Out of Plans

Jared pikir seiring berjalannya waktu, rumor tentang dirinya perlahan akan mereda. Namun, sampai tiga hari kemudian kabar yang menyebut dirinya vampir malah merebak tanpa kendali. Semua penghuni kampus membicarakan Jared, bahkan para dosen juga berkasak kusuk tentangnya. Tapi, para dosen tak menganggap berita itu sebagai sesuatu yang mesti diselidiki kebenarannya. Mereka hanya menganggap kasak kusuk itu sebagai candaan belaka.

Rumor itu membawa dampak yang buruk bagi Jared. Mentalnya seolah sedang diuji. Bagaimana tidak, setiap orang menatapnya dengan pandangan aneh dan penuh kecurigaan. Tatapan mereka seakan menghakimi dirinya. Vampir adalah makhluk terkutuk dan seharusnya tidak pernah terlahir ke dunia ini!

"Hei!"

Teriakan itu datang dari belakang punggung Jared. Volumenya cukup keras. Namun belum mampu menggoyahkan langkah-langkah lebar cowok itu. Ia masih terus berjalan menyusuri lantai koridor yang mengarah ke pintu gerbang. Mungkin saja teriakan itu bukan ditujukan untuknya, pikir Jared. Pasalnya selama ini ia nyaris tak pernah berinteraksi dengan sesama mahasiswa lain, kecuali untuk mengerjakan tugas.

"Hei, vampir!"

Teriakan dengan volume yang sama kembali terulang, tapi satu kata di belakang kata 'hei' sanggup menggetarkan hati Jared. Langkahnya mulai melambat. Lututnya ikut melemah.

Sebuah tepukan kasar mendarat di atas bahu Jared dan berhasil membuat cowok itu urung meneruskan langkah. Ia dipaksa untuk berhenti oleh pemilik suara itu.

Seraut wajah yang berhias senyum sinis terpampang di depan mata Jared sejurus kemudian. Pemilik rambut ikal dan tubuh tinggi besar itu melontarkan tatapan mencemooh. Ia cukup populer di kampus, tapi Jared tak tahu apapun tentangnya. Nama panggilannya pun Jared tak tahu. Hanya saja penampilannya yang tak biasa beberapa kali tertangkap oleh ekor mata Jared. Penampilan Murphy tak seperti kebanyakan mahasiswa lain. Jaket kulit hitam berpadu celana denim koyak yang membalut tubuh Murphy membuatnya lebih pantas disebut sebagai bandit ketimbang mahasiswa.

Murphy.

"Kenapa kau masih kuliah di sini?" serang Murphy setelah mereka saling berhadapan. Sikapnya sama sekali tak menampilkan sebuah keramahan. "Apa kau tidak malu dipergunjingkan setiap hari oleh seluruh penghuni kampus, hah?"

Jared tak ingin terlibat percakapan dengan cowok itu. Ia memilih bungkam dan jika nanti ada kesempatan bagus, Jared akan pergi.

"Ngomong-ngomong, apa memang benar kau vampir?" Bukan hanya Murphy, tapi semua orang yang berada di tempat itu dan menyaksikan mereka berdua menginginkan hal yang sama. Semuanya butuh kepastian. Apakah rumor itu benar atau tidak?

"Menurutmu?"

Jared mengambil langkah gegabah. Di saat seperti ini jawaban yang paling ditunggu oleh semua orang adalah kata 'ya' atau 'tidak'.

"Hei, aku bertanya padamu!" Murphy tampak geram. Ia merasa dipermainkan.

"Menurutmu, jika aku vampir apa aku akan berdiri di depanmu sekarang, hah? Bukankah seharusnya aku tidur di dalam peti mati dan tidak berkeliaran di saat siang seperti ini? Kau tahu musuh vampir adalah sinar matahari. Jadi, kau bisa menyimpulkan sendiri jawaban yang ingin kau dengar dariku," papar Jared dengan sikap tenang. Jika amarah terpercik di dalam dadanya, maka kecurigaan mereka akan berlipat ganda. Tapi, kalau Jared bersikap setenang ini, seharusnya orang-orang itu memercayai ucapannya.

"Ya, seharusnya begitu. Tapi, berita tentang dirimu sudah menyebar luas di kampus, Bro. Aku yakin mereka semua percaya kalau kau adalah vampir. Kurasa mereka terlalu banyak menonton film. Kau tahu kan, akhir-akhir ini film bertema vampir sedang populer?"

