17. Menyerah
~Happy Reading~
"Lama-lama aku bisa menyerah, menyerahkan hatiku padamu"
__________
MAUDY bangun dari tidurnya, ia melihat ke arah jam. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, lumayan lama juga Maudy tidur. Dan tadi ia bermimpi mendapat telepon dari Andra, lalu spontan saja Maudy mengambil ponselnya dan memeriksa.
"Andra nggak nelpon, kok tadi kayak nyata banget ya." Maudy memukul-mukul pelan kepalanya. Kenapa Maudy berhalusinasi begini bahkan di dalam mimpi. Efek Andra benar-benar besar baginya.
Maudy turun ke bawah, niatnya untuk mengambil air minum. Bangun dari tidur membuatnya merasa haus. Maudy melihat ke sekeliling ruangan di dalam rumahnya, tapi terlihat sepi ke mana semua orang pergi?
"Mah ... Pah ... " Maudy mencari kedua orangtuanya di ruang makan dan ruang televisi namun masih belum menemukan keberadaan mereka.
Maudy menajamkan pendengarannya, saat mendengar suara orang berbincang-bincang di taman belakang, Maudy berjalan menuju ke sana. Ternyata Mama dan Papanya sedang duduk santai di atas ayunan, sambil menikmati semilir angin sore.
"Aku cariin Mama Papa kirain pada ke mana," rajuk Maudy sambil duduk di antara kedua orang tuanya.
"Ini anak udah gede masih aja manja ya," kata Manda.
"Nggak apa-apa ya Pah, kan manjanya sama Mama dan Papa sendiri," sahut Maudy, lalu tidur di pangkuan sang Mama.
"Iya, nggak terasa ya kamu udah besar sayang." Adelio berujar sambil menyesap kopinya. "Nanti kalau kamu sudah lulus sekolah, kuliahnya jurusan bisnis ya sayang. Biar bisa lanjutin bisnis Papa, kalau perlu kamu kuliah di luar negeri." Adelio menyampaikan keinginannya.
"Ish Papa, lulus SMA aja belum udah ngomongin bisnis papa. Lagipula Ody nggak begitu tertarik bisnis Pah," keluh Maudy lalu duduk, kepalanya bersandar ke pundak sang Papa.
"Tapi sayang, cuma kamu penerus Papa nggak ada lagi, makanya kamu harus belajar ilmu bisnis mulai sekarang." Adelio berkata tegas.
Maudy mengerti akan keadaan Papanya, ada saatnya nanti sang Papa ingin pensiun karena tidak menutup kemungkinan usianya semakin bertambah tua. Dan ia sebagai anak tunggal harus siap, untuk melanjutkan bisnis yang sudah dibangun dan dijaga oleh sang Papa selama ini.
Dengan bisnis sang Papa juga, Maudy masih bisa sekolah dan menikmati segala kebutuhan hidupnya sampai saat ini. Maudy tahu, tidak mudah mengelola sebuah bisnis untuk sampai di titik ini.
"Iya deh, tapi jangan sekarang ngomongin bisnisnya ya Pah. Aku udah pusing duluan nih, sekarang tuh aku mau nikmatin masa SMA dulu," ujar Maudy. Sang Papa mengusap sayang kepala Maudy.
Adelio tahu putrinya pasti akan menuruti kemauannya, walaupun sifatnya manja namun Maudy terbilang anak yang penurut dan sayang pada orangtua. Tak heran bila Adelio sangat menyanginya, ia akan melakukan apa saja demi kebahagiaan putrid semata wayangnya.
Setelah bermanja-manja dengan kedua orangtuanya, Maudy kembali ke kamar untuk mandi dan merapikan kamarnya yang sedikit berantakan. Ingatannya kembali berputar saat kejadian di taman tadi pagi. Sebegitu percayanyakah Andra padanya? Lebih tepatnya pada sosok Lily. Sungguh Maudy tidak bermaksud mempermainkan hati Andra, namun mau mundur pun ini sudah terlanjur.
