatkan gadis itu, seraya mengacak-acak rambutnya.

"Andra ih, berantakan dong." Maudy menggerutu. Andra kembali menggenggam tangan Maudy untuk membuatnya tenang.

"Udah lama aku menantikan hari ini. Akhirnya sesuai dengan harapanku, makasih Maudy. Kamu udah mau nerima aku," ungkap Andra bahagia. Maudy menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Mereka menikmati semerbak angin di taman yang lumayan ramai pagi ini.

Maudy sangat bersyukur, akhirnya bisa bersama dengan orang yang ia sayangi. Maudy sempat tidak percaya dengan adanya cinta, namun Andra bisa membuatnya yakin kembali. Ia pikir cinta bisa hilang seiring dengan berjalannya waktu. Ia kira cintanya bisa dengan cepat memudar saat menghilang dari kehidupan pria itu. Nyatanya tidak. Justru cinta itu semakin bertambah besar dan semakin dalam. Meski waktu terus berlalu, meski mereka saling berjauhan. Cinta itu semakin kuat dan sulit untuk berpaling.

Mungkin benar apa yang sering dibicarakan orang-orang, bahwa melupakan cinta tidak semudah jatuh cinta itu sendiri. Kita bisa dengan mudah jatuh cinta, bahkan dengan hitungan detik sekalipun. Tapi, untuk melupakannya butuh kekuatan lebih besar.

Kini, semuanya sudah menjadi lebih baik sesuai dengan yang mereka berdua harapkan. Maudy harus menjaga apa yang sudah ia dapatkan hari ini, kebahagiaan keluarga, cinta dan sahabatnya.

***

happy reading

Ditunggu komentar kalian guys

Suliz ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top