35. Mengejarmu
~Happy Reading~
"Kita tidak pernah lupa, pada orang yang membuat kita tersipu-sipu"
__________
ANDRA sudah berada di rumahnya setelah pulang dari kafe miliknya. Hari semakin larut, namun pikirannya masih saja melayang pada kejadian tadi pagi saat Nabila mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya. Mau ditanya berapa kali pun, antara Maudy dan Nabila. Hatinya tetap jatuh pada Maudy, yaitu Lilynya.
Andra merindukan gadis itu, sangat. Tapi apakah Maudy akan menerimanya setelah kejadian ini? Andra tidak bisa tinggal diam, ia harus mengejar cintanya. Kali ini ia harus mendapatkan orang yang benar-benar ia cintai.
Andra tidak ingin salah bertindak lagi, kali ini ia sudah menetapkan hatinya pada Maudy. Gadis yang selama ini selalu membuatnya tersenyum. Gadis yang selalu mengajarkannya tentang kehidupan. Andra mengambil kunci mobil yang berada di atas meja belajarnya lalu segera melajukan mobilnya. Ia ingin menjemput kebahagiaannya.
"Malam Tante, bisa saya ketemu Maudy sebentar?" Andra bertanya mendesak saat sampai di kediaman Maudy. Manda sempat bertanya-tanya alasan lelaki itu datang malam-malam begini. Namun, niatnya ia urungkan melihat tingkah Andra yang tidak seperti biasa itu.
"Oh Andra masuk nak. Sebentar ya, Tante liat dulu Maudy sudah tidur atau belum," jawab Manda. Setelah itu masuk ke dalam rumah dan menuju kamar sang anak.
Tak lama kemudian Maudy menghampiri lelaki itu, masih dalam posisi berdiri di depan pintu.
"Kamumau apa lagi?" Maudy bertanya sinis. Andra sedang duduk di teras, namunsaat melihat kehadiran gadis itu ia langsung bangun dan memeluk Maudy.

Maudy terdiam sejenak, mendapat pelukan tiba-tiba dari Andra. Ia merindukan pria itu, sangat merindukannya. Namun sekarang tidak sama lagi, semuanya sudah berubah sejak ia datang kembali ke sini. Maudy melepaskan pelukan Andra lalu ia mundur satu langkah untuk menjauh.
"Maudy, kamu benar udah tau masalahnya?" Maudy tersenyum sinis.
"Masalah apa?" Maudy bertanya balik pada lelaki itu. "Kamu bilang, kamu akan langsung tau kalau itu aku, tanpa harus aku yang menjelaskan bahwa aku adalah Lily. Ternyata itu cuma kata-kata aja." Maudy terlihat kecewa.
"Iya itu kesalahan aku. " Andra terlihat frustasi. "Aku udah salah dan langsung berpikir bahwa Nabila adalah Lily." Andra terlihat menyesal. "Aku juga minta maaf karena kemarin aku salah paham dan nuduh kamu soal Nabila." Andra menggenggam tangan Maudy namun langsung ditepis oleh gadis itu.
"Andra cukup! Aku udah muak sama masalah ini," kata Maudy setengah berteriak.
"Bagaimana caranya aku menebus semua ini? Ayo bilang!" Andra masih menunggu jawaban gadis itu. Maudy menggeleng cepat, ia masih tetap dengan pendiriannya.
"Please Andra, nggak perlu membahas masalah ini lagi." Maudy memohon, menatap lelaki itu. Ia sudah tidak bisa lagi menahan air matanya yang sedari dari ditahannya.
"Apa kita bisa mulai dari awal lagi?" Andra masih ingin berjuang mendapatkan gadis itu.
"Udah ya aku mau sendiri. Kamu nggak usah hubungi aku lagi, aku mohon!" Maudy memberi peringatan padanya. Tanpa menunggu jawaban lelaki itu, ia masuk ke dalam rumah meninggalkan Andra yang masih mematung di depan pintu.