Maudy melihat foto-foto hasil jepretannya tadi bersama Andra, sekilas ia tersenyum sendiri. Maudy berniat mengunggahnya di media sosial tapi niatnya dia urungkan, takut guru lesnya itu marah. Kelihatannya Andra tidak bersahabat dengan media sosial.
Maudy mendengar ponselnya berdering, ia melihat nama Pak guru muncul di layar benda berukuran pipih itu. Maudy bingung kalau dia angkat apa yang harus ia jawab? Tapi kalau tidak diangkat Andra akan terus menelepon, seolah-olah Maudy sedang diteror oleh seorang debt collector. Akhirnya Maudy memberanikan diri mengangkat telepon dari Andra.
"Halo Lily." Suara dari sebrang terdengar.
Maudy baru ingat pesan terakhirnya pada Andra, yang menandakan bahwa ia sedang marah karena sudah melihat Andra sedang jalan bersama gadis lain di taman. Ia tinggal melanjutkan saja ceritanya, pikir Maudy.
"Iya halo," jawab Maudy.
"Kamu marah ya? Aku nungguin kamu lho," tanya Andra. Maudy hanya diam mendengarkan Andra bicara. "Maaf ya, tadi aku nggak sengaja ketemu Maudy. Dia itu murid lesku." Andra masih sibuk menjelaskan. Sampai akhirnya ia bertanya. "Kamu cemburu ya?"
"Nggak sih biasa aja," jawab Maudy, nadanya terdengar sinis.
"Masa sih? Tapi dari nada bicara kamu kok kamu cemburu banget," goda Andra.
"Apaan sih, siapa yang bilang aku cemburu?" Maudy semakin kesal saat menjelaskannya pada pria itu.
"Terus aku harus bagaimana biar kamu nggak cemburu dan marah lagi sama aku?" Andra bertanya kini suaranya melembut.
Ah suaranya, kenapa terdengar begitu lembut sekali bikin gue terbuai.
Maudy menyadarkan kembali pikirannya, agar tetap fokus berbicara dengan Andra. Ini semua salahnya, sehingga Andra bisa menyimpulkan bahwa Lily cemburu. Tapi bukankah Maudy melakukannya supaya Andra marah, dan berhenti berhubungan lagi dengannya.
Namun, kini kenapa sebaliknya. Andra berusaha membangun hubungan yang lebih baik lagi dengannya. Lalu apa yang harus Maudy lakukan? Lama-lama ia bisa menyerah kalau sikap Andra selembut ini.
"Baiklah, aku maafin kamu." Akhirnya Maudy menjawab.
"Kapan kita bisa ketemu lagi?" Andra bertanya.
"Belum tau, nanti aku kabarin kalau aku libur sekolah"
"Baiklah kalau begitu," kata Andra.
"Aku mau mandi dulu nih, teleponnya aku tutup ya bye." Tanpa mendengar jawaban dari Andra. Maudy langsung memutuskan panggilan. Maudy sebenarnya tidak enak hati dengan sikapnya barusan pada Andra. Pria itu yang menelepon duluan, kenapa dirinya yang harus memutus panggilan begitu saja.
"Ah biar saja, biar Andra marah sekalian." Maudy cuek lalu beranjak menuju ke kamar mandi. Saat sedang mandi ternyata Andra mengirimkan pesan pada gadis itu, apalagi kalau bukan permintaan maaf.
Pak Guru
Lily,
kalau kamu masih marah aku minta maaf ya.
***
Andra sedang bermain gitar di teras rumahnya, ditemani semilir angin di malam hari. Sesekali ia masih memikirkan ucapan Lily di telepon tadi sore.
Apakah Lily masih marah?
Apakah perasaan Andra sudah pada tahap mengkhawatirkan perasaan gadis itu? Sungguh ada yang aneh menurutnya.
Tapi, kini Andra merasa nyaman saat berbicara dengan gadis itu. Gadis yang polos, ceria dan yang paling Andra suka dari Lily adalah gadis itu selalu berkata apa adanya. Mau senang ataupun sedih Lily akan mengatakannya. Namun berbeda dengan biasanya, hari ini Lily seperti sedang menyembunyikan perasaannya. Apa Lily benar-benar cemburu kepadanya? Tadi saja Lily memutuskan panggilan sepihak, padahal Andra yang meneleponnya lebih dulu.
