32. Maudy is Back
~Happy Reading~
"Aku tak sabar bertemu denganmu, untuk memulai kisah kita berdua"
__________
Delapan belas bulan kemudian.
MAUDY tiba di bandara Internasional Soekarno-Hatta, Ia sangat senang akhirnya bisa kembali ke tanah air tercinta. Maudy merentangkan tangannya menghirup udara segar, masa bodo kalau sampai ia diperhatikan banyak orang. Maudy sudah tidak sabar bertemu dengan keluarga dan teman-temannya. Ia sangat merindukan mereka semua.
Maudy terus berjalan, menuju security check point. Setelah urusannya selesai Maudy pergi ke lobby airport, ia mencari seseorang yang akan menjempunya. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah, tapi belum juga ada tanda-tanda orang yang dikenalnya.
Saat Maudy menengok ke belakang, ia melihat pria dengan pakaian kasual serta kacamata hitamnya yang bertengger di hidung mancungnya. Tanpa aba-aba lagi, ia langsung merangkul pria itu dari arah belakang. Sontak pria itu terkejut lalu menoleh ke arahnya.
"Maudy," katanya pertama kali.
"Rey!" Maudy langsung memeluk Rey. "Kangen," cicitnya penuh dengan nada manja.
"Duh anak manja udah besar ya." Rey mengacak-acak rambut Maudy. "Udah pelukannya jangan lama-lama ah, gue udah punya pacar sekarang. Repot kalau sampai ada paparazi." Rey berkata sambil melepaskan pelukan Maudy.
"What? Are you kidding me?" Maudy bertanya, wajahnya seakan tak percaya.
"Nggak percaya banget sih lo. Nggak tau apa gue punya pesona idol," ucap Rey bangga. Rey memang tidak berubah masih saja narsis.
"Really? Memang ada yang mau sama lo? Cowok irit bin pelit." Maudy meledek Rey. Pria itu lalu mencubit lengan Maudy, membuatnya meringis. "Ish sakit Rey, anak mana cewek lo?"
"Sembarangan kalau ngomong, udah ah nanti gue kenalin sama cewek gue. Sekarang kita pulang ayo!" ajak Rey kemudian. Maudy menurut lalu mengikuti langkah Rey yang sudah berjalan lebih dulu.
Mereka sudah berada di mobil milik Rey.
"Rey, gue nggak nyangka lo ternyata udah dewasa. Gue seneng kalau lo udah nemuin pujaan hati lo." Maudy berkata tulus. Ia sangat senang akhirnya Rey bisa menemukan kebahagiaannya.
"Sejak sekolah gue udah bersikap dewasa kali." Rey menyanggah perkataan Maudy. "Tapi thanks ya Dy, gue harap lo juga begitu ya cepet ketemu sama jodoh lo." Rey berkata dengan wajah yang dibuat serius, Maudy mengangguk lalu tersenyum hangat.
Rey melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata, jalanan lumayan padat siang ini. Mereka tak henti-hentinya bertukar cerita. Saling berbagi informasi seputar pendidikan mereka, Rey sekarang masih semester enam sedangkan Maudy sudah lulus.
Rey juga menceritakan perjuangannya mendapatkan hati Anye, gadis pujaan hatinya. Anye satu kampus dengannya dan mengambil jurusan pariwisata. Maudy sangat antusias mendengar kisah cinta Rey dengan Anye, ia merasa iri. Apakah Maudy bisa seperti itu dengan Andra?
Ah pria itu, apakah masih ingat dengan dirinya. Sudah dua tahun lebih ia tidak berkomunikasi dengan Andra. Baik Andra maupun Nabila tak sekalipun mereka memberi kabar pada Maudy, membuatnya bertanya-tanya ada apakah di antara keduanya?
"Rey, lo suka ketemu sama Nabila nggak?" Maudy bertanya menyelidik.
"Nggak sih, gue kuliah tiap hari terus kalau Sabtu Minggu paling istirahat, kalau Nggak jalan sama Anye. Udah tiap hari seperti itu, memangnya lo nggak saling tukar kabar?" Maudy menggeleng cepet, membuat Rey terheran-heran. Bagaimana bisa Maudy dan Nabila seperti perangko, tapi selama ini seolah kenapa jadi sebaliknya.
"Gue benar-benar lost contact sama Nabila, setiap gue kirim pesan nggak pernah dibalas dan kalau ditelepon, nyambung sih tapi nggak pernah diangkat." Maudy menjelaskan masalah yang dihadapinya sementara Rey mendengarkan dengan tenang.
