34. Pengakuan Nabila

~Happy Reading~

"Cinta seperti merpati yang cantik, berharap ditangkap namun menolak untuk disakiti"

__________

SUDAH satu minggu ini Nabila tidak ada kabar. Andra sudah beberapa kali menghubungi Nabila namun tak pernah dijawab oleh gadis itu. Andra merasa cemas, tidak biasanya Nabila seperti ini. Andra sudah mencoba mencari Nabila ke kampus tidak ada, ke butik juga tidak ada. Raka bilang Nabila izin cuti, namun Raka tidak bilang Nabila pergi ke mana.

Akhirnya Andra memutuskan untuk menanyakan Nabila pada sahabatnya yaitu Maudy. Terakhir kali bukankah mereka saling bertemu. Sudah pasti Maudy tahu keberadaan Nabila saat ini.

Bunyi bel, membuat Maudy meninggalkan aktivitas menonton di ruang televise. Kebetulan di rumahnya hanya ada dirinya seorang, Manda dan Ratna sedang pergi ke swalayan untuk membeli stok bahan-bahan di dapur yang sudah habis. Maudy berjalan menuju pintu utama di rumahnya, ia cukup terkejut saat melihat siapa yang datang ke rumahnya.

"Andra!" Maudy masih penasaran, apa yang membawa Andra datang ke rumahnya. "Masuk Ndra!" Maudy melebarkan daun pintu agar pria itu bisa masuk. Setelah Andra masuk, gadis itu kembali menatapnya. "Ada perlu apa?"

"Aku mau nanya sama kamu, di mana Nabila?" kata-kata Andra sedikit menekan. Maudy tercekat, ternyata ia hanya mencari gadis itu. Maudy mencoba menahan perasaannya meski dadanya sedikit sesak.

"Kenapa nanya aku?" Maudy balik bertanya sambil duduk di sofa, sementara Andra masih dalam posisinya berdiri.

"Kamu ada masalah apa sama Nabila? Apa kamu yang nyuruh Nabila pergi ninggalin aku?" Rentetan pertanyaan terus saja Andra lontarkan, membuat Maudy bingung dan tak mengerti ke mana arah pembicaraan pria itu.

"Maksud kamu apa sih?" Maudy sedikit berteriak, beruntung Mamanya sedang tidak ada di rumah. Ia tidak ingin sang Mama tahu tentang masalahnya ini.

"Kamu nggak usah pura-pura, sudah seminggu ini Nabila nggak ada kabar. Dia seolah menghindari aku, apa ini ada hubungannya sama kamu? Bukankah terakhir kali Nabila ketemu sama kamu, saat kamu datang ke kafe aku dan tiba-tiba pergi," ungkap Andra.

Bagaimana aku nggak pergi, melihat kalian berdua seperti itu. Apa kamu tahu Ndra, hati aku sakit. Kamu nggak akan pernah tahu hal itu, dan aku juga nggak berniat untuk ngasih tau kamu.

"Terus kamu nuduh aku, karena Nabila menghilang?" Maudy kesal, mendengar kata-kata Andra yang terkesan menuduhnya.

"Kalau kamu menganggap begitu ya silahkan," kata Andra santai.

Ingin rasanya Maudy menangis, namun ia berusaha menahannya. Maudy tidak ingin terlihat lemah dan menyedihkan di depan Andra. Maudy sangat kecewa, pria yang dicintainya sekarang malah menuduhnya seperti ini.

"Aku nggak tau Nabila pergi ke mana, dia aja nggak ngabarin aku." Maudy menjelaskan dengan nada yang begitu lemah, namun Andra terlihat tidak percaya dengan jawaban Maudy.

"Terus kenapa waktu kamu ke kafe aku, Nabila ngejar kamu? Nabila bilang apa?" Andra begitu penasaran dengan hal itu. Ia merasa ada sesuatu yang sudah ditutupi darinya selama ini.

"Kamu tanya langsung ke pacar kamu dong, aku yakin kamu pasti terkejut mendengarnya." Maudy menjawab dengan nada super sinis. Ia sudah tidak tahan lagi dengan sikap pria itu. "Sorry Ndra, aku ada janji mau pergi." Maudy mengusir pria itu secara halus. Ia tidak bisa lagi lama-lama melihat wajah Andra, membuat hatinya semakin sakit.

