End
Kenyataannya pohon besar itu tidak pernah tampak lagi, tapi di tempatnya digantikan oleh sebuah pohon berukuran kecil yang usianya masih sangat muda, lima atau enam tahun. Pohon itu pernah ada lalu lenyap seperti tidak pernah ada. Namun, Jared meyakini jika ia tidak sedang berhalusinasi saat itu. Tidak mungkin ia mengalami halusinasi secara berulang di waktu yang berbeda. Mungkin pohon besar itu bagian dari misteri kehidupan, sama seperti Tuan Joel. Laki-laki tua itu juga pernah ada dan nyata, tapi kemudian ia menghilang secara misterius seolah tidak pernah ada di dunia ini.
Jared kembali ke kampus dua hari yang lalu dan menemukan pohon besar itu tidak ada di tempatnya. Yang tumbuh di sana hanyalah sebuah pohon kecil. Ia dan Jamie juga kembali ke toko buku milik Tuan Joel dan mereka tidak menemukan laki-laki itu di sana. Kondisi tempat itu menggambarkan sebuah toko buku tua yang telah ditinggalkan pemiliknya selama berpuluh-puluh tahun. Kedua misteri itu belum terpecahkan oleh kakak beradik keluarga Hemsworth.
Pagi ini cuaca cerah. Matahari musim semi bersinar dengan hangat. Namun, tak ada aroma bunga bermekaran di halaman kediaman keluarga Hermsworth. Hanya aroma rerumputan basah yang menguar di sekeliling pekarangan samping rumah.
"Apa kau sudah siap, Jared?!"
Teriakan Jamie membuyarkan suasana pagi yang tenang di rumah keluarga Hermsworth. Tak biasanya sepagi itu Jamie berteriak begitu kencang pada Jared.
"Taksi kita sudah menunggu di depan!" Jamie berteriak kembali. Dan sejurus kemudian Jared muncul dari balik pintu. Cowok itu mengenakan sehelai celana jeans biru favoritnya dipadu dengan kaus pendek berwarna abu-abu, juga sebuah jaket hitam yang pada bagian lehernya berhiaskan bulu imitasi. Ia menyeret sebuah koper besar di belakang tubuhnya.
"Apa kau hanya membawa barang segitu?" Jared berhenti melangkah dan menahan pergerakan roda kopernya. Ia menatap heran pada sebuah tas jinjing yang berada di dekat kaki Jamie yang terbungkus sepatu berbahan kulit dan masih tampak baru. Jared tak melihat tas atau koper lain di dekat Jamie, karena itu ia merasa heran.
"Ya. Di Paris semua yang kubutuhkan ada di sana. Jadi, kupikir untuk apa aku membawa barang terlalu banyak?" Jamie menjawab dengan nada enteng.
Jared paham.
"Ayah akan bangkrut seminggu lagi," selorohnya seraya meneruskan langkah. Taksi yang mereka pesan telah menunggu di depan pintu gerbang. Rencananya taksi itu akan mengantar Jared dan Jamie ke bandara. Sedang William tak bisa mengantar kedua putranya karena harus mengurus sesuatu.
"Aku tidak akan belanja sebanyak itu. Aku masih waras, Jared." Jamie mengikuti pergerakan tubuh Jared dengan tatapan lelah. Jared begitu tidak memercayainya soal belanja. Padahal Jamie merasa dirinya masih dalam taraf wajar untuk urusan berbelanja.
"Kau akan melupakan ucapanmu itu begitu kita tiba di sana."
"Tidak akan. Aku yakin bisa menahan diri. Kalau tidak, kau yang harus menghentikanku dari khilaf belanja. Kau dengar itu?"
Jared hanya menyunggingkan senyum pahit ketika mendengar ocehan Jamie. Cowok itu bersiap memasukkan koper miliknya ke dalam bagasi taksi yang telah terbuka.
"Apa kalian akan pergi?"
Jamie telah lebih dulu menoleh ke arah sumber sapaan dan mendapati Luisa tengah mematung beberapa meter dari tempatnya berdiri.
Sementara Jared urung untuk memasukkan kopernya ke dalam bagasi. Ia ikut menoleh ke arah datangnya suara yang cukup dikenalnya.
Siapa yang menyangka jika Luisa tiba-tiba datang ke rumah keluarga Hermsworth sepagi ini bertepatan dengan keberangkatan Jared dan Jamie ke bandara. Gadis itu tampak agak linglung melihat Jared dan koper besar yang siap dimasukkannya ke dalam bagasi taksi.
"Oh ... Kami akan pergi ke bandara." Jamie menjawab sebelum Jared sempat melakukannya.
"Bandara?" ulang Luisa seperti ingin penjelasan yang lebih rinci. Bandara bukanlah tujuan akhir sebuah perjalanan, bukan?
"Paris. Kami akan pergi ke Paris," sahut Jamie kemudian. Memperjelas ucapannya.
Ekspresi kaget tampak samar tergambar di wajah gadis itu. Ia benar-benar tidak menyangka kedatangannya ke rumah Jared justru bertepatan dengan keberangkatan cowok itu ke Paris. Ia tak pernah mendapat informasi apapun tentang rencana kepergian mereka dari Jamie atau Jared sendiri.
Luisa mengalihkan tatapan ke arah Jared, seolah ingin mencari penegasan.
"Ya, kami akan pergi ke Paris," ucap Jared memberi penegasan pada gadis itu.
"Apa kau kecewa padaku?"
Jared terdiam. Ia merasakan sebuah ketidakrelaan tersirat dari sorot mata Luisa, tapi ia tidak mau berharap jika dugaannya benar. Tidak mungkin tiba-tiba Luisa merasa tidak rela atas kepergian Jared setelah ia menyatakan penolakannya pada cowok itu, kan? Bagaimanapun juga Jared menganggap itu sebagai sebuah penolakan, entah untuk Luisa.
