Mysterious Old

"Apa semalaman kau tidur di sini, hah?"

Jamie berdiri dengan melipat kedua tangan di depan dada dan menatap takjub ke arah tubuh Jared yang meringkuk di atas sofa panjang. Sejak semalam Jared belum beringsut dari ruang tengah. Buku bacaannya juga tampak terkapar dengan mengenaskan di atas karpet di bawah kaki Jared. Sementara itu televisi masih menyala dengan suara rendah.

Belum ada respon yang ditunjukkan Jared atas hardikan Jamie yang ditujukan untuk dirinya. Sepasang mata itu terkatup rapat, entah mimpi apa yang menyambangi tidurnya dan membuatnya terlihat sangat lelap. Ia bahkan membiarkan tubuhnya meringkuk begitu saja tanpa selimut sejak semalam. Untungnya pemanas ruangan disetel dalam mode suhu hangat sehingga Jamie tak perlu merasa kedinginan.

Jamie tak menunggu reaksi Jared. Ia meraih remot lalu mematikan televisi. Buku bacaan kepunyaannya yang terjatuh dari genggaman tangan Jared semalam dipungutnya kemudian ia letakkan di atas meja kaca tak jauh dari sofa.

Jamie menjatuhkan tubuh di atas sofa yang berbeda dengan yang Jared tempati lalu menarik napas panjang.

Dari tempat duduknya ia bisa melihat ke balik dinding kaca yang menampilkan pemandangan halaman samping rumah yang terlihat cukup gersang. Sisa salju semalam telah lenyap dari tanah. Mereka telah mencair hanya dalam kurun waktu semalam. Kabarnya hari ini juga akan turun salju. Entah benar atau tidak, rencana Jamie tak akan berubah.

"Hei," Jamie menoleh ke arah Jared yang masih terlelap. "aku akan pergi ke toko buku bekas yang waktu itu batal kita kunjungi. Apa kau mau ikut?" tawar cowok yang telah berpakaian rapi itu. Dua lapis pakaian membalut tubuhnya hari ini. Dan saat ia keluar nanti, Jamie akan menyambar salah satu mantel yang menggantung di dalam lemari pakaiannya.

Jared menggumam pelan. Tidak, ia hanya mengigau. Cowok itu tidak benar-benar mendengar perkataan Jamie dan berniat menanggapinya.

"Aku akan membeli banyak buku dari sana. Kau juga bisa meminjamnya nanti, jadi jangan protes," oceh Jamie seolah-olah sedang bicara serius pada Jared. "Kalau rak di kamarku tidak muat, aku akan membeli rak baru. Aku melihat banyak model rak yang bagus di internet semalam."

Jared masih tak memberi respon. Kondisinya masih sama seperti tadi.

"Baiklah. Kalau kau mau ikut, kau harus bersiap-siap. Kita akan berangkat satu jam lagi."

Usai berpesan seperti itu, Jamie mengangkat tubuh lalu berlalu begitu saja dari ruang tengah. Ia tak peduli Jared mendengar ucapannya atau tidak. Jamie hanya menganggap Jared memahami perkataannya dengan baik.

**

Satu jam berselang.

"Cepatlah!"

Jamie berteriak dengan kencang hingga suaranya terdengar memenuhi semua sudut di dalam rumah itu. Mereka hanya tinggal berdua dan tak ada satupun yang akan terganggu dengan suara Jamie yang volumenya melebihi batas kewajaran. Di kawasan itu, rumah-rumah lain berjarak cukup jauh dari kediaman keluarga Hermsworth.

"Apa kau tidak bisa memelankan suara, hah?" omel Jared sembari mengenakan sehelai mantel tebal berwarna abu-abu tua. Ia tergesa keluar dari kamar karena tidak tahan mendengar suara Jamie.

"Aku tidak mau terjebak hujan salju. Ayolah."

Jamie bergerak lebih dulu menuju ke pintu, sedang Jared menyusul dari belakang meski dengan setengah kesal.

Awalnya ia enggan untuk mengikuti ajakan Jamie pergi ke toko buku bekas, tapi Jared merasa harus memikirkan kembali tawaran kakaknya. Di toko buku bekas mungkin mereka bisa menemukan 'harta karun' semisal buku kuno yang langka dan belum pernah mereka baca sebelumnya atau temui di toko buku manapun. Keberuntungan semacam itulah yang Jared harapkan. Tapi, ia tak akan berharap terlalu tinggi kali ini. Hanya sekadar harapan biasa.

Kedua kakak beradik itu terpaksa mengendarai mobil milik ayahnya yang sejak sebulan terakhir terparkir di garasi. Pasalnya mobil pesanan Jamie baru tiba dua atau tiga minggu lagi. Pemesanan mobil mewah edisi terbatas membutuhkan waktu yang cukup lama.

"Apa tempatnya jauh?" Jared mencoba untuk mengisi keheningan.

"Lumayan. Sekitar satu jam perjalanan."

"Apa? Satu jam?" delik Jared.

"Uhm. Apa kau sudah menyesali keputusanmu ikut denganku?" Jamie melirik sembari melempar senyum sinis ke wajah adiknya yang terlihat memberengut. Ia tampak puas menyaksikan ekspresi adiknya.

Jared membuang napas panjang ke arah jendela yang tertutup rapat. Ia tidak menduga perjalanan ke sana akan memerlukan waktu selama itu. Tapi, tidak mungkin ia berubah pikiran setelah mereka hampir mencapai setengah perjalanan. Jamie tak akan sudi memutar balik mobil dan kembali ke rumah.

