16. Feeling

~Happy Reading~

"Cinta dan feeling harus selalu menyatu"

__________

HARI ini Maudy berencana lari pagi, sesuai janjinya pada Andra untuk bertemu di taman Melati. Setelah bercermin dan memastikan penampilannya seperti biasa, MAudy keluar dari kamarnya mencari lalu sang Mama untuk izin.

"Mah, Ody lari pagi dulu ya." Maudy pamit.

"Tumben sayang, biasanya juga kamu susah dibangunin kalau weekend begini." Manda meledek anak kesayangannya itu.

"Biasa mau hidup sehat Mah." Maudy beralasan sambil tersenyum. Setelah mencium pipi sang Mama, gadis itu langsung pergi menuju taman.

Setelah sampai di taman, Maudy mengedarkan pandangannya ke sekitar taman mencoba mencari sosok yang ia tunggu. Sebenarnya Maudy hanya ingin memastikan Andra datang atau tidak, ia tidak mungkin jujur sekarang kan? Apa kata Andra nanti, kalau tahu bahwa dirinya adalah Lily.

Ia merogoh saku celananya dan melihat ponsel takutnya ada pesan dari Andra, dan benar saja ada panggilan tak terjawab serta pesan dari Andra. Sebelumnya Maudy sudah mengganti nama Andra di kontaknya, hanya untuk berjaga-jaga kalau Andra tiba-tiba melihat ponselnya.

Pak Guru

Kamu di mana?

Aku sudah di taman dekat air mancur

Baru saja Maudy selesai membaca pesan di ponselnya, seseorang menepuk pundaknya dari arah belakang.

"Maudy," panggil pria itu.

"A ... Andra," sahut Maudy terkejut.

"Kenapa, kok kaget begitu? Kamu ngapain di sini?" Andra bertanya dan menatap gadis itu lekat.

"Yaa lari pagi lah, masa ke taman mau shopping." Maudy berkata sinis. Andra hanya tersenyum mendengar jawaban sinis dari Maudy, sekarang ia sudah terbiasa dengan sikap murid lesnya itu.

"Sama siapa? Nabila?" Andra bertanya kembali sambil mencari-cari sosok Nabila.

"Sendiri aja," jawabnya tanpa menatap Andra. Sebenarnya Maudy merasa sangat canggung, namun ia berusaha bersikap santai agar Andra tidak curiga padanya.

"Kamu biasa lari pagi di sini?" Maudy mengangguk.

"Kalau saya jarang ke sini, ini lagi janjian aja sama seseorang." Andra berkata lalu mereka berdua mulai berjalan berkeliling taman.

Siapa seseorang yang Andra maksud? Apa itu gue sebagai Lily ya?

"Sama siapa? Pacar kamu?" Maudy memberanikan diri bertanya padanya.

"Belum pacar, mungkin calon pacar."

Deg.

Andra tersenyum tipis, kemudian mengajak Maudy untuk duduk di bangku taman yang kosong.

"Calon?" Maudy bertanya penasaran.

"Iya sebenarnya saya lagi deket sama seseorang, tapi saya belum pernah melihat wajahnya sama sekali. Kita hanya kenal lewat telepon dan saling kirim pesan," tutur Andra. "Ini saya nggak apa-apa kan curhat sama kamu? Sepertinya saya lagi butuh teman curhat wanita, supaya saya bisa mengerti perasaan kalian sesama wanita," ujar Andra.

"Iya nggak masalah, ngomongnya pakai aku aja sih jangan pakai saya biar nggak kaku." Maudy memberikan saran, Andra tersenyum namun mengangguk setuju.

"Belum lama ini aku sering dapat pesan dan telepon dari seseorang, namanya Lily." Andra mulai bercerita sementara Maudy mendengarkan dengan baik. Ia juga ingin tahu pendapat Andra tentang dirinya yang berperan sebagai Lily.

"Baru seminggu ini aku komunikasi sama dia, tapi aku merasa ada yang beda aja sama hati aku. Memang aneh sih," katanya lalu tersenyum simpul. Pria itu kemudian menyandarkan punggungnya ke bangku taman, mencari kenyamanan di sana.

"Kamu kan belum kenal sama dia?" Maudy kembali mengajukan pertanyaan. Kali ini ia begitu penasaran dengan jawaban Andra.

"Aku juga nggak ngerti, padahal belum mengenal lama tapi ngobrol sama dia itu membuat aku jadi merasa nyaman. Aku rasa aku tertarik sama dia," kata Andra.