***
Hari ini adalah hari pertama Maudy bekerja di kantor sang Papa. Maudy mengikuti langkah Papanya masuk ke gedung kantor. Adelio masuk ke ruang meeting di ikuti oleh Maudy.
"Selamat pagi semua," sapa Adelio dengan suara berwibawa. Salamnya langsung disambut oleh semua yang hadir di ruang rapat tersebut.
"Sebelum memulai meeting kita, saya ingin memperkenalkan kepala divisi keuangan kita yang baru Rhaisyafa Maudy. Putri saya ini akan memegang posisi yang ditinggalkan oleh Ibu Juliana sebelumnya. Saya harap ada kerjasama yang kalian tunjukkan untuknya." Adelio berkata dengan lembut namuntak menghilangkan kesan tegas dalam dirinya. Maudy mulai memperkenalkan dirinya.
"Selamat pagi semua, salam kenal saya biasa disapa Maudy. Mohon bantuannya ya." Maudy berkata sambil tersenyum.
Beberapa yang hadir terpesona, melihat kecantikan putri semata wayang bos mereka. Para pria di sana, ada yang membenarkan posisi duduknya dengan lebih tegak, berharap diperhatikan oleh gadis itu.
Maudy sudah mulai beradaptasi dengan baik, sebelumnya ia sempat khawatir karena memang ia sulit berada di lingkungan baru. Namun, setelah dijalani semuanya terasa mudah. Rekan sekantornya juga menyenangkan dan sangat membantu pekerjaannya.
Adelio berharap Maudy bisa memajukan perusahaannya dengan kemampuan bisnis yang dimilikinya. Maudy termasuk anak yang cepat mengerti, pekerjaan yang selama ini banyak ter-pending segera ia selesaikan. Maudy memang tidak suka dengan pekerjaan yang di tunda-tunda, meski hal itu berdampak ia sering lembur. Tak masalah baginya, asal pekerjaannya cepat terselesaikan.
Waktu cepat berlalu, sudah satu bulan Maudy bekerja di kantor sang Papa. Ia semakin menikmati pekerjaannya di kantor.
"Permisi Bu, ada dokumen yang harus ditandatangani," kata Citra sekertarisnya yang kepalanya menyembul di balik pintu.
"Oke,bawa saja ke sini Cit!," Maudy menyuruh sekertarisnya untuk masuk kedalam. Lalu Citra masuk dan mendekat ke arah Maudy. Setelah itu ia menunjukkandokumen yang harus ditandatangani oleh Maudy.

"Cit, kamu tolong siapin laporan keuangan bulan kemarin ya saya mau lihat lagi!" Maudy memberi perintah pada sekertarisnya itu.
"Oke Bu, nanti saya bawakan." Citra menjawab cepat.
"Oh iya satu lagi Cit, kamu jangan panggil saya ibu dong. Saya kan masih muda," cicit Maudy, wajahnya terlihat merengut dan bibir yang dimajukan. Citra sontak tertawa mendengar ucapan Maudy serta melihat ekspresi atasannya itu. Jujur saja ia senang mendapatkan atasan seperti Maudy. Meski anak dari bos besar, namun Maudy tidak sombong dan tetap rendah hati. Tidak mengkotak-kotakan seseorang dalam berteman maupun menyapa mereka.
"Lho kenapa kamu tertawa?" Maudy bertanya penasaran karena tiba-tiba sekertarisnya itu tertawa.
"Nggak apa-apa sih, Cuma ekspresi ibu lucu aja, terus saya harus panggil apa dong kalau bukan ibu?" Citra terlihat bingung menatap Maudy.
"Mbak atau Maudy juga nggak masalah," sahut Maudy.
"Masa saya manggil atasan pakai nama sih, ya kan nggak sopan Bu," kata Citra. "Kalau begitu, saya panggil mbak Maudy aja, gimana?" Citra mencoba memutuskan pilihannya.
