13. Siapa Lily?
~Happy Reading~
"Jika hidupmu tak bisa seindah harapanmu, minimal jangan rusak hidupmu dengan harapan yang buruk"
__________
SAMPAI di rumah, Andra membaringkan tubuhnya di atas ranjang, yang berukuran tidak terlalu besar dan dinding berwarna hitam putih dengan banyak poster ilmuan dan tokoh superhero. Tidak hanya Andra juga membuat quotes untuk membangun dirinya. Quotes tersebut ia tulis di post it, lalu ditempel di kertas yang lebih besar ukuran 100x70 lalu ia gantung di dinding.
Ia membuka ranselnya untuk mengambil ponsel, seharian ini Andra memang sibuk dan tidak sempat mengecek apa yang terjadi di ponselnya. Andra melihat ada beberapa email masuk, pesan dari temannya yang mengingatkan jadwal futsal serta yang paling membuat matanya terbelalak adalah missed call sebanyak dua puluh kali.
Andra mengerutkan keningnya, ia tidak tahu siapa yang menghubunginya. Tidak ada nomor, hanya private number yang tertera di layar ponselnya. Lalu bagaimana cara ia menghubungi si penelepon kembali. Apakah ada hal yang penting, sampai-sampai orang ini menghubungi Andra sebanyak itu. Semua pertanyaan itu bermunculan di isi kepalanya.
Tak lama kemudian si private number melakukan panggilan ulang, saat Andra sedang memegang ponselnya dan otomatis ia langsung menggeser tombol hijaunya.
"Halo!" Masih tidak ada jawaban dari si penelepon, lalu dengan cepat panggilan itu terputus. Siapa sih penelepon ini, saat panggilan diangkat malah diputus sepihak. Andra menduga ini hanyalah pekerjaan dari orang iseng saja, tiba-tiba sang Bunda memanggilnya untuk menyuruh Andra makan.
"Andra makan dulu nak," panggil Ayu.
"Iya Bunda, sebentar." Andra menjawab dari dalam kamar. Ia berjalan menuju ruang makan karena sudah ditunggu oleh sang Bunda.
"Alin kemana Bun?" Andra mengedarkan pandangannya, mencari sosok sang adik namun tak menemukan keberadaannya.
"Tadi ke toilet dulu katanya," Jawab Ayu.
"Ngapain nyari Alin, Mas?" Alin muncul dari arah belakang. Mendengar namanya disebut oleh sang kakak tadi.
"Kirain Mas, kamu ke mana? Biasanya kan kamu yang ngajak Mas Andra makan," jawab Andra.
"Ini ada udang saus padang kesukaan kamu dari Wulan, tadi dia mampir ke sini," ujar Bunda memberitahu sambil menyendok nasi ke piringnya.
"Mbak Wulan kayaknya masih pengin pacaran sama Mas Andra ya," cicit Alin tiba-tiba.
"Hei anak kecil tau apa sih." Andra mengacak-acak rambut adik kesanyangannya itu dengan gemas karena ikut berkomentar tentang hubungannya dengan Wulan.
"Mas Andra, ih rambut Alin berantakan." Alin merengek lalu merapikan kembali tatanan rambutnya.
"Bunda tau kamu masih kecewa sama sikap Wulan yang dulu, tapi nggak ada salahnya tetap silaturahmi ya nak!" Ayu memberikan nasihat pada putra sulungnya itu sementara Andra hanya mengangguk pelan. Ia tak tahu harus merasa senang atau kecewa, saat Wulan kembali memberikannya perhatian lagi setelah hubungan mereka berakhir.
Andra memang kurang menyukai saat membahas soal Wulan mantan pacarnya itu, ia sudah sangat kecewa dengan gadis itu. Bagaimana tidak, Wulan masih menjalin hubungan dengan mantan pacarnya walaupun gadis itu sudah pacaran dengan Andra.
