19. Seperti Microwave

~Happy Reading~

"Kamu itu seperti microwave, selalu mampu menghangatkan hatiku"

__________

LIMA bulan sudah Maudy menjalani lesnya, ia semakin menikmati cara Andra mengajar. Apalagi sekarang hubungannya dengan Andra sudah seperti teman dekat, sedikit banyak ia tahu sifat Andra. Maudy yakin ujian nanti ia bisa melewatinya dengan baik dan menaikkan kembali peringkatnya di semester depan setelah turun semester lalu.

Sedangkan Andra, sekarang pria itu sedang menyusun skripsinya. Ia menyarankan kepada Maudy agar jadwal mengajar lesnya menjadi seminggu sekali, itu karena Andra sangat membutuhkan waktu untuk bisa segera menyelesaikan tugas akhirnya. Maudy tentu saja setuju, semua demi kebaikan Andra juga. Maudy ingin Andra cepat lulus agar bisa bekerja di tempat yang ia mau, namun Andra sempat bilang bahwa ia ingin membuka usaha dengan membuka sebuah cafe.

Sebagai teman Maudy sangat mendukung keputusan Andra, apapun yang dilakukan dengan niat dan usaha pasti akan berhasil. Maudy selalu mengatakan hal itu padanya.

Hubungan Andra dengan Lily pun semakin dekat, walaupun sampai saat ini Andra masih belum bertemu dengan gadis itu. Lily selalu beralasan sibuk sekolah dan ingin fokus belajar, tentu saja Andra tidak keberatan semua demi kebaikan mereka.

Andra dan Lily berjanji akan bertemu setelah Lily lulus sekolah nanti. Itu memang masih cukup lama satu tahun lagi, tapi Andra tidak masalah dengan hal itu. Ia juga harus segera menyelesaikan skripsinya supaya lulus sesuai dengan jadwal.

Andra mengambil jurusan Ekonomi dan Bisnis, karena memang ia bercita-cita ingin menjadi seorang pebisnis suatu hari nanti. Andra ingin membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain, setidaknya itu bisa mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.

"Andra, kamu belum siap-siap? Kamu bilang, teman kamu ulang tahun temen." Ayu menginggatkan Andra yang sedang asyik menonton televisi.

"Nanti Bun, berangkat abis maghrib." Andra menjawab lalu meraup cemilan di atas meja. "Bukan temen Andra Bun, tapi Mamanya temen Andra yang ulang tahun." Andra mengoreksi.

"Oh begitu, udah ibu-ibu masih dirayain ulang tahunnya?" Ayu bertanya lalu tersenyum.

"Udah biasa kali Bun, lagipula Tante Manda itu Ibu-ibu gaul, Bun. Nanti deh Andra kenalin, dia juga pengin nyobain soto Bunda katanya."

"Ya sudah kapan-kapan ajakin saja," kata bunda, Andra mengangguk setuju.

***

Andra tiba di rumah Maudy, tak lupa ia sudah menyiapkan kado untuk Manda. Tidak mewah hanya sebuah perlengkapan masak seperti, apron dan buku resep. Andra mendengar dari Maudy, akhir-akhir ini Mamanya sedang menyukai membuat aneka macam kue. Semoga beliau suka dengan kado dari Andra, kenapa tidak? Andra memberikan dengan tulus.

Lalu Andra melangkahkan kakinya menuju ke taman belakang rumah Maudy. Sesaat ia takjub dengan suasananya yang cukup meriah, balon dan kain pita yang dihias sangat cantik bernuansa hitam dan putih cukup mendominasi area taman. Manda memang memilih taman sebagai tempat untuk acara ulang tahunnya, selain tempatnya nyaman juga supaya lebih sejuk karena dekat dengan kolam renang.

"Hey Pak guru." Maudy memanggilnya dari arah berlawanan. Maudy tampil cantik malam ini dengan balutan dress selutut bernuansa hitam dan putih. Sedangkan Andra, pria itu mengenakan kemeja hitam dibalut sweater putih, dengan celana berwarna senada.

"Hey Maudy, mana Tante Manda?" Andra mengedarkan pandangannya ke sekeliling taman.

"Ada tuh di sana," jawab Maudy, telunjuknya mengarah ke dekat kolam renang.