Dugaan Jared tentang Murphy salah besar. Kenyataannya Murphy bukan ingin menjatuhkan harga diri Jared di depan semua orang. Ia tidak sejahat penampilannya. Murphy adalah salah satu orang baik yang terbalut dalam penampilan penjahat.

"Pergilah. Jangan pikirkan gunjingan mereka. Kau tahu, kau tampan. Aku iri padamu."

Senyum di bibir Jared merekah malu-malu saat mendapat sanjungan manis dari bibir Murphy. Bisa-bisanya cowok itu mengedipkan sebelah matanya pada Jared lalu berlalu begitu saja. Padahal Jared sempat menduga akan terjadi sedikit kekerasan fisik di antara mereka berdua. Namun, itu semua sama sekali tidak terbukti.

Murphy telah pergi menjauh, sementara Jared kembali melanjutkan langkah yang sempat tertahan karena cowok konyol itu. Perasaannya sedikit membaik karena Murphy. Bisa jadi setelah ini semuanya akan berangsur normal. Rumor itu juga akan lenyap dengan sendirinya. Jared akan menunggu hari itu tiba.

Baru saja lima langkah Jared meninggalkan tempatnya berbincang tadi, cowok itu dikejutkan sesuatu yang tiba-tiba mendarat di pangkal lengan jaketnya. Secara refleks Jared menoleh ke samping dan menemukan jaketnya telah basah. Sebuah botol air mineral jatuh tepat di sebelah kaki Jared. Isinya masih tersisa beberapa bagian dan sedang mengalir ke bawah sepatu sneakers milik Jared. 

Ketika cowok itu mengangkat kepala, sebuah telur melayang ke dada Jared. Lalu benda-benda lain ikut terbang ke arah cowok itu. Ada yang melemparnya dengan tomat busuk, tepung, sisa roti lapis, dan entah apa lagi.

Jared terpaku. Ia berdiri tanpa melakukan apa-apa dan membiarkan tubuhnya menjadi sasaran tembak benda-benda itu. Jared bahkan tak ingin menatap ke arah siapa-siapa saja yang telah melemparnya dengan semua itu. Ia menjatuhkan pandangan ke bawah sepatunya.

Mereka akan berhenti melemparinya setelah mereka tak punya apa-apa lagi untuk dilempar. Benda-benda itu, sekeras apapun menghantam bagian tubuh Jared, tidak akan menimbulkan rasa sakit sedikitpun. Meski pelipis kanan Jared berdarah karena seseorang melemparkan sebuah batu padanya, ia tidak akan merasakan apa-apa.

"Pergi kau vampir!"

"Tempatmu bukan di sini!"

"Enyah kau!"

Teriakan-teriakan itu tak bisa dianggap angin lalu oleh Jared. Tidak mungkin ia mampu mengabaikan kata-kata kasar semacam itu di saat Jared mengalami semua ini untuk yang pertama kalinya sepanjang hidup. Sebagai spesies yang nyaris punah, ia dan kaum vampir hanya ingin berbagi sedikit tempat dengan manusia untuk bertahan hidup.

Padahal sesaat sebelum ini, ada seseorang yang begitu memercayai ucapannya. Bahkan sempat terlintas di benak Jared bahwa ia ingin sekali menjalin sebuah pertemanan dengannya. Namun, peristiwa yang ia alami sekarang seolah ingin meruntuhkan harga dirinya. Kini Jared mengerti apa yang dirasakan Clara ketika ia mendapat perundungan dari teman-temannya kala itu.

Setelah seluruh tubuh Jared benar-benar penuh dengan kotoran dan basah di beberapa bagian, serta menguarkan aroma tidak sedap barulah mereka berhenti. Satu per satu mulai meninggalkan tempat itu dengan ekspresi puas tergambar di wajah mereka. Sebagian yang lain gembira bukan kepalang karena mendapatkan sebuah video rekaman yang menarik untuk diunggah di media sosial.

Meski perasaan Jared hancur berkeping-keping, apa yang mereka katakan benar adanya. Jared memang vampir. Satu fakta itu tak bisa ia pungkiri. Sebenci apapun Jared pada dirinya yang terlahir sebagai vampir, toh semua itu tak akan mengubah apapun. Vampir tetaplah vampir.

Setelah menata hati dan perasaan, Jared memacu langkah gontai ke arah pintu gerbang. Jamie pasti telah menunggunya di sana. Tapi, apa yang akan dikatakannya nanti pada Jamie? Sanggupkah Jared menjelaskan semuanya pada kakak yang selalu menjaga dirinya itu?

Tapi, ini bukanlah akhir dari segalanya.

***

16 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top