What We Should Do?

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Tatapan nanar Jamie mengarah lurus menembus kaca bening yang menampilkan pemandangan gerimis. Langit terlihat berwarna abu-abu dan matahari seolah sedang sibuk bersembunyi. Tampaknya cuaca seperti ini akan bertahan seharian.

Kejadian dua hari yang lalu tidak akan pernah dilupakan Jamie sepanjang hidup. Ketika ia melihat Jared keluar dari pintu gerbang dengan keadaan menyedihkan. Seluruh pakaiannya kotor dan basah. Bahkan pelipisnya berdarah (meski itu bukan hal yang patut dikhawatirkan). Pun wajah tampan itu terlihat lusuh. Bagaimana mungkin ia bisa membiarkan orang-orang memperlakukan Jared sekejam itu di saat Jamie bertekad untuk melindungi adiknya sekalipun harus bertaruh nyawa?

Jika mengingat penampilan Jared saat itu, amarah di dalam dada Jamie kembali meletup. Beberapa kali ia hampir berubah wujud jika saja Jared tak mencegahnya.

Pertanyaan itu tak mendapatkan respon seperti yang Jamie harapkan. Membuat cowok itu beralih tatap ke arah sofa panjang yang mengisi ruang tengah. Sedari tadi Jared duduk terdiam di sana tanpa melakukan apapun. Beberapa buah buku hanya terkapar di atas meja dan televisi yang menyala terabaikan.

"Apa aku harus membunuh mereka?" Jamie memutar sedikit tubuh. Kedua tangannya masih mengepal.

"Tidak perlu." Jared menyahut dengan suara rendah.

"Tapi, mereka sudah membuatmu seperti itu, Jared!" Jamie melantangkan suara. Ia berjalan dengan langkah cepat ke arah sofa. "Orang-orang seperti itu tidak bisa kita biarkan. Mereka harus diberi pelajaran," ucap Jamie berapi-api. Emosinya kembali menumpuk.

"Kalau aku bukan vampir, mereka tidak akan pernah melakukan itu padaku," tandas Jared dengan nada rendah. Tak ada letupan emosi yang membuncah dalam dadanya seperti yang terjadi pada Jamie.

"Ya, semua ini memang kesalahan nenek moyang kita. Kenapa juga mereka mengikat perjanjian dengan raja iblis," keluh Jamie. Cowok itu ingin sekali melampiaskan kekesalannya, tapi pada siapa? Nenek moyang mereka telah lenyap menjadi abu.

"Perjanjian dengan raja iblis?"

Ah.

Jamie keceplosan.

"Apa maksudnya?" tanya Jared dengan tampang bingung. Sebelumnya ia tak pernah mendengar tentang hal itu.

Sudah waktunya Jamie mengatakan semua yang ia dengar dari Tuan Joel. Bagaimanapun juga ia tak bisa menyimpan rahasia itu selamanya. Apalagi bibirnya di luar kendali hari ini.

"Aku pergi ke tempat Tuan Joel dan mendengar sesuatu darinya," ungkap Jamie.

Sejurus kemudian Jamie menuturkan kembali apa yang ia dengar dari Tuan Joel. Tentang perjanjian nenek moyang mereka dengan raja iblis hingga terciptalah sekumpulan vampir di muka bumi.

"Kapan kau pergi ke tempat Tuan Joel?"

"Beberapa hari setelah kita pergi ke sana."

"Kenapa kau baru mengatakannya sekarang?" tanya Jared dengan nada setengah protes.

"Uhm ... aku hanya bosan saat itu dan aku mampir ke sana untuk membeli beberapa buah buku. Kupikir kau tidak tertarik dengan Tuan Joel, jadi aku tidak mengatakannya padamu. Apa aku salah?"

Jared melihat serangkaian alasan terdengar dari nada bicara Jamie. Mana pernah kakaknya dilanda rasa bosan? Sepanjang waktunya diisi dengan membaca buku, bersantai, dan sesekali berbelanja. Jared bahkan tak tahu jika Jamie pernah merasa bosan seumur hidupnya.

"Benarkah perjanjian itu tidak bisa dibatalkan?" Ketimbang membahas alasan klise yang dibuat Jamie, Jared lebih tertarik pada kisah yang diceritakan Tuan Joel.

"Tidak. Itu yang dikatakan Tuan Joel. Orang-orang yang membuat perjanjian itu telah meninggal, jadi perjanjian itu tidak bisa dibatalkan," tutur Jamie.

Jared terpekur.

Mungkin dengan membatalkan perjanjian itu mereka bisa kembali menjadi manusia, pikirnya. Namun, itu tidak mudah.

"Apa tidak ada cara lain yang bisa kita lakukan?"

"Itulah yang kutanyakan pada Tuan Joel," sahut Jamie. Bahunya mengedik lemah dan Jared sudah mengerti apa maksud gestur kakaknya.

"Apa kita bisa menemui raja iblis? Di mana tempatnya berada?"

"Hei, apa kau sudah gila, hah?!" Jamie memekik. "Jangan nekad."

"Jika kita bisa bertemu dengan raja iblis, mungkin kita bisa membatalkan perjanjian itu."

Jamie menghela napas berat. Apa yang dipikirkan Jared mungkin adalah satu-satunya solusi untuk mereka. Singkatnya, jika mereka bisa menemukan keberadaan raja iblis, mereka bisa memohon pada raja iblis untuk membatalkan perjanjian itu. Kemudian setelah perjanjian itu batal, mereka bisa berubah menjadi manusia dan permasalahan yang dialami Jared di kampus terselesaikan. Namun, itu sangat tidak mudah untuk dilakukan.

"Jangan berkhayal." Jamie berseloroh. "Kita tidak pernah tahu keberadaan raja iblis itu. Lagipula kalau perjanjian itu bisa dibatalkan, Tuan Joel adalah vampir pertama yang akan membatalkan perjanjian itu."

"Jadi, Tuan Joel juga vampir seperti kita?" Kedua pupil mata Jared melebar antusias.

Jamie mengangguk.

"Ya, tapi aku lupa tidak menanyakan usianya. Kurasa dia sudah lebih dari 200 tahun."

"Bukankah Tuan Joel memiliki kelebihan? Apa dia tidak bisa melacak keberadaan raja iblis itu dengan indra keenamnya?"

"Kurasa raja iblis memiliki kekuatan yang luar biasa besar. Vampir seperti Tuan Joel mungkin tidak pernah bisa menembusnya."

"Sepertinya tidak ada yang bisa kita lakukan," gumam Jared. Seluruh harapan dalam hatinya hancur tak bersisa.

Jamie sependapat. Tuan Joel juga mengatakan hal yang sama. Lebih baik mereka menjalani hidup dengan baik tanpa menyakiti manusia.

"Jangan mengatakan apapun pada ayah."

Jamie menoleh ke samping. Jared seolah bisa membaca isi pikirannya. Ia memang berencana akan melaporkan perihal perundungan yang dialami Jared dan meminta bantuan pada William.

"Apa kau masih ingin bertahan di tempat ini?"

Kepala Jared menggeleng sedetik kemudian.

Untuk apa bertahan di tempat yang tak bisa menerima keberadaan dirinya? Juga Luisa. Jared harus menjauhkan diri dari gadis itu agar ia bisa tetap hidup.

"Kalau begitu aku akan memberitahu ayah untuk menyiapkan kepindahan kita."

***

17 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top