"Ke sana dulu yuk, aku mau nyapa Tante sekalian ngasih ini." Andra menunjukkan bungkusan kado yang ia pegang sejak tadi.

"So sweet banget kamu bawa kado segala," puji Maudy. Andra tersenyum lembut. Keduanya berjalan ke arah Manda yang sedang berbincang dengan Adelio dan Resty.

"Tante Manda selamat ulang tahun ya, semoga sehat terus, ini dari saya semoga Tante suka." Andra berkata sambil menyerahkan kado yang ia bawa untuk Manda.

"Makasih Andra, ih kamu repot-repot. Kalau mau ngucapin dateng aja nggak usah bawa kado segala. Iya kan Pah?" Manda berkata lalu melihat ke arah Adelio.

"Iya Andra sering-sering datang ke sini ya! Makasih lho kamu udah mau bantuin Maudy belajar," ujar Adelio lembut.

"Iya Om, Tante makasih," jawab Andra.

"Maudy, kamu makin cantik aja. Raka tadi nyariin kamu lho." Tiba-tiba Resty bersuara lalu tersenyum manis pada Maudy.

"Ah Tante bisa aja, iya aku belum ketemu Mas Raka." Matanya melirik ke arah Andra yang sedang mengedarkan pandangannya ke arah lain.

"Ody ajak Andra makan, sayang!" Sang Mama member perintah.

"Iya Mah, yuk Ndra! Tante, aku ke sana dulu ya." Maudy pamit pada ketiga dewasa tersebut, lalu mengajak Andra menuju meja hidangan pesta. Andra mengambil minuman, sedangkan Maudy mengambil puding leci kesukaannya.

"Maudy!" Seseorang memanggilnya. Suaranya sangat tidak asing bagi Maudy.

"Eh Mas Raka, baru kelihatan." Pria itu menghampirinya, wajahnya terlihat berseri menatap gadis itu. "Udah makan Mas?" Maudy menatapnya.

"Udah tadi makan cake," jawab Raka.

"Mas, kenalin ini Andra guru les aku. Andra kenalin ini Mas Raka anak Tante Resty, temen Mama yang tadi." Mereka berdua berjabat tangan.

"Kamu apa kabar?" Raka bertanya pada gadis itu, lalu duduk di sebelah kiri Maudy.

"Baik Mas, Mas Raka sendiri gimana kabarnya? S2-nya kapan selesai?" Maudy masih menikmati pudding lecinya.

"S2 doain sebentar lagi, semester depan baru bisa nyusun tesis. Tapi aku udah siapin bahannya sih." Raka menjawab dengan penuh keyakinan.

"Aku senang bisa ketemu sama kamu," kata Raka, senyumnya mengembang. Maudy hanya tersenyum tipis.

Sudah masuk acara inti yaitu tiup lilin dan potong kue. Diumur ke empat puluh delapan ini Manda masih terlihat muda dan segar. Tidak heran banyak yang beranggapan ia adalah kakak dari Maudy, ketika ibu dan anak itu berjalan berdampingan.

Maudy dan sang Papa mendapat potongan kue dari Manda, sungguh keluarga yang harmonis. Maudy senang karena sampai saat ini keluarganya selalu rukun dan ia selalu berdoa selamanya akan tetap seperti ini.

Tiba-tiba Andra merasa seperti orang asing di tengah pesta ini, tidak ada yang bisa ia ajak bicara. Maudy dan Nabila sedang sibuk menyapa para tamu undangan.

Ia berencana menelepon seseorang untuk menemaninya ngobrol menghilangkan rasa suntuknya. Andra mulai mencari kontak seseorang di ponselnya lalu mulai menghubunginya, tapi belum ada tanda-tanda si penerima telepon mengangkatnya. Andra mencoba sekali lagi, dan akhirnya kali ini diangkat.

"Halo Lily!" Andra berjalan ke tempat yang lebih tenang.

"Iya ada apa Andra?" Maudy sedikit berbisik. Lalu ia pamit kepada Raka untuk menerima telepon. Raka sedikit terkejut, namun kemudian ia mengangguk dan mengizinkan Maudy pergi.

Maudy mencari keberadaan Andra, di manakah pria itu? Kenapa tiba-tiba menghilang? Apa Andra sudah pulang? Maudy terus bertanya dalam hatinya. Maudy berjalan ke luar taman, dan ia menemukan sosok Andra yang sedang membelakangi pohon mangga.