Setelah Maudy mengusir Andra secara halus, ia menangis histeris di dalam kamarnya. Yang ada dipikirannya saat ini adalah kenapa Nabila tidak menjelaskan semuanya pada Andra? Dan malah menghilang begitu saja. Dia kira, dia siapa berani seenaknya melakukan ini. Maudy merasa sangat kesal, marah dan sedih semuanya campur aduk di hati dan pikirannya saat ini. Tangisannya terhenti saat ponselnya berdering dan ia melihat nama Raka yang memanggil.

"Iya halo Mas."

"..."

"Oh begitu, di mana?"

"..."

"Iya aku nanti ke sana."

Setelah memutus panggilan diteleponnya, Maudy bersiap-siap. Ia menghapus sisa air matanya, lalu memakai sedikit make up untuk menyamarkan bekas tangisannya. Raka mengajaknya bertemu di sebuah taman, dulu ia biasa ke sana dengan pria itu.

Kapan ia bisa berhenti menangisi Andra, sedangkan pria itu tidak tahu perasaannya sama sekali. Bahkan Andra mencintai orang lain, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.

Maudy sudah sampai di sebuah taman kota, ia mencari sosok Raka. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat Raka sedang duduk lesehan di atas rumput hijau dan segar. Sore ini banyak sekali orang yang datang ke taman, ada yang berkumpul bersama keluarga, ada pula yang mengajak orang tersayang. Atau hanya sekedar berjalan-jalan di taman, membuat suasana taman terlihat ramai.

"Hai," sapa Raka. Gadis itu tersenyum lalu duduk di hadapan Raka. "Kamu apa kabar?" raka bertanya menatap lekat ke arah gadis itu.

"Aku baik Mas. Mmas Raka gimana kabarnya?" Raka tersenyum membuat Maudy mengerutkan keningnya. "Ditanya kok malah senyum sih," keluh Maudy.

"Ya saya baik. Saya seneng aja ketemu kamu lagi," jawab Raka. "Kapan mulai ngantor?" Raka kembali mengajukan pertanyaan pada Maudy.

"Besok Mas, aku cuma dikasih seminggu buat refreshing sama Papa. Papa memang kejam ya," cicit Maudy sambil mengercutkan bibirnya, membuat Raka gemas saat melihatnya.

"Om Adelio kan pengin anaknya cepat menguasai bisnis, ya dengan cara terjun langsung. Biar kamu tau perjuangannya seperti apa." Raka mencoba memberikan pandangan dari sisi yang lain. Maudy hanya mengangguk lemah. "Semangat dong!" Raka mengacak-acak rambut Maudy.

"Ish Mas Raka, kebiasaannya nggak berubah deh." Raka hanya tersenyum menanggapi omelan Maudy. "Mas Raka, gimana butiknya?" Maudy bertanya.

"Baik, nambah satu cabang dong," katanya bangga.

"Wah keren ya," sahut Maudy.

Maudy dan Raka melihat anak-anak berlarian di depan mereka, membuat suasana hening sesaat di antara keduanya.

"Nabila pergi ke rumah neneknya di Surabaya," tutur Raka tiba-tiba. Maudy menoleh ke arah Raka, namun pria itu masih memandang anak-anak yang berlarian.

"Kamu pasti pengin tau kan?" Raka seoalh bisa membaca pikiran Maudy. "Apapun masalah kalian, saya nggak mau kalian sampai putus hubungan. Sahabat itu sangat berharga lebih dari apapun," kata Raka bijak.

Maudy tersenyum datar, siapa yang salah di sini sebenarnya? Kalau Nabila tidak ingin kehilangan Maudy sebagai sahabatnya, kenapa ia selalu menghindar bahkan menghilang saat ini. Bukankah itu malah memperumit keadaan, dan membuat Andra salah paham padanya.

"Eh, kamu kan narsis ayo kita foto bareng," ajak Raka.