"Kau tidak bisa pergi seperti ini, Jared. Paling tidak kau bisa mengucapkan selamat tinggal padaku," ucap Luisa lagi. Jared terlalu lama diam dan membiarkan gadis itu menunggu jawaban yang tak kunjung ia dapatkan.
Ataukah pelukan dari Jared saat itu merupakan salam perpisahan untuk Luisa?
"Maaf," ucap Jared pendek. Ia merasa tidak perlu pamit pada gadis itu karena beberapa alasan.
"Apa kau pergi karena kecewa atas ucapanku saat itu?"
Jared menggeleng. Wajar jika Luisa berpikir seperti itu. Ia memang memiliki karakter dan kepribadian sendiri. Luisa tidak ingin dibandingkan dengan Clara meski sesungguhnya ia adalah bagian dari gadis itu. Luisa hanya ingin dianggap sebagai dirinya sendiri, bukan reinkarnasi Clara.
"Kau tahu, aku menyukaimu tidak peduli kau siapa. Hatiku sudah tertambat padamu sejak pertama kita bertemu. Kau boleh tidak percaya, tapi itulah yang terjadi," tandas Jared bersungguh-sungguh. Takdir lah yang telah mengatur pertemuan itu. Takdir juga yang membuat hati Jared tertambat pada Luisa.
Begitu juga dengan Luisa. Sejak pertama kali bertemu dengan Jared, ada sesuatu yang tumbuh dalam dirinya. Mungkin itu sebagian perasaan yang dimiliki Clara dan tumbuh dalam diri Luisa. Dan perasaan itu semakin berkembang dari waktu ke waktu tanpa bisa ia kendalikan. Meskipun Luisa mencoba sekuat tenaga untuk mengingkari perasaan itu, tetap saja ia tidak bisa. Terlebih lagi sejak hari itu. Di mana ia mengakui identitasnya di depan Jared. Perasaan itu kian menggila dalam dirinya.
"Kalau kau menyukaiku, kenapa kau ingin pergi? Apa kau tidak ingin berjuang untukku?"
Jared tersentak. Apakah Luisa baru saja memberikan sinyal untuknya? Apakah gadis itu mengakui perasaannya?
"Apa?" Jared kehilangan kata-kata. Ia takut untuk mengartikan ucapan Luisa.
"Aku mencintaimu, Jared. Aku tidak tahu perasaan ini lebih kuat dari yang kubayangkan. Aku hanya merasa takut kalau kau menganggapku sebagai gadis itu. Aku hanya ingin kau menyukaiku sebagai diriku sendiri ..."
Luisa belum sempat menyelesaikan ucapannya ketika Jared tiba-tiba berlari ke arah gadis itu. Dengan gerakan cepat Jared menarik tubuh Luisa ke dalam pelukannya.
Ya, ampun!
Seketika Jamie membalik tubuh saat adegan itu terjadi di depan matanya. Jangan berpikir jika ia sedang cemburu pada Jared. Jamie hanya sedang memberi waktu pada keduanya sebelum ia mengacaukan pertemuan dramatis itu.
"Jared! Kita bisa ketinggalan pesawat!"
Jared buru-buru melepaskan tubuh Luisa usai mendengar teriakan iseng Jamie.
"Apa kau tidak bisa tetap tinggal di sini?" tanya Luisa dengan raut cemas. Bagaimana mungkin Jared masih berpikir ingin pergi setelah permasalahan di antara mereka terselesaikan?
"Kami sudah terlanjur membeli tiket. Kakakku akan marah besar kalau penerbangan kami batal."
"Apa kau tidak akan kembali?"
Jared mengurai senyum geli. Ia bisa membaca segenap kekhawatiran yang dirasakan Luisa.
"Apa kau ingin aku kembali?" goda Jared.
"Kami hanya akan berlibur ke Paris selama seminggu ke depan. Kau tenang saja. Jared dan aku pasti akan kembali. Apa kau ingin dibelikan sesuatu dari Paris?" Jamie menyela seraya berjalan menghampiri Jared dan Luisa. Ia sudah tidak tahan lagi untuk menunggu mereka berdua. Pasalnya taksi yang mereka pesan sudah menunggu cukup lama dan Jamie tidak ingin ketinggalan pesawat.
Karena Jared membatalkan kepindahan mereka, maka sebagai kompensasinya Jamie meminta dua lembar tiket ke Paris. Mereka akan berlibur di sana selama seminggu penuh. Kebetulan ada seorang kenalan William yang memiliki hotel di Paris. Jadi, mereka bisa menginap di sana dengan gratis.
"Benarkah?" Gadis itu tersipu malu karena telah salah duga.
"Apa kau pikir kami akan pergi untuk selamanya?" pancing Jared sembari tersenyum lebar.
"Ayo, Jared!"
Jamie telah berpindah tempat dan ia sudah memasukkan koper milik Jared ke dalam bagasi.
"Baik-baiklah selama aku pergi. Dan tunggu aku kembali," ucap Jared sebelum beranjak dari hadapan Luisa. Satu kecupan ringan ia hadiahkan di kening gadis itu.
Luisa mengantar kepergian Jared dengan lambaian tangan. Dadanya terasa lega, seolah beban ratusan ton telah terlepas dari sana.
Setiap pertemuan telah diatur oleh takdir. Begitu juga dengan pertemuan Jared dan Luisa. Takdir menggariskan keduanya untuk bersatu dan takdir telah memberi mereka sebuah jalan terindah.
***** The End *****
26 Oktober 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top