29. Cinta dan Pengorbanan

~Happy Reading~

"Cinta butuh pengorbanan. Ia butuh program-program nyata"

__________

SORE ini Maudy tidak ada kelas, ia berencana untuk jalan-jalan di sekitar kampus. Sejak tiba di Australia, Maudy memang lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam asrama dan sekitar kampus saja. Maudy melihat beberapa tempat yang unik, banyak kafe dan bistro di sepanjang jalan Canberra. Tak lupa ia memakai jaket tebal, karena hari ini cuaca akan memesuki musim dingin.

Maudy menikmati perjalanannya hari ini. Kakinya sudah mulai terasa pegal, lalu ia memutuskan untuk kembali ke lingkungan ANU. Maudy berjalan melewati Sport Hall, tepatnya di gedung 19 pusat olahraga dan rekreasi di ANU. Ia melihat sebuah rumah makan atau kedai kopi yang bertuliskan The Coffee Grounds. Maudy mencoba masuk ke dalam sana, lalu ia memesan chicken burger dan dark chocolate untuk menghangatkan tubuhnya. Ia membawa pesanan miliknya menuju kursi pengunjung di samping jendela, tempat yang cukup nyaman pikirnya.

Bagi pengunjung yang ingin bersantai dengan udara yang sejuk, bisa datang ke area terbuka. Di luar ruangan, tempat ini yang tak kalah menarik. Pengunjung bisa menikmati angin yang bertiup sepoi-sepoi karena terdapat beberapa pohon yang rindang cocok sekali untuk bersantai.

Sembari menikmati makanannya, Maudy membuka notebook miliknya. Ia berpikir untuk mengerjakan tugas di luar area kampus, sepertinya bukan pilihan yang buruk. Maudy membuka tampilan draft jurnal yang ingin ia kerjakan sebelumnya. Namun, beberapa saat kemudian beberapa chat masuk. Ternyata, Tasya mengirimkan pesan lewat akun messanger-nya.

Tasya_Vanilla : Hai Maudy, apa kabar?
Rsyafa_Maudy : Hai Sya, gue baik.
Tasya_Vanilla : Enak ya yang kuliah di Ausi, betah lo?
Rsyafa_Maudy : yah, di betah-betahin Sya, kan demi masa depan.
Tasya_Vanilla : Iya ... ya hehe.
Rsyafa_Maudy : Masih sering ketemu sama anak-anak yang lain Sya?
Tasya_Vanilla : Masih dong, yang lain juga kan kuliahnya masih di Jakarta. Nanti kalau lo liburan kita kumpul bareng ya?
Rsyafa_Maudy : Sip, gue juga udah kangen sama kalian hehe.
Tasya_Vanilla : Iya gue kangen lo juga Maudy. Oh iya Dy, kemarin gue ketemu sama guru les lo itu, tambah ganteng deh dia hehe.
Rsyafa_Maudy : Oh di mana Sya?
Tasya_Vanilla : Di kampus kakak gue, ternyata si Andra sekampus sama kakak gue. Kemarin kan acara wisudanya, Nabila juga ikut datang tuh.
Rsyafa_Maudy : Oh Andra wisuda? Nabila juga ikut nganter Andra?
Tasya_Vanilla : iya, memangnya Nabila nggak cerita?
Rsyafa_Maudy : Belum sih. Sya gue offline duluan ya mau ngerjain tugas soalnya, bye.
Tasya_Vanilla : oh okay, bye Maudy.

Perasaan Maudy sungguh tidak karuan, Tasya tidak mungkin berbohong ia sangat mengenal teman sebangkunya itu. Tapi ada apa dengan Nabila? Kenapa Nabila seakan menghindarinya, apa Nabila sengaja melakukan itu? Tapi untuk apa? Lalu kenapa Nabila ikut menghadiri acara wisuda Andra.

Kalau saja Maudy bisa, ia ingin langsung terbang ke Indonesia untuk meminta penjelasan dari sahabatnya itu. Tapi, ia tidak sebodoh itu. Maudy masih berpikir rasional, kuliahnya lebih penting saat ini.

Maudy segera merapikan notebook-nya, rasanya ia ingin segera merebahkan tubuhnya di ranjang asrama. Memikirkan Nabila membuat kepalanya penat dan kacau. Tapi ketika hendak pergi, ada sebuah panggilan masuk di ponselnya.