"Lho bukannya ini terkesan Mas Raka yang narsis?" Maudy mencibir pria itu. "Mas Raka aja yang aku foto sini, ayo posenya mana?" Maudy mengeluarkan ponselnya. Lalu mengarahkan kamera ponselnya untuk mengambil gambar Raka.

Cekrek.

"Bagusnggak hasilnya?" Raka bertanya penasaran. Lalu gadis itu menunjukkan hasil gambar yang sudah ia ambil tadi padanya.

"Bagus," ucap Maudy sambil mengacungkan kedua jempolnya.

Maudy senang bertemu Raka, dengannya ia bisa cerita apapun. Raka selalu bisa memberikan nasihat-nasihat bijaknya untuk Maudy. Senang dan sedih, Raka pasti selalu ada untuk Maudy. Beruntungnya Maudy punya Raka, sayang hatinya masih untuk Andra.

***

Andra mencoba menghubungi Nabila kembali, setelah teleponnya tersambung ia menunggu jawaban dari Nabila. Namun, suara ringtone milik Nabila terdengar jelas di telinganya bahkan sangat dekat.

"Nabila!" Andra melihat Nabila di hadapannya. "Kamu ke mana aja sih? Aku hubungi kamu tapi nggak dijawab-jawab?" Andra menggenggam tangan Nabila dan memeluknya. Sementara gadis itu memejamkan mata sebentar, ia mencoba kuat dan berani dengan apa yang akan ia sampaikan pada Andra.

"Aku mau jujur sama kamu." Nabila mulai berbicara, sambil melepaskan genggaman tangan Andra padanya.

"Sebelumnya kamu pergi ke mana? Aku cemas nyariin kamu, sampai aku nanya sama Maudy. Dia bilang nggak tau kamu pergi ke mana," kata Andra masih terlihat cemas menatap Nabila.

"Kamu nanya sama Ody?" Andra mengangguk cepat. "Dia nggak tau apa-apa Ndra, aku pergi ke rumah nenekku di Surabaya," kata Nabila menjelaskan.

"Kenapa nggak cerita?" Andra bertanya sedikit kecewa.

"Maaf, aku butuh waktu untuk cerita sama kamu." Andra menatap bingung. "Andra aku mau jujur," ulangnya.

Andra mengerutkan keningnya, semakin bingung dengan perkataan Nabila yang terlihat serius. Andra mengajak Nabila duduk di kursi dekat jendela, hari masih pagi jadi pelanggan belum terlalu ramai.

"Sebenarnya aku bukan Lily. Lily adalah Maudy murid les kamu." Sejenak Nabila berhenti bicara, matanya sudah mengeluarkan cairan bening yang tak mampu ia tahan sejak tadi. "Maafin aku Ndra, untuk sesaat aku egois. Aku ingin memiliki kamu, padahal aku udah merebut kebahagiaan orang lain." Nabila memejamkan matanya, air matanya sudah lolos begitu saja. Sementara Andra masih terdiam, mencoba mencerna setiap ucapan yang dilontarkan oleh Nabila.

"Aku udah bohong selama ini sama kamu. Aku nggak suka es krim stawberry, aku nggak suka bunga Lily dan aku bukan Lily. Tapi satu hal yang tulus dari lubuk hatiku, bahwa aku jatuh cinta sama kamu." Nabila mencurahkan isi hatinya, sementara pria itu sama sekali belum merespon ucapan Nabila. "Aku udah bohongin Maudy juga, dia sangat kecewa sama aku. Aku memang bukan sahabat yang baik." Nabila menunduk dan terus menangis.

"Jadi Maudy udah tau semuanya? Kenapa kamu baru jujur sekarang?" Andra akhirnya bertanya, matanya menatap tajam ke arah Nabila.

"Iya aku minta maaf. Malam itu aku udah jelasin semuanya sama Maudy. Dia minta waktu untuk sendiri dulu, aku ngerti perasaannya." Nabila berusaha menatap pria itu. "Andra, selama ini kamu nggak pernah cinta sama aku. Aku bisa lihat itu di mata kamu. Kamu hanya berusaha bertanggung jawab dengan ucapan kamu pada Lily. Aku tau ada atau tidak adanya sosok Lily, kamu udah jatuh cinta sama Maudy." Nabila berusaha membaca isi hati dan pikiran Andra, yang ternyata semua itu memang benar.