"Kok aneh ya, nggak mungkin kan Nabila sengaja?" Rey sedikit berpikir. "Nanti datang aja ke kafenya Andra, gue pernah sekali ke sana ada Nabila juga. Keliahatannya dia ikut bantu-bantu di sana." Rey memberitahu sekaligus menyarankan pada gadis itu.
"Oh Nabila sering di sana? Lo bisa kan anterin gue ke sana ya?" Maudy merajuk pada pria itu.
"Tapi nanti aja malam ya. Soalnya setelah nganter lo, gue ada janji sama Anye." Rey mengungkapkan. Gadis itu mengangguk tanda setuju.
***
Sesampainya di rumah, Maudy langsung memeluk kedua orang tuanya. Ia melepaskan rindunya pada mereka berdua, padahal baru seminggu yang lalu mereka bertemu di Australia. Manda dan Adelio ikut menghadiri acara graduation anaknya itu di Australia. Mereka berdua kembali ke Indonesia lebih dulu, sementara Maudy harus mengurus berkas-berkas yang masih ada di pihak kampus serta beberapa hal lainnya.
Orang tua Maudy sangat bangga terhadap anaknya. Maudy mendapatkan nilai memuaskan dan menjadi salah satu mahasiswi terbaik di sana. Tidak sia-sia mereka mendidiknya selama ini, anak satu-satunya yang sangat mereka sayangi bisa membuat mereka bangga dan bahagia.
"Sayang, hari Senin kamu udah mulai masuk kantor ya!" perintah Adelio.
"Pah, Ody kan baru nyampe. Minggu depan deh, Ody kan pengin refreshing dulu. Ody juga pengin jalan-jalan sama Nabila, please Pah." Maudy merayu manja sang Papa. Adelio hanya tersenyum melihat tingkah laku anaknya. Ia juga merasa kasihan pada anaknya, karena selama ini masa muda Maudy hanya dihabiskan untuk belajar.
"Udah biarin dulu Pah, kasian Ody. Dia pengin istirahat. Kalau stres gimana hayo?" Manda tampak khawatir menatap sang anak.
"Baiklah, Minggu depan deal." Lalu Adelio mengulurkan tangannya, mengajak sang anak untuk berjabat tangan. Melihat itu Maudy langsung menyambutnya dengan senang.
"Udah kamu istirahat dulu sana ke kamar!" Manda memberi perintah. Ia tahu Maudy sedang kelelahan.
"Siap bos. Mah, Pah, Ody ke kamar dulu ya." Setelah itu Maudy meninggalkan kedua orangtuanya yang sedang duduk di ruang baca.
Maudy merebahkan tubuhnya di ranjang kesayangannya, ia berguling ke sana dan kemari. Maudy berdiri, saat melihat beberapa boneka kesayangannya. Lalu ia mencium boneka-boneka itu, ia merindukan mereka semua.
"Ah kamarku, apa kabar kamu? Bonekaku apa kabar kalian?" Tanpa sadar matanya terpejam, akibat kelelahan selama perjalanan. Namun karena hatinya yang begitu senang bisa kembali ke rumah, Maudy tidak menyadari betapa lelah tubuhnya dan butuh istirahat.
Maudy bangun dari tidurnya, ia melihat ke sekeliling dan baru menyadari kalau ia sedang berada di kamarnya. Maudy melihat ke arah jarum jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore.
"For God's Sake," tuturnya. Ia langsung beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan seluruh tubuhnya. Guyuran air tidak hanya menyegarkan tubuhnya, tapi juga pikirannya. Hari ini sudah bisa dipastikan ia akan bertemu dengan Andra. Maudy sangat senang akan hal itu.
Setelah selesai mandi, Maudy bersiap-siap untuk pergi ke kafe Andra, sesuai dengan saran dari Rey tadi. Ia sudah tidak sabar bertemu dengan Andra, pria yang selama ini masih bertahan di dalam hatinya. Apakah Andra merasakan hal yang sama?
Maudy menggelengkan kepalanya, menghilangkan semua pertanyaan dalam hatinya. Sekarang saatnya ia melihat kenyataan, semuanya akan menjadi jelas saat ia bertemu dengan Andra. Maudy tidak akan menyimpan perasaan ini sendiri lagi, ia akan membaginya bersama Andra.
Maudy mengenakan dress hitam lengan panjang, ditambah dengan accessories anting panjang dan rambutnya ia biarkan terurai. Tak henti-hentinya ia menatap ke depan cermin, untuk memastikan penampilannya agar terlihat sempurna.
"Ody, Rey sudah jemput Nak," teriak Manda.
"Iya Mah, sebentar lagi." Maudy mengambil tasnya lalu turun ke bawah menemui Rey.
"Langsung nih?" Rey bertanya saat melihat Maudy turun dari tangga.