"HaloMaudy, kamu apa kabar?" Raka menyapa saat panggilannya sudah terhubungdengan gadis itu. Sesekali pria di seberang sana melambaikan tangannya melaui videocall.

"Hai Mas, aku baik." Maudy menjawab sambil tersenyum ramah, ia tak menyangka kalau Raka akan menghubunginya melalui layanan video. "Mas Raka sendiri gimana kabarnya?" Maudy ikut mengajukan pertanyaan padanya.

"Aku kurang baik nih, lagi kangen seseorang." Raka mengucek matanya memperlihatkan seolah ia sedang menangis. Maudy yang melihat pemandangan itu hanya tersenyum. "Orangnya lagi ada di Australia, jauh kan?" Raka melanjutkan penuturannya.

"Lagi apa memangnya di Australia, Mas?"

"Nggak tau tuh, mungkin mau main sama kanguru di sana," cicit Raka spontan. Maudy langsung tertawa saat mendengarkan jawaban pria itu. "Kamu nggak kangen sama saya, eh sama Indonesia?" Raka bertanya kembali, nadanya sedikit menggoda gadis itu.

"Kangen dong Mas, seindah-indahnya negara orang lebih indah negara sendiri kan." Maudy berhenti sejenak, lalu melanjutkan kalimatnya. "Aku juga kangen kok sama Mas Raka," kata Maudy. Pria itu tersenyum saat mendengar jawaban Maudy.

"Kamu sangat bisa membuat hati saya terbang," ujar Raka sambil senyum-senyum mirip anak kecil yang mendapatkan permen.

"Memangnya Mas Raka burung bisa terbang." Maudy tertawa meledek.

"Kamu lagi makan apa itu?" Raka melihat ke arah meja.

"Chicken burger Mas, enak lho."

"Kalau bisa jangan kebanyakan makan junk food ya kamu. Makan makanan yang sehat, sayuran dan buah jangan lupa!"

"Iya Mas, ini juga aku baru nyobain kedai kopi di kampus. Aku nggak sempat jalan-jalan juga kerjaannya belajar, kalau nggak di asrama ya di lingkungan kampus." Maudy menghabiskan cokelatnya yang tersisa sedikit.

"ya kamu di sana memang untuk belajar Maudy, bukan untuk jalan-jalan dan sebagainya." Raka mengingatkan gadis itu. "Pokoknya kesehatan harus diprioritaskan ya, kalau kamu sakit kamu nggak bisa mikir dan sekolah." Raka kembali mengingatkan Maudy dengan kata-kata bijak nan dewasa versiya.

"Iya Mas Raka yang super cerewet," sahut gadis itu lemah.

"Lho kamu malah ngatain saya cerewet. Ini saya peduli lho sama kamu, perhatian gitu. Kok dibilang cerewet," cicit Raka nadanya dibuat setegas mungkin, namun Maudy tahu pria itu sedang berusaha membuat ia semangat.

"Iya makasih udah perhatian dan peduli sama aku Mas. Mas Raka is the best pokoknya, aku jadi pengin peluk deh." Maudy merajuk menatap Raka yang terlihat pura-pura cuek pada gadis itu.

"Bohong!"

"Ish ngapain aku bohong, aku kangen senderan di bahu Mas Raka sampai aku tidur." Maudy tersenyum manja sedangkan pria itu hanya menggelengkan kepala. Ia tahu Maudy hanya menganggapnya sebagai seorang kakak, Raka tidak masalah akan hal itu. Asalkan Maudy bagahia, ia rela.

Dua puluh menit berlalu, cukup lama Raka meneleponnya. Apa biayanya tidak mahal? Maudy mengerutkan keningnya seperti berpikir. Ah biarkan saja itu urusannya, lagipula bukankan Raka seorang pengusaha pasti tidak masalah dengan hal itu.

Maudy beranjak dari tempat duduknya kemudian berjalan menuju asrama kampus. Mengobrol dengan Raka membuatnya merasa jauh lebih baik, ia juga sedikit menemukan titik terang dari pertanyaannya selama ini mengenai Nabila.

Raka juga bercerita tentang kehadirannya di peresmian kafe baru Andra. Mengenai kabar Nabila, Maudy sudah cukup jelas. Kenapa selama ini Nabila seakan menjauhinya, itu karena sahabatnya sudah masuk kuliah jadi sangat sibuk. Ditambah keadaan butik juga sedang ramai pengunjung, jadi untuk sekedar melihat ponsel saja Nabila tidak sempat.