Hal itu bermula ketika Andra ingin menjemput Wulan di kampusnya, ia memang sengaja tidak memberitahu pacarnya perihal ingin menjemput. Andra berniat memberikan kejutan dengan datang secara tiba-tiba. Namun sebaliknya, ia dikejutkan dengan pemandangan Wulan yang sedang bergandengan tangan dengan mantan pacarnya.
Andra merupakan pria yang setia, ia sangat mencintai Wulan dan selalu percaya kepadanya. Namun, kepercayaan Andra dengan mudahnya Wulan khianati. Andra benar-benar sangat kecewa, tapi ia memberikan kesempatan pada Wulan untuk menjelaskan mengapa gadis itu tega melakukan hal demikian.
Wulan beralasan ia melakukannya karena butuh perhatian, Wulan merasa Andra tidak perhatian terhadapnya. Andra terlalu sibuk dengan semua kegiatannya dan sudah melupakannya sebagai pacar. Bahkan hanya untuk mengirimkan pesan pun bisa dihitung dengan jari jarang sekali. Akhirnya itu alas an yang membuat Wulan berpaling dari Andra.
Andra tidak menampik hal itu, memang benar ia jarang sekali mengirimkan pesan ataupun menelepon Wulan. Semua itu memang bukan sepenuhnya kesalahan Wulan dan ia menyadarinya, namun harusnya sebagai pacar Wulan bisa mengingatkannya. Ia lebih suka mempunyai pacar yang blak-blakan dan membicarakannya bersama, daripada menyimpan kekecewaan di dalam hatinya seorang sendiri. Andra butuh keterbukaan dari pasangannya, bagaimana ia bisa tahu pacarnya sedih atau kecewa kalau tidak diberitahu. Satu hal lagi, Andra bukan termasuk pria yang peka khususnya soal perasaan wanita.
Andra juga punya tanggung jawab pada keluarganya, ia ingin meringankan beban keluarga setelah Ayahnya meninggal lima tahun yang lalu. Walaupun Bunda mempunyai usaha warung soto, tapi sebagai anak Andra ingin membantu menghasilkan uang untuk membantu Bunda dan Alinka adiknya yang kini masih duduk di bangku sekolah dasar kelas lima. Meskipun saat ini yang bisa ia lakukan hanya sebagai tenaga pengajar, namun hasilnya lumayan untuk membantu keperluan keluarganya.
Tapi semua itu sudah terjadi, Andra tidak bisa memutar kembali waktu yang telah berlalu. Biar saja nanti akan ada seseorang yang lebih baik untuknya yang jauh lebih mengerti akan keadaannya sekarang. Ia pun selalu berdoa untuk kebahagiaan Wulan, semoga gadis itu bisa mendapatkan pria yang lebih baik darinya.
Jadikanlah masa lalu sebagai pembelajaran hidup dan sebagai kenangan. Masa lalu tidak bisa diubah, dilupakan atau bahkan di hapus. Ia hanya bisa diterima. Andra harus siap menerima hal yang baru, harus siap jatuh cinta lagi.
Selesai makan malam Andra kembali ke kamarnya untuk istirahat dan ia melihat lagi ponselnya, terlihat ada sepuluh panggilan tak terjawab. Kali ini bukan private number melainkan sebuah nomor terpampang jelas. Andra menelepon kembali nomor tersebut dan terdengar suara seorang gadis yang menjawab.
"Halo!"
***
Sementara di seberang sana Maudy sedang panic, karena telah mengangkat telpon dari Andra. Ia lupa untuk men-setting ulang panggilan secara private number, setelah ponselnya terjatuh dan tadi sempat mati.
Maudy memang menggunakan ponsel yang berbeda untuk menelepon Andra, ponsel tersebut hanya bisa untuk telepon dan mengirimkan pesan. Tanpa tahu ia melanjutkan aksinya untuk menelepon Andra secara misterius, tapi malah di telepon balik oleh pria itu karena nomor teleponnya berhasil muncul.
"Iya halo," jawab Maudy, sambil memukul-mukul pelan kepalanya merutukki kebodohannya.
"Ini siapa ya dari tadi sepertinya missed call saya terus?" Andra langsung bertanya karena begitu penasaran.