Maudy sangat tidak menyangka, Andra bisa senyaman itu berbicara dengannya sebagai Lily. Tadi Andra bilang apa? Tertarik? Lalu Maudy harus berbuat apa? Ia tidak berani untuk mengatakan hal yang sebenarnya.

"Bagaimana kamu bisa yakin?" Maudy masih ingin tahu.

"Feeling," sahutya singkat.

"Memangnya rasa tertarik bisa diukur hanya dengan feeling?" Andra tersenyum.

"Cinta dan feeling harus selalu menyatu, percuma kan punya cinta tapi nggak punya perasaan." Andra melanjutkan ceritanya

"Aku belum jatuh cinta sama Lily, tapi aku merasa nyaman aja saat ngobrol sama dia. Seolah-olah dia mengerti perasaanku." Andra menambahkan alasannya kenapa bisa merasa nyaman saat berbicara dengan Lily. Maudy terdiam mendengar penjelasan Andra.

"Kamu haus nggak? Aku beli minum dulu ya." Andra berdiri kemudian berjalan mencari penjual minuman di sekitar taman. Melihat Andra yang sudah semakin menjauh, Maudy kembali mengambil ponselnya. Ia mencari kontak Andra kemudian mengetik pesan untuk pria itu.

Pak Guru

Andra, aku sudah di taman tapi maaf kita tidak bisa bertemu karena kamu sedang bersama gadis lain!

Maudy menekan tombol send pada layar ponselnya. Ia berharap Andra akan marah dan tidak akan menghubunginya lagi, lebih baik begitu kan? Maudy tidak mau membohongi Andra lagi, tapi untuk jujur pun ia sulit.

Tak lama Andra sudah kembali dengan membawa dua air mineral dingin. Ia memberikan satu botolnya pada Maudy.

"Makasih," jawab Maudy.

"Lily nggak bisa datang." Andra bersuara saat selesai menegak air mineralnya. Maudy menatap wajah Andra, ada guratan kecewa di sana. Ia merasa sedikit iba pada guru lesnya itu.

"Lho kenapa?" Maudy bertanya sambil minum air mineralnya.

"Sebenarnya Lily datang tapi dia lihat aku lagi sama kamu, mungkin dia cemburu." Maudy tebatuk-batuk saat mendengar penjelasan dari lelaki itu. Andra lalu duduk kembali di sebelah Maudy, membantu gadis itu.

"Kamu nggak apa-apa? Pelan-pelan dong minumnya, sering banget tersedak ya," ucap Andra sambil menepuk pelan punggung Maudy.

Maudy tidak habis pikir dengan jalan pikiran Andra, kenapa ia bisa beranggapan bahwa Lily cemburu? Yang Maudy inginkan adalah agar Andra marah padanya, dan tidak menghubunginya lagi. Tapi kenapa malah jadi seperti ini?

"Udah mendingan?" Andra bertanya.

"Iya aku baik-baik aja kok," sahut Maudy.

"Jadi gara-gara aku nih kamu nggak bisa ketemu Lily?"

"Itu kan pendapat dari Lily, lagipula aku kan nggak sengaja ketemu kamu. Gampang lah nanti aku rayu dia biar nggak ngambek lagi."

Lho ini kenapa jadi Andra mau ngerayu sih? bukannya marah, ish kacau deh.

"Kalau begitu kita pulang aja yuk! aku anter kamu," ajak Andra.

"Eh bentar dulu dari tadi aku belum selfie," keluh Maudy menahan lengan Andra. Maudy memang senang ber-selfie seperti remaja lain pada umumnya, walaupun suasana hatinya sedang tidak baik tapi untuk urusan foto ia harus tetap eksis.

"Ternyata kamu nggak ada bedanya sama kayak anak alay lainnya," ketus Andra.

"Enak aja alay, aku itu kids jaman now." Maudy berkata dengan bangga sedangkan Andra mencibir saat mendengar sanggahan dari muridnya itu. Tanpa meminta persetujuan Andra, Maudy mengarahkan ponselnya ke depan wajah mereka berdua.

Cekrek.

Maudy tersenyum melihat hasil foto yang ia ambil, tidak terlalu buruk pikirnya.

"Hemp lumayan." Andra hanya menggeleng melihat tingkah narsis murid lesnya itu.

"Masih mau foto? Aku tinggal pulang ya." Lalu Andra mulai melangkah meninggalkan Maudy.

"Hei, tunggu Pak guru." Maudy berteriak, sambil berlari mengejar Andra.

***

Maudy sudah berada di kamarnya setelah mandi dan berganti baju, ia berniat tidur siang sebentar tubuhnya lelah pikirannya pun sama lelahnya.

