Something Wrong

Jared menghentikan gerakan dua kakinya tepat di depan pintu gerbang. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mencari keberadaan mobil merah kepunyaan Jamie yang biasa terparkir di sekitar tempatnya berdiri sekarang. Namun sayangnya, kedua ekor mata Jared tak menemukan benda yang ia maksud. Tak ada satupun mobil yang tampak terparkir di dekat pintu gerbang. Jamie belum tiba. Padahal selama ini ia selalu datang lebih awal. Tapi hari ini ia sedikit terlambat. Apa ia sengaja menikmati waktunya untuk berkendara berkeliling kota dengan mobil barunya dan mengesampingkan rutinitasnya menjemput Jared?

Haruskah ia menelepon?

Jared tidak berpikir seperti itu. Menelepon Jamie di saat ia sibuk mengemudi bukanlah sebuah ide bagus. Jamie tidak akan peduli dengan ponsel pintarnya yang terus bergetar tanpa henti ketika kedua tangannya mencengkeram kemudi. Akan sia-sia meneleponnya, pikir Jared. Ia pasti masih dalam perjalanan.

Cowok itu memutuskan untuk menunggu kakaknya. Sesekali tak apa untuk menunggu Jamie. Toh, selama ini Jamie yang selalu menunggu Jared.

"Luisa!"

Teriakan itu datang dari kejauhan dan tak mengundang perhatian Jared untuk menoleh ke arah sumber suara. Ia baru akan menoleh saat ada yang menyebutkan namanya.

"Bagaimana hari pertamamu kuliah di sini? Menyenangkan?"

Itu suara seorang laki-laki yang telah berumur. Meski tak mengusik Jared, tapi sepasang telinga cowok itu mencoba mengidentifikasi apa yang berhasil didengarnya.

"Tidak terlalu buruk."

Pemilik suara kedua adalah seorang gadis. Suaranya terdengar renyah. Ia pasti seorang yang berpembawaan menyenangkan.

Jared menghela napas panjang. Ia masih sabar menunggu hingga detik ini. Jared mencoba mengalihkan pandangan ke sisi kiri tubuhnya, berharap Jamie akan datang dari arah itu, tapi tatapannya malah menumbuk pada seorang gadis yang sedang berlari menuju ke sebuah mobil yang di sampingnya telah berdiri seorang laki-laki paruh baya bertubuh kurus. Mereka adalah pemilik suara yang tadi sempat didengar Jared.

Punggung gadis itu dan rambut cokelat pekat sebahu miliknya tiba-tiba mengingatkan Jared pada seseorang. Clara. Tak banyak gadis yang memiliki warna dan potongan rambut seperti itu yang ditemui Jared selama ini. Dan gadis itu berhasil mengobrak-abrik ingatan Jared.

Kenangan tentang Clara seolah enggan pudar dari benak Jared meski waktu telah berlalu. Ia bisa melupakan semua hal di dunia ini, apapun itu. Seiring bergulirnya waktu, kejadian demi kejadian datang dalam hidupnya. Semuanya mengalir begitu saja seperti air. Melintas dengan cepat lalu pergi dan terlupakan begitu saja. Nyaris tak ada kenangan yang tersisa. Namun, tidak dengan Clara. Gadis itu masih tersimpan di pikiran Jared sekalipun ia telah tiada. Sekalipun waktu berlalu berpuluh-puluh tahun. Mungkin juga sampai Jared tidak lagi ada di dunia ini.

"Masuklah."

Laki-laki paruh baya itu menggoyahkan lamunan singkat Jared. Ia tampak dengan senang hati membukakan pintu mobil untuk sang gadis yang belum jua menampilkan wajahnya pada Jared yang sejak tadi terus memerhatikan punggung dan rambutnya.

"Mestinya Ayah tidak melakukan ini. Aku bisa sendiri..."

Begitu sang gadis itu memutar sedikit punggungnya saat akan masuk ke dalam mobil, tampaklah seraut wajah cantik yang sedang mengurai senyum cerah dan seketika membuat Jared terperanjat.

Tubuh Jared tiba-tiba membeku dan jantungnya seolah berhenti berdetak. Sepasang matanya lurus mengarah kepada gadis itu dan sama sekali tak berkedip. Bibirnya terbuka, seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi tenggorokannya terlanjur mengering dan kata-kata yang ingin diucapkannya tertelan kembali.