Sungguh, Andra dibuat bingung dengan sikap gadis itu. Ia ingin melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Tapi apa yang harus Andra lakukan? Akhirnya, ia terbesit ide untuk menghubungi seseorang.
"Halo Maudy." Andra menyapa.
"Iya Pak guru, ada apa telepon malem-malem begini?" Maudy terkejut saat Andra menelepon dirinya.
"Aku mau minta saran nih," kata Andra, nada suaranya terdengar lemah.
"Saran?" Maudy terlihat bingung.
"Iya sepertinya Lily masih marah, aku harus bersikap seperti apa ya?" Jujur Andra.
Ya Tuhan, Andra menghubunginya hanya untuk bercerita perihal Lily. Lalu apa yang harus Maudy lakukan, ia juga bingung dengan masalah ini. Sekarang Andra malah bertanya kepadanya, meminta pendapatnya.
"Halo Maudy, kamu masih di sana?" Andra bertanya kembali, membuat Maudy tersadar dari lamunannya.
"Oh iya, tadi kamu bilang mau minta maaf sama Lily. Memangnya belum?"
Maudy kembali ke kamarnya, ia tidak mau pembicaraannya didengar sang Mama. Bukan apa-apa Maudy tidak bisa menjelaskan masalahnya sekarang, karena semuanya menjadi terasa rumit.
"Aku sudah minta maaf, tapi sepertinya Lily menghindariku. Tadi waktu aku telepon dia, sepertinya dia ingin segera mengakhiri panggilanku." Maudy teringat saat ia mengakhiri panggilan sepihak, padahal Andra yang lebih dulu menghubunginya.
"Lalu aku harus bagaimana?" Maudy menggaruk-garuk tekuknya yang tidak gatal mendengar curhatan Andra.
"Yaudah kamu kasih Lily waktu dulu, terkadang cewek butuh waktu sendiri untuk bisa mengambil keputusan. Apalagi anak SMA masih labil, kamu tau sendiri lah."
"Oh begitu ya. Tapi sejak kapan kamu tau Lily anak SMA? Sepertinya aku belum pernah bilang itu." Maudy menutup mulutnya, ia baru saja melakukan kebodohan.
"Hemp itu, waktu di taman kamu bilang kok. Katanya Lily seumuran aku," ujar Maudy spontan.
"Masa sih, kok aku nggak ingat ya." Andra mencoba mengingat.
"Iya waktu itu kamu bilang. Kalau kamu nggak bilang ya mana aku tau." Maudy terus membenarkan dirinya dan beruntung Andra percaya padanya.
"Baiklah mungkin aku lupa, tapi memangnya anak SMA itu masih labil ya. Kamu juga begitu dong?"
"Hah, kalau aku pengecualian dong." Maudy menolak.
"Lho katanya tadi anak SMA memang suka labil, bukannya kamu juga anak SMA?" Andra menggoda Maudy agar gadis itu kesal. Andra tidak tahu kenapa begitu menyenangkan membuat Maudy kesal.
"Ish ... Andra, kamu telepon aku cuma buat ngeledekin nih." Maudy cemberut.
"Aku nggak ngeledekin kamu, tapi aku cuma memastikan kata-kata kamu tadi. Memangnya salah?" Andra serius bertanya.
"Ya udah lah terserah kamu, aku mau tidur ya. Nanti aku kesiangan besok kan sekolah," kata Maudy malas.
Lama mereka berdua bertelepon ria dan saling bercerita, lebih banyak Andra yang menggoda Maudy. Membuat gadis itu selalu kesal, itu karena sekarang Andra sudah lebih mengenal Maudy.
"Oke selamat tidur gadis manja, jangan lupa minum susu dan gosok gigi ya!" Andra mengingatkan sambil terus tertawa.
Selesai menutup telepon, Maudy memang pergi ke kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka, bukan karena perintah Andra ya. Aktivitas itu memang selalu Maudy lakukan saat hendak tidur.