"Oke itu lebih baik," jawab Maudy. Citra terlihat senang dengan pilihannya.
Setelah itu Citra pamit untuk keluar dari ruangannya atasannya itu. Maudy merenggangkan tubuhnya, ia berdiri dan merentangkan tangannya yang terasa sangat kaku.
Ternyata duduk aja bikin pegel.
Tak lama ponselnya berdering, nomor seseorang tampil dilayar ponselnya. Nomor yang hampir setiap hari, bahkan setiap jam, seperti tidak ada bosannya untuk terus menghubungi dirinya. Merasa lelah karena terus mengabaikan panggilan dari pria itu, akhirnya Maudy mencoba untuk mengangkatnya.
"Halo," sapa Maudy.
"Halo, Maudy. Apa kabar?" Pria di seberang sana bertanya dengan nada khawatir.
"Aku baik." Maudy menjawab singkat.
"Boleh aku ketemu kamu?" Andra bertanya dengan hati-hati.
"Oke kita ketemu di kafe dekat kantor aku aja ya pas jam istirahat. Soalnya aku nggak bisa lama." Maudy menjawab dengan tegas.
"Baiklah, makasih Maudy. Aku berangkat sekarang." Andra menjawab dengan semangat, suaranya terdengar begitu senang.
Maudy melihat jarum jam di dinding ruangannya, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat empat puluh lima menit. Sudah mau memasuki jam istirahat, pantas saja pria itu akan langsung berangkat.
Maudy berniat untuk makan terlebih dahulu, ia membuka kotak makan miliknya. Maudy memang terbiasa membawa bekal. Ia tidak suka makan di luar, selain tidak terjamin kualitas kebersihannya. Waktunya akan terbuang hanya untuk mengantre membeli makanan, karena tahu sendiri jam istirahat rumah makan pasti semuanya penuh.
Setelah menyelesaikan makan siangnya, Maudy pergi menuju kafe yang sudah ia janjikan kepada Andra. Ia melihat ke sekeliling ruangan, belum ada tanda-tanda kehadiran Andra. Maudy merasa ia sangat mengantuk setelah makan tadi. Akhirnya, gadis itu berinisiatif untuk membeli cappucino ice sambil menunggu kedatangan Andra.
Lima belas menit berlalu, Maudy masih menunggu dengan gelisah. Kenapa Andra membuatnya menunggu? Beberapa kali ia melihat ke arah pintu masuk, namun masih belum muncul sosok ynag ditunggunya. Karena merasa bosan, Maudy memainkan ponselnya dan tak lama setelah itu sosok yang ditunggu sudah muncul di hadapannya.
"Hai, maaf telat. Kamu kelamaan nunggu ya?" Andra tersenyum saat duduk di depan Maudy. Senyumnya tidak pernah berubah masih manis seperti dulu, dan Maudy sangat menyukainya. Maudy menyadarkan dirinya kembali. Kenapa senyuman Andra selalu membuatnya hanyut?
"Lumayan," jawabnya singkat. "Kamu mau ngomong apa, soalnya aku nggak bisa lama. Nanti ada meeting," lanjutnya.
"Iya aku ngerti sekarang kamu udah sibuk, susah buat ketemu sama kamu sekarang." Andra mulai bicara sementara Maudy masih setia mendengarkan.
Andra sangat senang bisa bertemu dengan Maudy, kali ini ia tidak akan melepaskan gadis itu lagi. Andra akan meyakinkan Maudy kalau ia sangat mencintainya dan masih ingin berjuang untuk mendapatkannya.
"Aku selalu nyari kesempatan untuk bisa ngobrol sama kamu," kata Andra.
"Sekarang kan udah ketemu," jawab Maudy santai.
"kamu udah tau kan masalah yang kemarin?" Andra mulai membahas topik yang selama ini menjadi masalah.