"Ayo," ajak Maudy. Lalu ia mencium punggung tangan sang mama dan diikuti oleh Rey.
Maudy dan Rey sudah berada di dalam mobil menuju kafe milik Andra, Rey memperhatikan sikap Maudy yang sedari tadi senyum-senyum sendiri.
"Seneng bener yang mau ketemu Andra," ledek Rey.
"Biarin!" Maudy memajukan bibirnya. Maudy memang pernah bercerita pada Rey, kalau ia menyukai Andra jadi sedikit banyak Rey tahu ceritanya. Tapi, Maudy tidak menceritakan perihal ia yang berpura-pura menjadi Lily.
Setelah sampai di kafe Andra, Maudy sangat terkejut melihat papan nama kafe Andra. Refleks ia menutup mulut dengan kedua tangannya, kemudian ia tersenyum haru. Maudy tidak menyangka Andra akan memberikan nama Lily pada kafenya, ia sangat senang melihat semua ini.
Saat masuk ke dalam kafe, pemandangan pertama kali yang membuatnya menarik yaitu kumpulan buku-buku yang ada di beberapa lemari cantik, membuat Maudy semakin terpana dengan konsep yang Andra ambil. Maudy semakin kagum pada sosok mantan guru lesnya itu.
Ia berjalan lurus mencari sosok Andra, namun Rey menepuk pundaknya. Rey mengajaknya untuk berjalan ke arah samping pojok. Di sana ada Nabila yangsedang bermain piano sambil bernyanyi. Sahabatnya itu tampak bahagia, sementara Maudy melihat Andra sedang duduk tenang di depan Nabila. Sesekali ia melihat pria itu ikut melantunkan lagu yang dibawakan oleh Nabila.
Maudy dan Rey mendekat ke arah di mana Nabila dan Andra berada. Maudy menatap bingung, melihat pemandangan di hadapannya. Awalnya ia hanya biasa saja melihat Andra, namun lama-kelamaan Maudy bisa melihat kalau sorot mata Andra tidak seperti biasanya. Setelah pertunjukkan Nabila selesai, Andra bangkit dari tempat duduknya, lalu mendekat ke arah gadis itu, dan memberikan sebuket bunga serta mengecup punggung tangan Nabila.
Maudy menatap tajam ke arah mereka berdua, ia merasa dadanya sesak melihat pemandangan di hadapannya. Dulu Andra pernah berjanji, memintanya bermain piano saat pria itu sudah mempunyai kafe, tapi sekarang? Apa yang terjadi, kenapa mereka begitu dekat? Bahkan Andra mencium punggung tangan Nabila.
Maudy mundur satu langkah, ia sudah tidak kuat lagi melihat pertunjukkan di depannya. Maudy hendak berbalik namun ia tak sengaja menyenggol vas bunga yang ada di sebelahnya, membuat semua mata mengalihkan pandangannya ke arah Maudy.
Andra dan Nabila ikut melihat ke arah di mana suara pecahan vas bunga itu. Sementara Maudy sudah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, yang pasti Nabila sudah mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya.
"ODY!" Nabila menatap Maudy dengan penuh kecemasan.
"Rey, kita pulang!" Tanpa menunggu jawaban dari Rey. Maudy langsung pergi meninggalkan kafe dan menuju ke arah di mana mobil Rey terparkir.
Maudy masuk ke dalam mobil, air matanya sudah tidak sanggup ia bendung lagi. Akhirnya Ia pun menangis, mengingat apa yang baru saja dilihatnya. Apakah ini nyata? Pemandangan apa tadi, kenapa membuat hatinya sakit?
Rey tampak khawatir melihat gadis itu menangis, apalagi ini pertama kalinya Rey melihat Maudy menangis. Itu membuatnya sakit, Rey ingin Maudy tetap bahagia, oleh karena itu ia melepaskannya. Rey merasa tidak mungkin bisa memaksakan hati Maudy untuknya, walupun ia sudah berusaha.
"Nangis aja kalau itu bikin lo lebih baik," ujar Rey, lalu ia mulai melajukan mobilnya.
Nabila mencari Maudy dan berusaha mengejarnya, namun ia terlambat saat mobil Rey sudah berjalan jauh. Andra ikut mengejar gadis itu, ia tidak mengerti kenapa Maudy tiba-tiba pergi, dan sekarang kenapa Nabila ikut mengejarnya.
"Andra, aku nyusul Ody dulu ya. Nanti aku jelasin." Nabila langsung memberhentikan taksi yang kebetulan lewat di depannya. Andra yang terlihat bingung, hanya diam menatap kepergian Nabila.
***
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
To be contiued ya
Sorry kalau banyak typo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top