Jared memutuskan untuk mengisi sisa perjalanan mereka dengan diam. Sedang Jamie memilih untuk menyetel radio demi membunuh keheningan.

Setelah perjalanan panjang yang sangat membosankan, akhirnya mereka tiba di toko buku bekas yang Jamie maksud. Jika dilihat dari depan, tempat itu tampak sebagai sebuah toko buku berukuran kecil. Bangunannya terlihat kuno dan terkesan rapuh. Seolah jika ada gempa berskala 5 magnitudo, tempat itu akan ambruk dalam sekejap. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Bangunan yang berdiri lebih dari 100 tahun itu masih kokoh hingga kini dengan catatan telah direnovasi berkali-kali pada beberapa bagian, terutama atap dan tembok. Meskipun begitu, kesan kuno dan tidak terawat melekat kuat pada bangunan itu.

"Benar ini tempatnya?" Jared bertanya dengan nada penuh keraguan. Ia tampak enggan beringsut dari tempat duduknya, sementara Jamie telah berhasil melepaskan sabuk pengaman dari tubuhnya dan bersiap membuka pintu mobil.

"Ya, memang ini tempatnya." Jamie menyahut seolah-olah tak memerhatikan kerut tak percaya yang tercetak jelas di kening adiknya. "Ayo keluar."

Jared bergeming beberapa lama. Untuk apa menempuh perjalanan tak kurang dari satu jam hanya untuk mengunjungi toko buku bekas yang lusuh seperti itu? Bahkan tak ada sebilah papan nama yang menegaskan jika tempat itu merupakan sebuah toko buku bekas. Hanya dinding kaca buram yang menampilkan rak yang dipenuhi dengan berbagai macam buku yang menjadi penanda jika tempat itu memang sebuah toko buku.

Namun, ketika Jamie melempar kode melalui gerakan tangan, Jared baru beringsut dari tempat duduknya dan segera menuruti perintah kakaknya yang telah lebih dulu mencapai pintu masuk toko.

Kenyataannya tempat itu jauh lebih luas dari yang tampak dari luar. Sisi bagian dalam ruangan tampak memanjang ke belakang dan tak ada celah yang kosong di sana. Rak-rak ditata berdempetan dan dipenuhi dengan buku-buku. Bahkan pada bagian atasnya masih ditumpuk dengan berbagai buku yang tak mampu ditampung oleh rak-rak kayu. Di beberapa sudut juga tampak tumpukan buku yang diletakkan di atas lantai dan masih terikat dengan tali,  sepertinya mereka sedang menunggu giliran untuk bisa menempati salah satu rak. Membuat tempat itu terkesan ditata dengan asal dan semrawut. Juga agak pengap. Ventilasinya cukup buruk. Kasihan buku-buku di sana yang mungkin tak mendapatkan perawatan yang layak.

Seorang laki-laki tua yang kepalanya dipenuhi dengan uban terlihat duduk di belakang sebuah meja tua dan warna catnya telah mengelupas di sana sini. Jenggot dan kumisnya keabu-abuan dan tampak lebat. Kerutan tajam terlihat jelas di kening dan sekitar garis senyumnya. Ia sibuk membaca sebuah koran dan tak begitu memerhatikan pengunjung yang datang. Pasalnya sebuah lonceng kecil yang sengaja ia pasang di atas pintu akan memberitahunya jika ada seseorang yang masuk ke dalam toko.

Jamie masuk terlebih dulu ke dalam toko lalu disusul Jared. Bunyi gemerincing lonceng di atas pintu mengundang si kakek tua pemilik toko untuk menegakkan kepala dan memelorotkan kacamata bacanya guna melihat wajah-wajah tamunya agar tampak lebih jelas. Berbeda dengan sambutan pegawai toko buku di tempat lain, laki-laki itu menatap kedua tamunya dengan tatapan dingin. Tanpa kata selamat datang atau salam hangat lainnya. Sejurus kemudian ia kembali menenggelamkan diri pada koran yang sedari tadi sibuk ditekurinya.

"Apa kau tidak merasa tempat ini dan pemiliknya terkesan aneh?"

Jamie berbisik ketika mereka memutuskan untuk berkeliling ruangan dan menelusuri rak-rak berdebu.

Jared menyatakan persetujuan lewat anggukan kepala. Ia turut merasakan hal yang sama, tapi Jamie telah lebih dulu mengungkapkan perasaannya.

"Apa kau juga berpikir kalau tempat ini berhantu?" bisik Jamie lagi. Ia berusaha membuat suaranya dalam mode paling rendah agar laki-laki tua itu tak bisa menguping pembicaraan mereka.

Jared menggoyangkan kepala. Ia tidak berpikiran sama dengan Jamie. Ini bukan tentang hantu. Saat vampir berubah wujud apa bedanya mereka dengan hantu?

"Tempat ini terkesan misterius. Laki-laki itu juga." Jared membalas dengan suara yang sama rendahnya.

"Tapi tempat ini ada dalam google maps..."

Jared terpekur.

Entahlah. Tapi, ada sesuatu yang tak biasa menyergap perasaannya ketika memasuki tempat itu. Sayangnya perasaan ganjil itu tak bisa didefinisikannya melalui kalimat. Begitu pun dengan Jamie. Seolah mereka baru saja masuk ke dunia yang tersembunyi dan terpencil. Sebuah dunia yang terpisah dari dunia manusia.

***

26 Agustus 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top