Don't Go

Jamie menguak pintu kamar Jared lebar-lebar pagi ini dan menemukan adiknya sedang berkemas. Jared memasukkan beberapa buku dan barang lain ke dalam tas ransel abu-abu miliknya. Selain membuang pakaian yang ia kenakan di hari itu, Jared juga membuang tasnya. Sebagai gantinya ia membeli tas baru dan atas desakan Jamie,  Jared memilih warna abu-abu. Pasalnya selama ini Jared tak pernah sekalipun beralih dari warna hitam untuk urusan tas.

Jared melirik sebentar ke arah pintu, tapi ia mengabaikan keberadaan Jamie.

"Apa kau tidak bisa tidak pergi hari ini?" tegur Jamie memulai komunikasi di antara mereka berdua.

"Ini hanya untuk sementara," balas Jared tanpa menatap lawan bicaranya. "Aku akan berhenti jika saatnya telah tiba."

"Kapan itu?"

Jared terdiam. Ia belum menentukan kapan dirinya akan berhenti kuliah. Kelulusan juga masih lama, sekitar setahun lagi. Selama kurun waktu itu, tidak menutup kemungkinan Jared akan bertemu lagi dengan Luisa. Jika ia benar-benar ingin gadis itu bisa hidup lebih lama, maka Jared harus berhenti secepatnya. Karena benih-benih cinta dalam hatinya mulai tumbuh tanpa ia sadari. Belum lagi Megan. Jared juga harus menghindar dari gadis itu agar Megan tak bertambah nekad.

"Kau masih ingat terakhir kali kau diwisuda? Berapa banyak surat kelulusan yang ingin kau kumpulkan, hah? Apa kuliah semenyenangkan itu buatmu?" cerocos Jamie tak bisa menahan kesal.

Jika Jared adalah seorang manusia, baginya belajar di universitas sekali seumur hidup sudah cukup untuknya. Setelah itu ia bisa mencari pekerjaan tetap, menikah, punya anak, dan melakukan hal-hal yang disukainya di hari tua. Tapi Jared adalah vampir yang memiliki banyak sekali waktu luang. Bahkan sepuluh tahun lagi ia sama sekali tidak bertambah tua. Jared bisa masuk universitas lain kapan saja ia mau tanpa perlu mencemaskan tampilan wajahnya.

"Apa hanya ini satu-satunya cara untuk melupakan gadis itu?" desak Jamie. Pasalnya tiga menit terakhir tak ada jawaban yang mengalir dari bibir Jared. Cowok itu masih bungkam.

"Jangan membahas dia lagi."

"Kenapa? Apa aku benar?"

"Clara sudah tenang di atas sana
Jangan mengungkitnya lagi."

"Kalau kau tidak ingin aku mengungkit tentang gadis itu, maka turutilah perkataanku."

Dua kepala yang sama-sama keras seperti batu sedang beradu emosi.

"Apa kau ingin mengatur hidupku sekarang?" tanya Jared. Tiba-tiba saja Jared merasa selama ini ia seperti bocah kecil yang tak pernah beranjak dewasa di mata Jamie. "Apa bagimu aku masih tampak seperti anak lima tahun yang mesti diawasi 24 jam?"

"12 jam," tukas Jamie. "Kau tahu, aku sangat menyayangimu, Jared. Kau adalah tanggung jawabku. Aku harus menjagamu."

"Aku sudah dewasa, Jamie. Aku sudah katakan aku bisa menjaga diriku sendiri. Tidak usah cemas soal itu. Kalau aku tidak berbuat apa-apa saat itu, karena aku memilih diam daripada melawan mereka. Manusia-manusia itu bukan tandinganku. Aku bisa saja membunuh mereka semua, tapi aku tidak melakukannya. Kenapa? Karena aku tidak ingin menjadi brutal. Emosi bisa membuatku berubah menjadi vampir yang sebenarnya dan aku tidak ingin itu terjadi. Kau tahu, kita bisa menyelesaikan masalah tanpa harus menggunakan kekerasan," urai Jared panjang.

"Uhm ... " Jamie manggut-manggut. "Ternyata benar. Kau sudah beranjak dewasa sekarang. Tidak sia-sia kau menghabiskan waktu untuk belajar, Jared. Kau lebih pintar dari yang kupikirkan," pujinya seraya mengukir senyum tipis dan manis.

Ketegangan mulai mencair perlahan berkat satu pujian Jamie.

"Jadi, kau akan membiarkanku pergi?"

"Tidak," geleng Jamie bersikukuh pada pendiriannya semula. Sekalipun tadi ia sempat memuji kedewasaan Jared, tidak berarti Jamie akan membiarkan adiknya kembali masuk kuliah. Ia tidak terlalu khawatir tentang luka fisik, tapi Jamie sangat peduli soal hati. Jared masih belum sembuh dari luka masa lalunya dan tak boleh ada luka-luka baru, terlebih lagi ada Luisa di sana. Mereka sudah sepakat tidak akan menyeret gadis itu ke dalam takdir mereka berdua. Jadi, lebih baik untuk berhenti sekarang sebelum terlambat.

"Tidak?" ulang Jared dengan mimik heran. Bukannya tadi Jamie sempat mengutarakan pujiannya?

"Lebih baik menghindari hal-hal yang akan membawa masalah, Jared. Sekecil apapun itu."

Jared mengembuskan napas jengah melalui mulut. Jamie melakukan semua itu demi memenuhi janjinya pada William. Jared bisa menduga hal itu.

"Sekalipun hanya beberapa bulan?" Jared mencoba menawar.

"Tidak," tegas Jamie tak tergoyahkan.

"Beberapa minggu?"

"Tidak." Jawaban Jamie tak berubah.

"Bagaimana kalau beberapa hari saja? Tidak, tidak. Untuk hari ini saja. Aku akan pergi ke kampus untuk hari ini saja. Untuk yang terakhir. Boleh, kan?" pinta Jared setengah memohon. Setidaknya ia ingin melihat pohon besar di tengah-tengah pelataran kampus untuk yang terakhir kali. Jared akan meninggalkan semuanya setelah hari ini. Termasuk Luisa. Pemilik seraut wajah milik Clara.
Jamie terdiam. Berpikir. Lalu sejurus kemudian ia mengangguk.

"Baiklah. Tapi, kau tidak akan bisa merayuku besok. Apa kau mengerti?"

Kepala Jared ganti mengangguk.

"Apa aku bisa meminjam mobilmu?"

"Apa?!" Mendengar Jared ingin meminjam mobil merah kesayangannya, spontan Jamie menjerit histeris.

"Karena ini hari terakhirku di kampus, aku ingin sesuatu yang berbeda. Kau tidak keberatan, kan?"

"Hei, tidak bisa begitu, Jared."

Jamie bergegas mengejar langkah Jared yang telah lebih dulu mengayun keluar dari kamar. Jamie selalu meletakkan kunci mobilnya di atas meja ruang tengah dan Jared yakin ia akan sampai di sana duluan.

"Aku bisa mengantarmu, Jared! Tapi jangan memakai mobilku!" Jamie terus berteriak dengan masih mengejar langkah-langkah Jared. "Kau bisa memakai mobil ayah!"

"Tidak! Aku ingin memakai mobilmu!"

"Tapi ... "

Jared telah berhasil mengambil kunci mobil milik Jamie. Tak ada yang bisa dilakukan cowok itu kecuali menatap saudaranya dengan ekspresi pasrah.

***

25 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top