"Kamu lagi sibuk nggak? Aku mau ngobrol sebentar, aku lagi bosan nih." Andra mulai bercerita. Nah benarkan, Andra pasti merasa bosan. Ini karena Maudy asyik bicara dengan Raka sehingga mengabaikan pria itu. Tapi bukankah Maudy jarang bertemu Raka, pria itu ingin sekali mengobrol dengan Maudy.

"Hemp ... aku lagi di acara ulang tahun temenku sih. Memangnya kamu lagi di mana?" Maudy bercerita.

"Kok bisa sama ya, aku juga lagi ada di acara ulang tahun. Bedanya yang ulang tahun Mamanya temenku Maudy," kata pria itu sesekali memegang daun mangga yang ada di hadapannya.

"Kamu bosan kenapa?" Maudy menyelidik. "Kenapa nggak ngajak ngobrol Maudy?"

"Maudy lagi sibuk menjamu tamu, aku merasa asing aja. Maklum aku nggak terbiasa datang ke pesta seperti ini. Kurang suka terlalu banyak orang," jawabnya. Maudy baru tahu satu lagi sifat Andra, ia tidak suka keramaian.

"Kenapa kamu nggak coba berbaur, nanti kan kamu punya banyak kenalan dan teman baru." Maudy memberikan saran.

"Iya juga sih." Andra memang pintar, tegas dan berpendirian kuat. Namun ia kurang bisa bersosialisasi, Andra sulit beradaptasi dengan suasana baru. "Kamu udah makan?"

"Tadi sih aku makan pudding." Maudy menjawab dengan jujur. "Kamu sendiri udah makan?"

"Belum," jawab Andra cepat.

"Kenapa nggak makan, di pesta ulang tahun kan banyak makan gratis. Sayang lho kalau nggak dimakan."

"Kamu ternyata pemburu makanan gratis juga ya," ledek Andra.

"Lho kok kamu malah meledek aku sih, aku kan cuma ngasih tau kalau banyak makanan di pesta ulang tahun. Bukan berarti aku makan semuanya, Andra!" Maudy berkata dengan nada merajuk membuat pria di seberang sana terkikik bahagia. "Kamu kayaknya puas banget ngeledek aku?"

"Memang," sahut Andra cepat, nadanya masih dibuat super menyebalkan supaya Maudy kesal.

"Kebiasaan kamu ini perlu diubah lho."

"Kebiasaan apa?" Andra penasaran. Ia siap mendengan jawaban dari gadis itu.

"Kebiasaan mem-bully aku," jawab Maudy dengan tegas. Andra kembali tertawa saat mendengan penjelasannya. "Fine, whatever you say. Aku tutup ah teleponnya," ancam Maudy.

"Eh Ly, tunggu dong! Kok kamu marah sih, aku kan nggak bermaksud bully kamu. Aku hanya bercanda Ly, sorry."

"Janji nih," tawar Maudy.

"Yes, i'm promise." Andra berkata tegas. Ia juga tidak ingin membuat Lily marah, namun ia merasa membuat Lily kesal itu sangat menyenangkan. Andra bukan serius meledek gadis itu, ia hanya ingin melihat Lily merajuk manja. Itu membuatnya bahagia, entah kenapa. "Kamu itu seperti microwave," kata Andra tiba-tiba.

"Lho kenapa?" Maudy bertanya penasaran.

"Kata-kata kamu selalu bisa menghangatkan hatiku." Pipi Maudy merah merona mendengar ucapan Andra yang terdengar tulus.

"Kamu bisa aja sih." Akhirnya ia menjawab.

"Aku nggak bohong Ly, Makasih ya selama ini kamu selalu jadi pendengar yang baik buat aku." Andra berkata dengan begitu tulus, senyumnya mengembang mendengar tawa di sebrang sana.

Sesudah bicara di telepon, Andra merasa lebih tenang. Lily selalu membuatnya merasa nyaman dan hangat, ia senang punya teman bicara seperti Lily. Maudy berbalik lalu ia dikagetkan oleh seseorang, yang tadi mampu membuat pipinya merona.

"Andra!"


***

Jangan penasaran berat,

kamu nggak akan kuat,

biar aku saja :-D

Suliz ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top