"Hemp aku ... aku ..." Maudy bingung harus menjawab apa.
"Iya kamu siapa? Apa saya kenal kamu? Kamu ada perlu apa sama saya?" Andra terus melemparkan pertanyaannya, lalu ia beranjak dari posisi duduknyamenjadi berdiri.
"Namaku Lily." Maudy melihat layar screensaver notebook-nya yang menampilkan bunga Lili.
"Lily siapa ya? Saya kenal kamu?" Andra terus bertanya, membuat gadis itu semakin frustasi.
"Kamu nggak kenal aku, tapi aku kenal kamu." Maudy berbicara apapun yang ada di dalam otaknya saat itu, karena ia tidak bisa berpikir panjang. Ia juga tidak berhenti mondar-mandir di dalam kamarnya.
"Maksud kamu?" Andra semakin penasaran.
"Iya, aku kenal kamu. Kamu ngajar les private kan?" Maudy berhenti sejenak dari gerakan mondar-mandirnya.
"Kok kamu tau kalau saya ngajar les?" Andra punya jiwa detektif yang lumayan menurut Maudy, jadi ia harus berhati-hati pada setiap kata yang akan ia katakan. Jangan sampai termakan dengan kata-katanya sendiri bisa ketahuan penyamarannya sebagai Lily.
"Kamu nggak perlu tau hal itu," kata Maudy. Naskah yang diciptakan Maudy sangatlah tidak jelas, membuat dialognya ikut tidak nyambung. Namun, bukan Maudy namanya bila tidak menguasai keadaan.
"Lho gimana sih, kok saya nggak boleh tau. Lalu maksud kamu teleponin saya terus itu mau apa? Cuma ngerjain saya?" Andra mulai terdengar kesal di telinga seorang Maudy.
"Bukan begitu, aku nggak bermaksud ngerjain kamu kok." Maudy menjawab dengan sangat bingung, apa yang harus ia katakan lagi setelah ini?
"Ya sudah jelaskan!" Andra member perintah dengan tegas.
"Sebenarnya aku minta nomor kamu dari seseorang, siapa tau aku butuh guru les suatu hari nanti. Tapi ternyata aku salah save nama, aku kira kamu temen aku makanya aku teleponin terus tadi." Maudy bercerita pada pria itu, namun seketika ia menggeleng-geleng karena ceritanya semakin tidak dimengerti.
"Serius nih, kamu masih sekolah?" Andra bertanya kembali..
"Aku serius, kamu nggak marah kan? Iya aku masih kelas sebelas," jawab Maudy.
"Kalau kamu jujur ya aku nggak akan marah." Maudy terdiam. "Oh kamu masih SMA?" Andra menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.
"Kata temen aku, kamu itu kalau ngajar galak. Memangnya bener ya?" Maudy sengaja bertanya seperti itu, ia ingin mendengar jawaban langsung dari Andra. Tapi Andra malah tertawa setelah mendengar pertanyaan dari Maudy.
"Haha ... temen kamu bilang begitu? Berarti temen kamu belum kenal saya. Saya bukan galak tapi tegas, saya begitu juga supaya mereka belajarnya focus." Andra menjelasakan dengan begitu lembut.
"Masa sih, apa kamu jawab begitu karena kamu nggak mau aku bilang galak?" Maudy mulai memojokkan Andra.
"Ya bukan lah, nanti kamu kalau udah kenal saya pasti bisa menyimpulkan sendiri bagaimana karakter saya saat mengajar." Andra menjawab dengan lugas penuh percaya diri.
"Berarti aku boleh jadi teman kamu?" Maudy bertanya.
"Tentu saja boleh." Andra bicara sambil mengatur napasnya lalu kembali melanjutkan kalimatnya. "Saya tidak pernah memilih-milih teman dalam bergaul." Maudy mengangguk.
"Kamu belum punya pacar kan?" Maudy bertanya tanpa ragu. Gadis itu memang selalu bertanya secara blak-blakan dan dan cuek tanpa menghiraukan dampak dari pertanyaannya.
