36. Kecelakaan
~Happy Reading~
"Hal yang membuatku sedih adalah melihatmu dalam keadaan tidak berdaya."
__________
DALAM perjalanan pulang, Andra masih mengingat kata-kata Maudy. Gadis itu tidak mau memulai kisah baru dengannya. Andra terlalu percaya diri, mana mungkin seorang Maudy mau dengannya. Mungkin gadis itu sudah lupa, kalau ia pernah jatuh cinta dengan Andra.
Maudy sudah berubah, tidak ada lagi Maudy yang lembut dan hangat. Andra merindukannya, lalu apa yang harus ia lakukan? Andra tetap tidak ingin kehilangan gadis itu, sungguh!
Mengingat hal tentang Maudy, membuatnya kehilangan konsentrasi saat sedang menyetir. Andra membawa mobil dengan kecepatan tinggi, beruntung saja saat itu jalanan lumayan sepi. Namun, tiba-tiba saja ada seekor kucing yang akan menyebrang jalan, untuk menghindarinya Andra membanting setir ke kiri dan akhirnya menabrak sebuah pohon besar di sudut jalan.
Bruk.
Saat itu juga, Andra sudah tak sadarkan diri. Lalu darah segar mulai keluar dari kepalanya.
Di tempatnya Maudy sedang duduk di kursi kerjanya. Setelah kembali ke kantor, Maudy mulai disibukkan kembali dengan berkas-berkas yang harus ia periksa dan ditandatangani. Mengingat tentang Andra membuatnya merasa terluka, ia juga tidak mau bersikap kasar seperti itu pada Andra. Lebih baik ia menyibukkan dirinya dengan setumpuk pekerjaan kantor.
Selesai meeting Maudy kembali ke dalam ruangan. Ia melihat jarum jam di pergelangan tangannya, jarum pendeknya sudah mengarah ke angka tujuh dan jarum panjangnya tepat diangka dua belas. Ia bersiap-siap untuk pulang karena tubuhnya sudah merasa lelah.
Maudy sampai di rumahnya, ia langsung naik ke kamar. Tubuhnya sangat lelah, ia butuh tidur. Namun, pikirannya tidak kalah lelah, setelah bertemu dengan Andra di kafe tadi. Ia terus saja memikirkan pria itu.
Ada hal yang aneh di dalam hatinya. Ia masih merasa bersalah karena berkata cukup kasar pada Andra. Padalah, kalau dilihat ke belakang, justru Maudy lah yang mulai duluan permainan kebohongan ini, dan setelah itu semuanya menjadi semakin rumit karena ia sudah terlalu lama menyimpan kebenaran.
Ia tidak ingin menyiksa Andra lagi dengan kebohongannya selama ini, maka dari itu ia memilih mengakhiri semuanya. Meski sebenarnya, ia belum memulai sesuatu dengan Andra. Bagaimana caranya mengakhiri, bahkan ia belum memulai.
Apakah hatinya benar-benar mencintai Andra? Apakah ia pantas untuk berada di sisi pria itu. Maudy terus menganalisa berbagai pertanyaan yang ada di dalam benaknya. Sampai ia tak sadar ada panggilan masuk sejak tadi.
Maudy memutuskan membersihkan dirinya, ia pergi ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, ia mencari sang Mama.
"Ayo makan sayang," ajak Manda pada sang anak. Maudy menghampiri sang Mama untuk bergabung bersamanya.
"Papa belum pulang Mah?"
"Udah. Masih di kamar," jawab Manda. Maudy hanya mengangguk paham. Maudy memang tidak pernah pulang bersama sang Papa, karena kesibukan mereka yang berbeda. Terkadang Adelio yang lebih dulu sampai di rumah, atau sebaliknya. Tergantung kesibukan mereka di hari itu.
Setelah makan malam bersama kedua orangtuanya, Maudy kembali ke kamar untuk istirahat. Namun, sebelum itu ia melihat ponselnya masih berada di dalam tas. Ia melihat beberapa panggilan tak terjawab dari nabila. Untuk apa gadis itu memanggilnya malam-malam begini. Maudy mondar-mandir di dalam kamarnya, ia merasa bingung serta penasaran. Kira-kira untuk apa nabila menghubunginya?
Maudy ingin menghubungi Nabila kembali, namun ia masih ragu. Ia meletakkan ponselnya kembali di atas nakas. Maudy memutuskan untuk tidur saja karena ia sudah merasa begitu lelah.
Hari ini seperti biasa, Maudykembali disibukkan dengan pekerjaannya di kantor. Adelio mengajaknya untuk meeting membahas mengenai anggaran dana untuk periode tahun depan. Sebagai perusahaan konsultan keuangan, Adelio harus bisa lebih cepat mengatur strategi keuangannya. Semakin hari kliennya terus bertambah untuk memakai jasa konsultasi keuangan di perusahaannya. Adelio merasa senang, dengan adanya Maudy sangat membantu pekerjaannya.