Begitulah yang diceritakan oleh Raka, Maudy sangat lega mendengar kabar tersebut. Ia jadi tidak berpikiran negatif lagi tentang sahabatnya itu, hampir saja ia berpikiran yang tidak-tidak pada Nabila.

Di tempatnya, Raka terpaksa berbohong pada Maudy. Semua itu ia lakukan karena tidak ingin membuat Maudy berpikir jelek terhadap sahabatnya sendiri. Raka juga tidak ingin membuat Maudy kehilangan konsentrasinya dalam belajar, apalagi belajar di negara orang. Bisa sia-sia kalau Maudy mendapatkan nilai yang buruk hanya karena masalah pribadi.

Raka sangat memerhatikan masa depan Maudy, ia sangat dewasa dan bijaksana. Raka tidak peduli cintanya bertepuk sebelah tangan terhadap Maudy, yang paling penting adalah gadis itu tetap bahagia walaupun ia tidak bisa terus ada di sampingnya.

Bagi Raka, cinta bukan soal perasaan belaka, bukan masalah pengungkapan saja. Bukan perasaan saja, bukan pula soal pengertian semata. Cinta butuh pengorbanan. Ia butuh program-program nyata.

***

Nabila sedang merapikan beberapa pakaian yang ada di butik, sekarang Nabila masuk shift pagi karena ia harus kuliah sore harinya. Sebelumnya ia sudah meminta izin kepada Raka perihal shift. Sebenarnya bekerja di butik tidak ada aturan shift, namun berhubung ia harus kuliah hal ini harus dibicarakan dengan sang bos.

Beruntung Nabila mempunyai atasan yang sangat perhatian dan peduli terhadap pendidikan. Raka sangat mendukung niat Nabila untuk kuliah. Raka selalu memberikan nasihat padanya, meski sudah bekerja jangan sampai melupakan tugas utama yaitu belajar.

"Kamu nggak coba hubungi Maudy? Kasihan lho dia kangen banget sama kamu," ungkap Raka yang ikut membantu Nabila menggantungkan baju-baju.

"Iya nanti Mas," jawabnya gugup.

"Saya bilang sama Maudy, soal kafe baru Andra." Nabila sontak menghentikan aktivitasnya saat Raka menceritakan hal tersebut.

"Mas Raka bilang juga tentang aku sama Andra?" Nabila bertanya penasaran, lalu ia melihat Raka menggeleng.

"Kenapa? Kamu takut? Tenang saja saya nggak setega itu, lagipula nanti Maudy tidak konsen belajar." Raka berhenti sejenak mengambil gantungan baju di hadapannya, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Tapi setidaknya kamu harus jujur sama Maudy, saya yakin dia pasti mengerti." Raka mencoba member saran yang bijak, namun Nabila masih enggan menerimanya karena ia masih ragu untuk jujur pada sahabatnya.

"Tapi aku udah bohongin Maudy Mas. Aku nggak yakin dia maafin aku," ucap Nabila cemas.

"Kamu udah berapa lama sih sahabatan sama Maudy? Sebagai sahabat seharusnya kamu sudah tau sifatnya. Sahabat itu akan menerima segala kekurangan dan kelebihan sahabatnya bukan malah menghakimi. Saya yakin Maudy tidak akan menghakimi kamu." Raka bicara dengan wajah yang lebih serius, membuat Nabila sedikit bergidik ngeri dengan tatapan tajamnya. Nabila hanya diam mendengar ucapan Raka.

"Selesaikan masalah kamu sama Maudy, biar kamu lebih fokus bekerja. Saya nggak tau masalah kalian apa, tapi saya nggak mau kalian jadi berantem kesalahpahaman atau hal lainnya." Raka berkata tegas dan meninggalkan Nabila, lalu pria itu pergi ke ruangannya.

WalaupunRaka terlihat marah, namun di dalam hatinya ia sangat peduli terhadapNabila dan Maudy. Nabila tahu itu, karena ia sudah lama mengenal Raka. Nabilamengerti, ia harus berubah. Berubah menjadi orang yang lebih berani denganjujur dan mengakui kesalahannya pada Maudy. Tapi apakah ia mampu?


***

Mau tahu kelanjutannya?

Stay tuned ya

Suliz ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top