Nabila mengeluarkan ponsel Maudy. Ponsel yang biasa Maudy gunakan untuk bertukar pesan dengan Andra.

"Ini ponsel yang biasa Maudy pakai untuk menghubungi kamu." Nabila menaruhnya di atas meja. "Kita sampai di sini aja ya, aku nggak mau merusak kebahagiaan Maudy. Aku juga nggak mau maksa perasaan kamu," kata Nabila hendak berdiri.

"Sudah selesai bicaranya?" Andra bertanya sinis. Nabila kembali duduk di tempatnya. "Buat kamu semuanya terlihat mudah ya? Kamu datang dan pergi sesuka hati kamu. Kamu pikir orang lain nggak punya perasaan? Perasaan aku, perasaan Maudy." Andra terlihat marah, sorot matanya yang tajam membuat Nabila merasa takut sama seperti yang pernah ada di dalam mimpinya. "Aku baru tau kamu orang yang jahat." Andra menyindir Nabila.

"Sekali lagi aku minta maaf, Andra." Nabila berkata lirih. Ia kembali berdiri hendak meninggalkan Andra, namun pria itu mengatakan sesuatu.

"Maaf saja nggak akan bisa mengembalikan keadaan, untuk saat ini aku nggak mau lihat kamu di hadapanku. Aku juga butuh waktu untuk mencerna semua ucapan yang kamu bilang tadi." Andra memperingatkan gadis itu. Setelah mendengar kata-kata Andra, akhirnya Nabila pergi.

Nabila terisak, air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Hatinya terasa sesak, namun ia harus kuat. Ini sudah menjadi konsekuensinya, ia harus menghadapi semua kesalahan yang sudah ia buat. Sudah cukup ia bersikap egois, semua itu hanya menyakiti Andra dan Maudy. Nabila harus kuat.. Nabila harus kuat.. Ia menyemangati diri sendiri.

Setelah kepergian Nabila, Andra terkulai lemas lalu duduk kembali di kursinya. Perasaannya campur aduk saat ini marah, sedih, kecewa dan terluka semuanya menjadi satu. Andra tidak menyangka Nabila akan setega itu padanya, padahal Andra sudah berusaha untuk membuka hatinya untuk Nabila.

Jujur saja, dari dalam lubuk hatinya ia masih ragu pada Nabila. Perasaan Andra masih setengah hati terhadap gadis itu, ia juga tidak tahu kenapa. Namun, sekarang ia sudah mengetahui jawabannya. Cintanya memang hanya untuk Maudy, benar kata Nabila. Ada atau tidak adanya sosok Lily, Andra sudah jatuh cinta dengan gadis itu.

Andra melihat ponsel Maudy, ia membayangkan saat gadis itu memakai ponsel tersebut. Lalu Andra melihat beberapa pesan yang dikirimkan dari ponsel itu, namanya tersimpan sebagai "Pak Guru". Itu panggilan yang biasa digunakan oleh Maudy saat memanggil dirinya, hatinya semakin terenyuh.

Kemudian Andra melihat gallery ponsel itu, semuanya foto Maudy. Andra bisa memastikan foto itu diambil sudah lama, karena saat itu rambut Maudy masih sebahu. Andra membuka satu persatu foto Maudy, ada satu video yang membuatnya terus tersenyum. Di dalam video yang hanya berdurasi beberapa detik itu, menampilkan Maudy sedang tersenyum manja.

Andramerasa sangat bersalah, apalagi kemarin ia sudah menuduh Maudy perihalkepergian Nabila. Padalah gadis itu tidak tahu apa-apa. Andra merindukangadis itu, sangat. Tapi apakah Maudy akan menerimanya setelah kejadian ini?

***

Terima kasih sudah membaca

Kalian seneng Maudy sama siapa sih?

MAUDY dan ANDRA

MAUDY dan RAKA

MAUDY dan REY

Suliz ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top