"Ody makan siang dulu sayang!" Mama menyembul di balik pintu.

"Ody udah makan ketoprak Mah, tadi sama Andra." Maudy menjawab tanpa membuka matanya, karena ia sudah merasa ngantuk.

Setelah pulang dari taman, memang tadi Andra mengajak Maudy untuk makan siang dan kebetulan ada penjual ketoprak lewat. Akhirnya mereka makan ketoprak jaraknya juga tidak jauh dari rumah Maudy.

"Oh begitu," jawab Manda lalu menutup kembali pintu kamar Maudy. Ia tidak mau mengganggu anaknya yang sedang lelah.

Flashback on

"Kita makan dulu yuk," ajak Andra.

"Makan apa?" Maudy bertanya, lalu Andra menunjuk ke arah penjual ketoprak di sebrang jalan.

Maudy mengikuti Andra dari belakang.

"Bang ketopraknya dua ya, jangan pedes bang!"Andra memesan ketoprak pada si penjual.

"Kamu nggak apa-apa kan, kita makan di sini?" Andra bertanya sambil menatap ke arah gadis itu.

"Oh nggak apa-apa kok," jawab Maudy.

"Kirain kamu bakalan nolak, saat aku ajak makan di pinggir jalan begini. Biasanya kan gadis seperti kamu nggak mau makan di sembarang tempat," tuduhnya.

"Maksudnya gadis seperti aku itu apa?" Nada suara Maudy berubah sinis dan meninggi.

"Kamu kan manja." Andra tersenyum meledek saat melihat wajah Maudy yang berubah cemberut.

"Awalnya memang aku nggak biasa, tapi semenjak Nabila sering ngajak aku makan di pinggir jalan sepertinya perutku sudah kebal." Maudy menjelaskan sambil menikmati ketopraknya. Andra mendengarkan dengan serius.

"Waktu itu aku pernah makan nasi goreng nggak lama perutku langsung mules-mules, nggak tau makanannya memang yang nggak steril atau perutku yang sedang bermasalah." Maudy melanjutkan ceritanya. Andra hanya menggeleng-geleng saat mendengar cerita Maudy.

"Nasi gorengnya abis dua piring sih, jadi ya nggak heran kalau sampai mules-mules," ledek Andra.

"Enak aja," sahut Maudy.

Kini Andra dan Maudy sudah mulai nyaman berinteraksi satu sama lain, mereka tidak canggung lagi untuk menceritakan apa yang mereka rasakan. Awal pertemanan yang baik, pikir Andra. Selama ini Andra memang tidak mempunyai banyak teman wanita, hanya teman di kampusnya itu pun untuk sekedar membahas masalah kuliah bukan teman berbagi cerita.

Ketika Andra dan Maudy sedang makan, ada penyanyi jalanan datang menghampiri mereka. Lalu menyanyikan sebuah lagu yang sangat dikenal keduanya, yaitu Sheila on 7-Kita. Maudy menikmati setiap alunan yang dinyanyikan oleh anak muda itu, kalau di lihat-lihat umurnya sekitar dua belas tahun. Suaranya memang tidak sekelas penyanyi terkenal, namun enak di dengar untuk ukuran penyanyi jalanan. Selesai bernyanyi Maudy memberikan selembar uang untuk penyanyi jalanan itu.

"Makasih kak," ucap anak itu sambil berlalu.

"Kamu kok mau aja ngasih penyanyi jalanan itu," selidik Andra, matanya menatap ke arah Maudy.

"Ya karena aku suka sama penampilannya dan dia juga sopan," jawab Maudy, lalu dibalas senyuman oleh Andra.

"Aku kira kamu akan nolak kalau ada penyanyi jalanan seperti itu," ucap Andra masih penasaran.

"Kalau mereka nyanyinya nggak enak dan nggak sopan, bahkan ada yang maksa aku juga nggak akan menghargai," jawab Maudy tegas. Andra terlihat kagum dengan gadis di sebelahnya itu. "Kamu kalau mau di hargai, harus menghargai orang lain juga kan?" Maudy balik bertanya.

"Iya dong ..." Andra tersenyum.

"Nah begitulah seharusnya manusia," kata Maudy lalu menegak habis minumannya.

Satu lagi sifat Maudy yang Andra tahu, gadis itu berhati baik dan sangat menghargai orang lain. Andra merasa wawasannya terus bertambah saat ia bersama dengan Maudy, pemikirannya sudah terbilang dewasa dan terbuka walaupun umur Maudy masih terbilang belia.

***

TBC

VOTE DAN COMMENT DITUNGGU

Suliz ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top