Clara? Benarkah itu dia?

Mobil yang membawa gadis itu melintas tepat di depan tubuh Jared saat ia masih terpaku di tempatnya berdiri menunggu Jamie.

Dari balik kaca jendela mobil yang terbuka lebar, Jared bisa menyaksikan dengan jelas seraut wajah yang begitu akrab di matanya berpuluh-puluh tahun silam. Mata, hidung, bibir, tulang pipi, rambut, hingga keseluruhan detail wajah gadis itu sama persis dengan milik Clara. Seolah waktu berhenti di hari itu. Tapi mungkinkah?

Ekor mata Jared terus menatap bagian belakang mobil yang membawa tubuh gadis itu pergi tanpa berkedip. Antara percaya dan tidak. Antara kenyataan dan mimpi. Tapi, gadis itu benar-benar sangat mirip dengan Clara. Tidak hanya sangat mirip, tapi keduanya sama persis. Bagaikan kembar identik.

Apa yang terjadi sebenarnya?

Kepala Jared mendadak berdenyut. Kedua lututnya hampir goyah dan ia nyaris ambruk jika tak segera tersadar pada kenyataan bahwa dirinya masih berdiri di depan pintu gerbang kampus.

Ia sudah tak peduli tentang Jamie. Di benaknya timbul beragam pertanyaan tentang gadis itu. Siapa dia? Clara sudah meninggal 30 tahun lalu. Jamie lah yang telah merenggut nyawa gadis itu di depan mata Jared.

Sebuah tepukan kasar mendarat di bahu kiri Jared. Menyadarkan cowok itu dari pikiran tentang Clara dan gadis yang baru saja melesat pergi dari hadapannya.

"Apa kau yang bernama Jared?"

Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, memakai topi dan jaket kulit hitam, serta mengenakan masker penutup wajah tampak berdiri di depan Jared. Dilihat dari penampilannya laki-laki itu tidak terlihat seperti seorang mahasiswa. 

Jared mengangguk pelan. Ia hendak bertanya siapa dan apa maksud laki-laki misterius itu mendatanginya. Tapi, tanpa diduga olehnya laki-laki itu mendadak mengeluarkan sebilah pisau lipat dari balik saku jaket kulitnya lalu menusukkan benda mengilat itu ke perut Jared.

Jared bergeming. Ia tak sempat menghindar karena tidak pernah menduga hal seperti itu akan menimpa dirinya. Lagipula jarak antara keduanya cukup dekat dan gerakan laki-laki itu begitu cepat sehingga Jared tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya.

Laki-laki bertubuh tinggi besar itu buru-buru melarikan diri ke arah sebuah mobil berwarna hitam yang tampak menunggunya tak jauh dari tempat Jared berdiri. Seakan-akan kejadian itu telah direncanakan sebelumnya.

Darah segar tampak merembes keluar dari perut Jared yang terluka. Namun, ia masih termangu menatap ke arah mobil hitam yang membawa tubuh laki-laki itu pergi. Batinnya dipenuhi pertanyaan hingga akhirnya ia tersadar jika Jamie telah berada di dekatnya dengan memasang wajah tegang.

"Apa yang terjadi, hah?" tanya Jamie panik. Ia menatap gusar ke arah perut Jared lalu mengalihkan pandangan ke sekeliling, tapi tak ada siapa-siapa. "Kenapa perutmu?"

"Seseorang telah menusukku," jawab Jared pelan. Ia menunduk menatap ke arah perutnya. Darah yang merembes keluar lebih banyak dari yang dipikirkannya. Kaus putih polos yang membungkus tubuhnya telah ternoda.

"Tekan lukanya," suruh Jamie. Biarpun luka itu akan menutup dengan sendirinya, tetap saja kehilangan cukup banyak darah bisa membuat tubuh Jared melemah. Butuh waktu agak lama untuk memulihkan luka akibat pisau seperti itu. "Cepat masuk mobil." Jamie memberi komando pada adiknya agar ia cepat masuk ke dalam mobil sebelum orang lain mengetahui apa yang terjadi.

Jared segera melaksanakan perintah kakaknya. Ia menekan luka bekas tikaman itu untuk mengurangi pendarahan.

Setelah memastikan Jared telah menempati kursi di sebelahnya, Jamie bergegas melajukan mobilnya pergi dari tempat itu.

***

29 Agustus 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top