22. Kamu Manis

~Happy Reading~

"Aku selalu berharap kamu selalu bersikap manis bahkan ketika kamu tahu aku bersalah. Katakanlah aku memang egois"
__________


ANDRA berjalan menuju dapur untuk menghampiri Maudy yang berada di sana.

"Udah beres semua?" Pertanyaan Andra yang tiba-tiba membuat Maudy terkejut seketika, sambil memegangi dadanya gadis itu menatap sinis ke arah Andra.

"Ish Andra bikin kaget aja sih." Maudy menatap kesal.

"Andra, bantuin Bunda nak!" Andra langsung berlari ke sumber suara di ikuti Maudy. Ayu datang dengan membawa dua mangkuk soto untuk Maudy dan juga anaknya.

"Lho Tante Manda mana, Bun?" Andra mencari sosok Manda. Lalu ia membawa mangkuk itu ke meja makan dan menaruhnya.

"Tadi buru-buru pulang, mau ke bandara katanya nemenin suaminya mau berangkat ke Medan." Ayu menjelaskan. "Sudah ngabarin kamu, nak?" Ayu beralih menatap ke arah Maudy.

"Udah Bunda, tadi barusan telepon aku. Semalem Papa memang bilang mau ke Medan dikira besok, nggak taunya hari ini jadwalnya dimajuin." Maudy mencoba member penjelasan. Ayu dan Andra hanya ber 'oh ria' dan mengangguk tanda mengerti.

"Ya sudah kalian makan ya! Bunda mau balik lagi ke warung, Andra nanti kalau Maudy mau pulang anterin ya!" Sang Bunda mengingatkan putra sulungnya, lalu berjalan kembali meninggalkan mereka.

"Sip Bunda," jawab Andra. "Ayo makan!" Andra mengajak Maudy yang masih menatap kepergian Ayu.

"Akhirnya nyobain soto Bunda kamu nih." Maudy terlihat senang, matanya berbinar-binar melihat soto di atas meja yang aromanya sudah tercium oleh hidungnya sedari tadi.

"Gimana enak nggak?" Maudy mengangguk sambil mengacungkan kedua jempolnya, masih menikmati sotonya. Tiba-tiba Andra mengusap sisa makanan di bibir Maudy, membuat gadis itu terkejut dan menatapnya dalam diam.


"Makan tuh yang bener, jangan belepotan kaayak anak kecil." Andra tersenyum sementara Maudy malah menjulurkan lidahnya.

"Ih nggak sopan ya." Andra mencubit pipi Maudy membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Pak guru, sakit ish." Maudy mengeluh sambil mengusap pipi kirinya.

"Iya maaf deh." Lalu Andra mengusap lembut pipi Maudy bekas cubitannya tadi. Jantung Maudy tidak bisa berkompromi saat ini, detakannya tidak bisa dikendalikan. Semoga saja Andra tidak mendengarnya."Ya udah makannya cepet diabisin, nanti aku anterin pulang!" Andra member perintah.

Maudy pun melanjutkan makan. Andra menopang dagu memerhatikan cara gadis itu makan hingga ia tersenyum-senyum sendiri. Maudy menjadi salah tingkah dibuatnya.

"Apaan sih ngeliatin terus, aku kan gerogi," cicit Maudy jujur. "Katanya tadi disuruh cepet ngabisin makanannya." Maudy mengomel sebal pada Andra, namun tak ditanggapi oleh Andra. Pria itu malah membawa mangkuk kotornya ke dapur. Maudy bertanya-tanya dalam hatinya ada apa dengan sikap guru lesnya itu? kenapa jadi aneh begini.

"Pak guru kok malah senyum-senyum aneh gitu sih?" Maudy mengejar Andra ke dapur. Terlihat Andra sedang mencuci mangkuk kotor bekas makannya tadi.

Maudy berdiri di sebelahnya dan menaruh mangkuknya di hadapan Andra. Pria itu melebarkan matanya, menatap Maudy seakan mempertanyakan apa maksudnya meletakkan mangkuk di hadapannya.

"Sekalian!" Maudy berkata polos.

"Cuci sendiri dong," perintah Andra tegas lalu menyelesaikan aktivitasnya.

"Tapi aku nggak bisa nyuci piring," kata Maudy jujur.

Andra berjalan mendekat ke arah Maudy, semakin dekat. Maudy merasa harus menghindar, namun punggungnya sudah menabrak meja dapur. Tangannya memegang pinggiran meja, Andra sudah berada di hadapannya bahkan Maudy bisa merasakan embusan napas pria itu di wajahnya. Lalu Andra membuka lemari kitchen set tepat di atas kepala Maudy dan mengambil sesuatu di sana.