"Aku udah lupain masalah itu tenang aja, kita nggak usah bahas lagi ya. Kamu kan juga udah punya kehidupan sendiri," kata Maudy menimpali.
"Maksud kamu?" Andra merasa bingung dengan ucapan Maudy.

"Ya karena kamu udah pacaran sama Nabila, masalahnya udah clear. Lalu apalagi yang mau dibahas?" Maudy bertanya sambil menyesap cappucino ice miliknya.
"Nabila minta putus, lagi pula semua itu terjadi karena kesalahpahaman. Kamu tau kan?" Andra menegaskan pada Maudy. "Aku sadar, dengan atau tanpa adanya sosok Lily. Aku udah jatuh cinta sama kamu," ungkap Andra.
"Hati aku udah seperti es krim yang terkena sinar matahari. Udah meleleh bahkan mencair dan nggak bisa balik lagi seperti dulu," jawab Maudy.
"Bahkan es krim yang mencair pun masih terasa manis, apa kamu nggak mau mencobanya?" Andra bertanya.
"Tentu saja udah nggak enak Andra, rasanya pasti beda." Maudy tersenyum sinis. "Andra, please aku udah nggak mau bahas masalah ini lagi. Aku udah nggak percaya sama cinta. Cinta itu cuma khayalan belaka." Maudy sedikit berteriak. Andra tidak menyangka, Maudy akan sekecewa ini sampai ia tidak percaya lagi pada cinta.
"Maudy jangan begitu, kenapa kamu jadi bicara seperti ini?" Andra menatap lekat mata gadis itu. "Maudy, kita bisa mulai cerita kita berdua. Aku yakin kita bisa bahagia," ujar Andra lalu menggenggam tangan gadis itu.
"Maaf aku nggak bisa," sahut Maudy. Ia langsung melepaskan genggaman tangan Andra. "Aku mau kembali ke kantor," ujar Maudy. Gadis itu berdiri hendak pergi, tapi Andra menahan pergelangan tangannya. Namun, lagi-lagi ditepis oleh Maudy.
"Tunggu!" Pria itu tidak ingin Maudy pergi, ia masih ingin meyakinkannya. Namun sepertinya tekad Maudy sudah bulat dan sulit untuk digoyahkan. "Di sini sepertinya yang terlihat paling bersalah itu aku. Kenapa? Bukankah yang berbohong pertama kali itu kamu?" Maudy masih terdiam di tempat. Benar yang dikatakan oleh Andra, ini sepenuhnya bukan kesalahan pria itu.
"Iya aku memang salah, aku udah bohongin kamu selama ini. Aku minta maaf untuk hal itu, aku minta maaf karena udah pura-pura di depan kamu. Aku menyamar sebagai Lily, supaya kamu berhenti ngajar les. Kamu tau kenapa?" Maudy memberanikan diri menatap pria itu. "Karena aku benci sama kamu."
"Bohong!"
"Aku serius, kamu bisa tanya Nabila kalau nggak percaya. Makanya aku mau tegasin lagi sama kamu kalau aku udah nggak berminat jadi seorang Lily lagi." Maudy kembali berkata dengan nada yang sinis dan begitu tegas. Namun, Andra masih merasa ragu dengan apa yang sudah ia dneganr itu. "Jadi, aku mohon sama kamu. Kita akhiri pembicaraan ini. Kita tutup masa lalu, kamu jalani kehidupan kamu yang baru. Akupun begitu," tambahnya.
"Ingat satu hal Maudy. Aku tetap sayang dan cinta sama kamu. Aku yakin perasaan kamu juga begitu kan?" Maudy tidak menjawab. "Aku mau kembali kekantor." Ia pamit, lalu pergi meninggalkan Andra begitu saja. Andra yang masih berdiri menatap kepergian gadis itu.
***
Bersambung ...
Nantikan kisah Maudy dan Andra selanjutnya ya..
Vote? Oke
Comment? Harus :D
Suliz ^_^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top