Maudy cepat tanggap akan hal-hal kecil, ia juga tidak pernah ragu memilih prosedur yang belum pernah Adelio pakai sama sekali meski risikonya lebih tinggi. Namun, berkat ketelitiaan dan pemahaman yang Maudy miliki. Akhirnya gadis itu bisa membuktikan kalau dirinya bisa membantu sang Papa dengan kemampuannya sendiri.
"Maudy, nanti kamu urus klien kita yang di perusahaan ini ya!" Adelio memberikan beberapa berkas itu kepada Maudy, setelah rapat selesai.
"Baik Pak," jawabnya patuh.
"Itu besok aja dikerjainnya nggak apa-apa sayang. Sekarang kamu pulang aja, Papa lihat dari dari kamu ngantuk banget." Maudy nyengir saat tertangkap basah menguap beberapa kali di ruang meeting tersebut sepanjang rapat tadi. Pasalnya ia tidak bisa tidur semalam, padahal sebelumnya ia sudah sangat mengantuk. Itu karena ia terlalu memikirkan panggilan dari Nabila.
"Iya Pah, Ody pulang aja ya Pah." Maudy berkata setengah manja, mereka hanya berdua di ruang meeting. Jadi, ia tidak perlu bersikap formal.
"Ya udah hati-hati sayang," ujar Adelio. Maudy mencium punggung tangan sang Papa lalu kembali ke runagannnya untuk mengambil tas.
Saat Maudy menunggu taksi, ponselnya berdering. Ia melihat nama di layar ponselnya yaitu Nabila.
Nabila lagi, ada apa ya?
Maudy menggeser tombol hijau di ponselnya. Nabila memberikan kabar yang membuat Maudy begitu cemas. Taksi yang ditunggu Maudy akhirnya lewat, ia langsung melambaikan tangan agar taksi itu berhenti.
"Rumah sakit Cahaya Bintang, Pak." Maudy memberitahu tujuannya.
Maudy sangat cemas, baru saja Nabila menghubunginya dan memberi tahu bahwa Andra kecelakaan. Maudy takut terjadi hal yang buruk pada pria itu, tanpa sadar ia sudah menangis. Apalagi mengingat kejadian di kafe tadi, sikapnya yang begitu jahat pada Andra. Dan bodohnya lagi, ia mengabaikan panggilan dari Nabila. Padahal gadis itu sudah menghubunginya sejak tadi malam. Maudy tidak berhenti merutuki diri sendiri.
Sampai di rumah sakit, Maudy langsung mencari kamar Andra. Di sana sudah ada Nabila, yang berdiri di depan pintu kamar.
"Bil," panggil Maudy. Gadis itu menoleh lalu tersenyum, senyuman yang selalu meneduhkan hati Maudy. "Gimana Andra? Sorry nggak angkat panggilan lo semalem."
"Nggak apa-apa Ody, gue juga udah kemaleman hubungin lo pasti lo udah tidur kan?" Nabila menjawab dengan pandangan positifnya. "Masuk aja! Andra lagi istirahat, baru tadi pagi siuman. Semalam Andra manggil-manggil nama lo terus makanya gue telepon lo. Tapi setelah itu, suster kasih obat penenang dan baru sadar lagi tadi pagi." Mata Maudy membulat seketika, ia tidak menyangka dengan apa yang diucapkan oleh Nabila bahwa Andra terus memanggil namanya.
"Gue masuk ya," pamit Maudy lalu membuka kenop pintu tersebut. Ia masuk ke dalam ruangan, tersebut ia merasa sedih melihat keadaan Andra saat ini. Pria itu terlihat lemah dan kepalanya di perban, pasti kepalanya membentur sesuatu yang begitu keras dan itu pasti sakit. Maudy memang kecewa dengan Andra, tapi ia tidak ingin melihat Andra kesakitan seperti ini.
Tanpa sadar air matanya sudah menetes di pipi. Andra menyadari kehadiran Maudy, lalu ia hendak bangkit.
"Jangan bangun dulu," ucap Maudy. Tangannya menahan tubuh Andra yang mulai bergerak.
"Aku mau ke kamar mandi," katanya.
"Aku bantu," sahut Maudy.
"Panggil Nabila aja," pinta Andra.
"Aku mau bantu kamu." Maudy kembali menawarkan diri.
"Aku bilang panggil Nabila!" Andra mengucapkan dengan intonasi yang lebih tinggi dari sebelumnya. Maudy sampai tersentak dan terkejut saat mendengarnya. Nabila yang mendengar suara Andra langsung masuk dan menghampiri mereka berdua.
"Antar aku ke kamar mandi," kata Andra saat melihat kehadiran Nabila di sana. Maudy yang melihat itu langsung meneteskan air mata, Andra pasti kecewa padanya.