Andra tersenyum. "Diobrolan pertama kita, kamu langsung nanya soal pacar. Are you okay?" Maudy mengerutkan keningnya, kenapa? Apa pertanyaannya salah.
"Lho memangnya salah?" Maudy bertanya polos.
"Nggak juga, tapi secara tidak langsung kamu sedang menawarkan diri untuk mau jadi pacar saya." Maudy menutup mulutnya spontan, masa sih pertanyaannya menjurus ke arah sana.
"Bu ... bukan begitu maksud aku. Aku cuma tanya takutnya kita teleponan malam-malam begini nanti pacar kamu marah." Maudy mencoba meluruskan maksud yang sebenarnya. Sontak Andra terkikik mendengar penjelasan gadis itu.
"Ternyata kamu selain lucu juga agresif ya," ujar Andra.
"Aku nggak agresif ish." Maudy mendadak kesal. Ternyata Andra pintar sekali berdebat, Maudy kalah bicara kalau dengan Andra.
"Penekanan pada sebuah kalimat merupakan kebenaran yang ditutupi," katanya tegas. "Ya sudah aku jawab, aku belum punya pacar. Kalau kamu gimana?" Andra bertanya balik.
"Oh aku belum,"jawab Maudy.
"Bagus kalau begitu," kata Andra.
"Lho bagus kenapa?" Maudy bertanya.
"Ya kamu kan masih pelajar, lebih baik jangan punya pacar dulu biar pelajarannya tidak terganggu." Maudy hanya ber 'oh ria'.
"Kok cuma oh, kamu berharap saya jawab 'bagus deh berarti saya ada kesempatan jadi pacar kamu' begitu kan?" Andra menggoda Maudy.
"Nggak ah, enak aja. Pikiran kamu itu sih." Maudy mengelak keras.
Tak terasa satu jam mereka berbicara lewat telepon. Maudy menceritakan dirinya sebagai Lily seorang pelajar kelas sebelas. Tidak banyak yang ia ubah, karena memang Andra belum mengenal Maudy secara personal. Jadi hal itu tidak terlalu sulit untuknya, sekarang tinggal mengikuti alurnya saja.
Maudy tidak menyangka ternyata Andra punya sense of humor juga dan senang tertawa. Tapi saat mengajar, Andra berubah menjadi orang yang berbeda sangat tegas dan disiplin. Dan satu hal lagi, Andra senang sekali membuat Maudy kesal. Maudy selalu merasa kesal serta malu karena kalah debat dengan pria itu.
Maudy berharap malam ini Andra tidak akan bisa tidur dan akan terus memikirkan sosok Lily. Ia kembali mengambil ponselnya untuk mengirimkan pesan pada Andra.
Andra Dirgantara
Hai Andra selamat tidur,
Terima kasih sudah mau berbicara denganku malam ini.
Terima kasih, kamu mau jadi temanku.
Kapan-kapan teleponan lagi ya hehe
Andra tersenyum membaca pesan yang dikirimkan oleh Lily, hatinya seperti tenang. Awalnya Andra mengira kalau tadi hanya penelepon iseng saja, namun ia tidak menyangka bahwa murid SMA yang telah meneleponnya.
Walaupun masih SMA tapi berbicara dengan Lily sangatlah terbuka, Andra bisa membicarakan apa saja. Dan yang membuat Andra senang adalah Lily adalah orang yang apa adanya, ia berbicara sesuai dengan isi hatinya. Lily gadis yang unik dan itu membuat Andra tertarik untuk semakin mengenalnya.
Lily
Iya sama-sama dan selamat malam
Selamat tidur Lily
Diseberang sana Maudy sudah terlelap tidur, ia juga tidak mengerti mengapamengirimkan pesan seperti itu pada Andra. Apakah itu perasaan dari Maudyataukah dari sosok Lily hanya untuk mencari perhatian Andra.
***
T
B
C
Sedikit dulu ya Terima kasih sudah membaca
Jangan lupa vote dan comment
Suliz ^_^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top