Preparing

"Memangnya kau ingin pindah ke mana?" Jamie menjatuhkan tubuh di atas tempat tidur empuk kepunyaan Jared lalu meninju boneka kelinci usang yang sedang bersandar pada sebuah bantal tanpa sepengetahuan pemiliknya. Sementara Jared sedang sibuk mengeluarkan satu per satu pakaiannya dari lemari kemudian memasukkannya ke dalam sebuah koper besar.

Jamie belum bisa memahami isi pikiran Jared hingga hari ini, kenapa ia masih menyimpan boneka kelinci tua itu di kamarnya. Boneka itu seolah menjadi saksi sejarah atas semua hal yang telah dilalui Jared dari kecil sampai kini.

"Ke mana saja," jawab Jared asal. Ia tak punya ide apapun untuk saat ini.

"Bagaimana kalau kita pindah ke Paris?" usul Jamie.

"Apa kau sedang berpikir untuk menghabiskan lebih banyak lagi uang milik ayah?" sindir Jared seraya melirik ke arah tempat tidur. Ia bisa membaca seluruh isi pikiran Jamie hanya dengan mendengar usulannya.

"Apa aku sejahat itu?"

"Tidak. Kau hanya terlalu boros. Kurasa ayah akan bangkrut jika kita benar-benar pindah ke Paris."

Jamie mengulum senyum pahit mendengar sindiran Jared yang benar-benar mengena untuknya.

"Aku tidak seboris itu," kilah Jamie membela diri.

"Apa kau tidak berkemas?"

Jamie tampak begitu santai sehingga menimbulkan kecurigaan di hati Jared. Apakah Jamie enggan untuk pindah?

"Nanti. Kalau ayah sudah menentukan tujuan kita. Kau sudah membicarakan hal ini dengan ayah, kan?"

Kepala Jared menggeleng. "Aku akan bicara dengannya nanti," ucapnya pelan. Tangannya menarik sebuah jaket dari dalam lemari dengan gerakan ragu.

"Apa kau mau aku yang bicara pada ayah?" tawar Jamie seolah bisa membaca isi pikiran Jared. Pasti akan sangat canggung jika Jared harus bicara empat mata dengan William mengingat hubungan keduanya kurang harmonis. Namun, siapa tahu pembicaraan ini justru membawa perdamaian di antara ayah dan anak tersebut.

"Tidak perlu," tolak Jared bersungguh-sungguh. Jared yang ingin pindah dan memang semestinya ia sendiri yang bicara pada ayahnya. "Aku akan bicara sendiri padanya."

"Baiklah." Jamie mengangguk. "Kalau begitu aku akan pergi ke kamar," pamitnya sejurus kemudian.

**

Jared mengetuk pintu ruang kerja milik William pelan sebelum mendorongnya meskipun belum ada jawaban dari dalam.

William yang sedang duduk membaca buku di atas sofa tunggal berwarna hijau tanah, tampak cukup terkejut melihat kemunculan putra bungsunya. Membuat William buru-buru menutup buku bacaan di tangannya lalu meletakkan benda itu di atas meja.

"Apa aku mengganggu?" tegur Jared setengah canggung. Buruknya hubungan mereka selama 30 tahun terakhir membuat ayah dan anak itu jarang berkomunikasi dengan intens. Hanya jika ada hal-hal yang mendesak saja Jared dan William bicar empat mata seperti yang akan mereka lakukan sekarang.

"Tidak. Masuklah," suruh William. Diam-diam ia merasa senang melihat Jared muncul di hadapannya seperti ini.

Jared berjalan mendekat lalu mengambil tempat duduk di atas sofa panjang tak jauh dari tubuh William.

"Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan dengan ayah?" tegur William lebih dulu, setelah Jared menempati sofa tak jauh dari tempat duduknya.

"Ya," angguk Jared.

"Apa ada sesuatu yang penting?"

"Aku ingin pindah dari tempat ini secepatnya," ucap Jared mengungkapkan keinginannya.

William cukup kaget mendengar permintaan putranya, tapi setelah berpikir sejenak akhirnya ia bisa memaklumi keinginan Jared. Mungkin ini ada hubungannya dengan gadis itu, batin William. Namun, ia tak mau mendesak Jared. Setidaknya William harus menjaga perasaan Jared, terlebih lagi hubungan keduanya juga tidak terlalu baik.

"Ya, tapi kita tidak bisa pindah tiba-tiba seperti ini. Butuh beberapa waktu untuk mempersiapkan segalanya, Jared."

Jared pun sudah menduganya dari awal. Namun, akan lebih baik jika merencanakan kepindahan itu jauh-jauh hari.

"Tidak perlu terburu-buru, Jared. Kau bisa bepergian ke tempat lain sebelum ayah menemukan tempat untuk kita tinggal," ucap William kemudian. Ia bisa membaca ke mana arah pikiran putranya.

Jared benar-benar ingin menjauh dari gadis itu untuk sebuah alasan kuat. Mungkin untuk menghindari pertumpahan darah, duga William. Sebab ia tidak akan pernah membiarkan Jared menyukai manusia, siapapun itu. Sekalipun ia tidak memiliki wajah dari masa lalu.

"Ayah bisa memesan tiket kalau kau ingin pergi berlibur." William memberikan usul yang bagus. "Jika kau mau, kau bisa menentukan tempat tujuannya."

"Akan kupertimbangkan."

Jared pamit dari hadapan William semenit kemudian.

Pindah tempat tinggal memang tak segampang itu. Tak cukup hanya satu atau dua hari. William perlu mencari rumah yang letaknya terpencil dari permukiman penduduk dan berada di sebuah negara dengan kriteria empat musim. Iklim tropis sebenarnya bukan masalah untuk mereka, tapi bangsa vampir sudah terbiasa hidup dengan empat musim.

Mungkin Jared akan berpikir kembali untuk menerima tawaran William. Menghabiskan beberapa minggu di resort ski sepertinya bukan ide buruk. Atau mungkin menginap di salah satu hotel di Paris seperti impian Jamie?

***

21 Oktober 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top