Maudy masih menunggu Andra keluar dari kamar mandi, ia ingin membantu namun lagi-lagi Andra menolaknya.
"Kenapa bisa begini?" Maudy bertanya cemas. Lalu ia duduk di samping Andra.
"Kenapa kamu ke sini?" Andra balik bertanya dengan intonasi yang sedikit meninggi.
"Aku mau lihat keadaan kamu," cicit Maudy.
"Kamu peduli?" Maudy mengangguk cepat lalu menatap Andra yang sudah kembali berbaring dibantu oleh Nabila. "Aku khawatir makanya aku lansung ke sini." Maudy menuturkan niatnya pada Andra.
"Maafin aku, kemarin terlalu kasar sama kamu," ucap Maudy yang sudah menitikkan air matanya karena merasa bersalah.
"Bukannya kemarin kamu bilang udah nggak mau ketemu sama aku?" Andra kembali memberikan pertanyaan pada gadis itu.
"Tapi aku juga nggak mau lihat kamu seperti ini, Andra."
"Kenapa? Kamu kasihan sama aku?" Maudy menggeleng cepat, menyangkal pertanyaan Andra. "Udah lah mending kamu pulang aja! Lagipula ini udah malem, kamu kan sibuk. Besok harus pergi ke kantor pagi-pagi," sindir pria itu. Maudy tidak tahu harus berkata apalagi. Ia tahu saat ini Andra masih begitu emosi dan kecewa padanya. Ia tidak bisa memaksanya, semua demi kesehatan pria itu.
"Kalau begitu aku pamit," ujar Maudy kemudian meninggalkan ruangan tersebut. Nabila langsung mengejar gadis itu.
"Ody," panggil Nabila.
Maudy berjalan mendekat ke arah Nabila, lalu memeluknya. Nabila sangat terkejut melihat sikap Maudy, tapi ia sangat senang mendapat perlakuan dari sahabatnya itu.
"Makasih ya Bil. Sorry juga kemarin gue butuh waktu sendiri," ucap Maudy sambil menangis, Nabila menggeleng cepat.
"Gue yang seharusnya minta maaf Ody. Gue yang salah," sahut Nabila ikut menangis.
"Gue nggak bisa marah sama lo, Bil. Lo udah menjadi bagian dari diri gue. Nggak ada sahabat yang lebih baik daripada lo, Bil." Maudy memeluk lebih erat sahabatnya.
"Walaupun lo lebay, gue sayang sama lo, Ody. Makasih udah mau jadi sahabat gue lagi." Akhirnya mereka menangis bersama, tangisan bahagia dari keduanya. "Soal Andra, lo tenang aja. Dia cuma lagi emosi kok, nanti gue coba ngomong lagi." Nabila berkata setelah melepaskan pelukan mereka. "Besok lo datang lagi ya, tunjukkin ke Andra kalau lo peduli sama dia!" Maudy mengangguk sambil mengusap pipinya yang penuh dengan air mata.
Setelah memperbaiki hubungannya dengan Maudy. Nabila kembali ke kamar Andra. Ia memerhatikan pria tersebut yang terlihat begitu gelisah.
"Kalau nggak mau Ody pergi, ngapain tadi kamu usir dia?" Nabila duduk di kursi dekat brangkar.
"Ya kamu lihat aja tadi, dia sama sekali nggak ada perjuangannya gitu. Malah nangis gitu aja," sahut Andra yang masih terlihat begitu kesal.
"Ody itu anaknya super gengsi Ndra, dia sayang banget sama aku tapi nggak pernah mau ungkapin. Baru tadi di luar dia bilang, aku sempat kaget dengernya. Dia itu susah buat ungkapin isi hatinya, tapi percaya sama aku dia sayang sama kamu." Nabila kembali menasihati pria itu. "Besok jangan galak-galak lagi kalau nggak mau kehilangan Ody!"
"Besok dia mau ke sini?" Nabila mengangguk cepat. "Pasti kamu yang nyuruh?"
"Iya, biar kamu ada yang ngurusin. Lagipula masa aku izin terus Ndra, aku nggak enak lah sama Mas Raka." Selama Andra di rumah sakit, dua hari ini Nabila yang selalu menemaninya setiap malam sedangkan Ayu berjaga saat siang hari.
"Iya maaf deh udah ngerepotin kamu," sahut Andra. Mereka berdua sudah memutuskan untuk berteman dan memulai hidup yang baru. Keduanya sudah saling terbuka dantidak ingin menyakiti satu sama lain. Nabila sudah mengikhlaskan Andra untuk Maudy, toh memang seharusnya seperti itu. Sama halnya dengan Andra, ia tidak lagi membenci Nabila justru ia sangat berterima kasih karena gadis itu sudah maujujur padanya.
***
See you
Next chapter
Suliz ^_^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top