"Kamu manis kalau lagi tegang begini." Wajah Maudy merona mendengar penuturan Andra. Ternyata pria itu mengambil sebuah lap kering untuk membersihkan tangannya. Sial! Maudy kira Andra akan menciumnya? Tidak, kenapa Maudy jadi berpikiran mesum begini?

"Jadi kamu sengaja?" Maudy mendorong tubuh Andra menjauh dari hadapannya, lalu ia berlari meninggalkan Andra yang masih berada di dapur.

"Hey, piringnya belum dicuci nih." Andra memanggil Maudy setengah berteriak, namun dihiraukan begitu saja oleh gadis itu. Maudy merasa sangat kesal dengan sikap Andra barusan. Bisa-bisanya Andra menggodanya seperti itu, membuat ia berpikiran yang tidak-tidak saja.

***

Andra sudah berada di depan rumah Maudy, mengantar gadis itu pulang sesuai perintah sang Bunda. Walaupun tidak diperintah Andra akan tetap mengantar Maudy pulang alasannya, ya tanggung jawab.

Kenapa Andra harus merasa bertanggung jawab terhadap Maudy? Ia juga tidak tahu, yang jelas akhir-akhir ini Andra senang sekali menggoda Maudy. Hal itu membuat gadis itu malu-malu dan wajahnya terlihat begitu merona. Seperti yang dilakukannya di dapur tadi, Andra sengaja membuat Maudy tegang dengan suasana yang ia ciptakan.

Andra seperti orang yang sedang jatuh cinta. Apa benar dirinya sudah jatuh cinta dengan Maudy? Bagaimana dengan Lily?

"Mau mampir?" Maudy bertanya pada Andra yang masih duduk di atas motornya.

"Iya deh, Tante Manda kan belum pulang. Aku temenin kamu sampe Tante Manda pulang ya," izin Andra. Maudy mengangguk sambil tersenyum. Lalu ia membuka gerbang rumahnya, membatu Andra agar motornya bisa masuk.

"Mau minum apa?" Kini keduanya sudah berada di dalam rumah Maudy. Tepatnya, di tempat biasa mereka belajar les.

"Teh hangat boleh," jawab Andra lalu duduk di sofa. "Oh iya bisa nggak bikinnya?" Andra tersenyum meledek gadis itu.

"Nggak bisa sih. Makanya jangan kaget ya, kalau nanti gulanya ketuker sama garam." Maudy membalas ledekan pria itu, wajahnya terlihat kesal. Selalu saja Andra membuatnya kesal. Apa pria itu memang senang membuat Maudy seperti ini? Lama-kelamaan Maudy sudah terbiasa dengan gurauan dan ledekan yang diberikan pria itu. Tapi kenapa saat berbicara dengan Lily, Andra bisa bersikap lembut?

Maudy membawakan segelas teh hangat untuk Andra, namun ia tidak menemukan sosok Andra di sofa. Maudy mengedarkan pandangannya ke sekitar ruang tengah dan masih tidak menemukannya. Maudy mencari ke dekat tangga, lalu ia menemukan Andra sedang berada di sebuah ruangan.

"Kamu bisa main piano?" Andra bertanya saat berada di ruang musik di rumah Maudy. "Sorry, aku langsung masuk aja nih." Sejak pertama ke rumah Maudy, ia begitu penasaran dengan ruangan ini. Pernah Andra menengok sebentar ke dalam ruangan, dan membuatnya sedikit takjub. Ternyata keluarga Maudy mempunyai berbagai alat musik.

"Iya nggak apa-apa, main piano bisa dong." Maudy menjawab dengan bangga.

"Coba dong, aku pengin dengar kamu main!" Andra meminta pada gadis itu. "Nanti, kalau semisal aku udah punya kafe. Kamu yang main musik di kafe aku ya," janjinya pada gadis itu. Maudy ikut tersenyum mendengar permintaan Andra, dan ia berharap keinginan Andra mempunyai sebuah kafe akan tewujud.

"Janji ya," katanya. Maudy mengulurkan jari kelingkingnya pada Andra. Priaitu sempat tertawa kecil melihat tingkah gadis di hadapannya ini. Kenapa Maudyseperti anak kecil begini. Namun, Andra ikut mengulurkan jarikelingkingnya tanda ia pun berjanji.


Lalu Maudy duduk di sebelah Andra, ia mulai memainkan piano sesuai dengan permintaan pria itu. Sejak kecil Maudy memang sering berlatih main piano, bahkan ia mengikuti beberapa les musik lainnya dan tidak hanya piano. Oleh karena itu, kemampuan bermain musik Maudy bisa dikatakan mahir sama seperti sang Papa yang senang dengan alat musik.