Andra kembali memainkan gitarnya, memang dari tadi ia belum beranjak masih di teras rumah.
"Andra, sudah malam nak. Cepet tidur! Besok kan kamu kuliah!" Ayu memberi perintah..
"Ah iya Bunda." Andra menuruti perintah bunda mengekor di belakang.
Andra melihat jam dinding di ruang tamu, waktu menunjukkan pukul sebelas malam.
Lama juga tadi teleponan sama Maudy.
Andra merasa Maudy dan Lily ada kesamaan. Sama-sama membuatnya nyaman, apa ada yang salah dengan hatinya. Tidak mungkin kan ia menyukai dua gadis secara bersamaan?
***
Hari ini di kampus Andra ada acara bazaar, ia ikut serta dalam acara tersebut. Andra membuka jasa foto dengan kamera yang dibeli dari temannya tahun lalu. Kamera itu masih cukup bagus,, tentu saja karena Andra selalu merawatnya dengan baik.
Andra menghias stand miliknya dengan tokoh kartun minnion, tokoh yang disukai banyak orang. Selain itu agar banyak pengunjung yang datang dan tertarik dengan stand yang ia buka. Andra juga menambahkan accessories yang dibutuhkan saat berfoto seperti topi, kaca mata, syal dan lain-lain. Andra menawarkan discount untuk setiap pengunjung yang berfoto tiga kali, akan mendapatkan satu foto yang dicetak secara gratis, Buy three get one.
"Wah, rame nih Ndra?" Fadel menghampirinya.
"Lumayan Del, lo mau langsung balik?"
"Iya nih, gue ada tugas mau nyari tempat yang bagus buat foto," jawab Fadel.
"Oh yaudah hati-hati lo," ujar Andra. Fadel hanya mengacungkan kedua jempolnya.
Fadel adalah teman SMA Andra, mereka satu kampus tapi berbeda jurusan. Fadel mengambil jurusan komunikasi, sesuai dengan hobinya yaitu foto. Fadel bercita-cita menjadi seorang photographer profesional.
Tak lama kemudian terlihat sekelompok anak SMA mendekati stand Andra.
"Hai Pak guru? Aku bawa geng nih," kata gadis itu. Maudy membawa teman-temannya ke kampus Andra. Sebelumnya memang ia sudah di beritahu oleh Andra, bahwa di kampus pria itu akan ada bazaar dan Andra ikut serta didalamnya.
"Eh Maudy, pasukan kamu banyak banget." Andra berkomentar saat melihat teman-teman Maudy ynag berjumlah lima orang.
"Iya dong, ayo guys yang mau pada foto cepetan nanti antri lho." Maudy memberi peringatan.
"Maudy, lo nggak bilang kalau yang jaga ganteng. Tau gitu gue dandan dulu," kata Tasya. Andra hanya tersenyum mendengarnya.
"Iya Dy, lo nggak bilang. Harusnya gue ganti baju dulu nih," kata Devi.
"Dasar pada ganjen lo semua." Diikuti sorakan teman-teman Maudy yang lain. Memang euforia anak SMA selalu memukau, tapi sayangnya hari ini Nabila tidak bisa ikut. Ia beralasan harus ke butik, Maudy tidak bisa memaksa sahabatnya karena itu hak Nabila.
"Semuanya udah foto kan? Jangan lupa pada bayar lho," kata Maudy mengingatkan sambil duduk di sebelah Andra.
"Gimana hasilnya? Bagus?" Maudy antusias.
"Lumayan," jawab Andra sambil melihat hasil foto yang sudah dicetak.
Selesai mencetak, Andra membagikan hasil cetakan fotonya kepada teman-teman Maudy. Andra memberikan bonus berfoto bersama dirinya, tentu aja respon mereka sangatlah senang. Setelah itu Maudy dan teman-temannya pamit pada Andra untuk pulang, karena hari sudah semakin sore.
***
T
B
C
happy reading
Guys follow IG aku ya @Sulizlovable thanks :)
Suliz ^_^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top