"Pak guru!" Maudy memanggil Andra. Jarinya berhenti menekan tuts piano lalu menatap lekat ke arah pria yang kini duduk di sampingnya.

"Hemp." Andra menatap ke arahnya.

"Kamu bakal marah nggak, kalau semisal ada yang bohong sama kamu?" sudah lama Maudy ingin menanyakan hal ini pada pria itu. Andra mengerutkan keningnya, terlihat bingung dengan pertanyaan gadis itu yang keluar dari topik.

"Ya tergantung alasannya," jawab Andra mencoba menimbang.

"Maksudnya?" Maudy kembali bertanya.

"Kalau alasannya demi kebaikan bisa aja aku nggak marah, ya tergantung masalahnya. Kalau memang kebohongannya disengaja mungkin aku bisa marah," kata Andra tegas. Maudy mendengarkan dengan serius. "Kenapa kamu tiba-tiba nanya seperti itu? Kamu ada bohong sama aku ya?" Pria itu menyelidik membuat Maudy terkejut dan segera menggelengkan kepalanya.

"Nggak, ini cuma nanya aja. Nggak usah dianggap serius," kata Maudy mencoba mengalihkan pembicaraannya. "Kamu mau lagu apa lagi?"

"More than words, bisa?" Andra mencoba menantang gadis itu. Maudy hanya tersenyum simpul, lalu kembali menekan tuts-tuts pada pianonya. Andra semakin kagum pada sosok Maudy. Gadis itu serba bisa menurutnya, membuatnya semakin nyaman saat bersama dengan Maudy. Dan lagi, kenapa hari ini Maudy terlihat begitu manis di matanya.

"Udah ah aku pegal," keluh Maudy menatap Andra dengan bibir yang mengerucut. "Kamu dong belajar! Sini mana jari kamu." Maudy menarik tangan Andra, agar pria itu menekan tuts piano yang ada di hadapannya itu.

"Aku kira tuts yang hitam ini cuma pajangan lho, ternyata bisa bersuara juga ya." Maudy tertawa mendengar ucapan polos Andra. Pria itu, Maudy akui pintar segala hal tapi kalau disuruh main piano langsung ciut nyalinya.

"Ya kali cuma pajangan Ndra," sahut Maudy. "Hafalin aja dulu tutsnya! Tuts yang putih ini C, D, E terus sebelahnya F, G A, B. Sementara tuts yang hitam ada dua penyebutan namanya yaitu kres dan mol. Kamu juga harus inget yang ini," kata Maudy mengingatkan sambil menunjuk bagian pada tuts piano tersebut.

"Aku mending belajar Fisika deh," keluh Andra terlihat menyerah.

Maudy berdecak kesal, ternyata Andra tidak sabaran saat menjadi murid. "Tapi kalau gitar kamu bisa dong main?"

"Kalau gitar aku bisa, masa cowok nggak bisa main gitar."

"Ya siapa tau kan," ledek Maudy.

"Kamu meremehkan aku?"

"Nggak! Beneran deh." Melihat gadis itu masih senyam-senyum, membuat Andra masih meragukan ucapan. Lalu dengan sigap tangannya memberikan kelitikan pada Maudy. Pria itu terlihat begitu senang saat melihat Maudy kegelian. Maudy berlari ke sekeliling ruangan, namun Andra tetap mengejarnya. Akhirnya, mereka main kejar-kejaran. Maudy merasa bahagia, karena hari ini bisa menghabiskan waktu bersama Andra hampir seharian penuh.

Setelah Andra pulang, Maudy kembali ke kamarnya. Ia sudah bersiap untuk tidur, namun ingatannya kembali pada kejadian hari ini di rumah Andra. Sebenarnya, Maudy mendengar percakapan Andra dengan Wulan mantan pacarnya tadi.

Maudy semakin takut. Takut membuat Andra kecewa dengan kebohongannya selama ini. Ia menutupi kebohongan dengan kebohongan lagi, tentu saja itu sangat salah. Maudy tahu itu, tapi kenapa ia masih melakukannya? Masih melanjutkannya? Ternyata begini rasanya hidup didalam kebohongan, sangat menakutkan dan menyiksa bathin.

Sangatsulit untuk berkata jujur pada Andra, ia semakin takut akan hal yang mungkinmasih menjadi praduga. Bisa saja Andra memaafkan dan tetap mau berteman dengannya, Andra adalah pria yang baik bukan? Tapi nyalinya belum cukup untuk Maudy berkata yang sejujurnya pada pria itu.


***

Terima kasih sudah membaca

Hayo jangan jadi pembaca gelap ya
VOTE dan COMMENT
Ditunggu lho...

koreksi ya kalau ada typo!

Suliz ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top