4

Rasanya kurang terasa, karena sang perasa kurang mampu merasai. Jika mampu merasakan apa yang dirasa, pasti semuanya serasa sangat berasa.

Happy reading
.
.
.
.
.
.

Hari ini sesuai janjinya kemarin, Arsen jemput gue dan Queen di kampus. Arsen pakai kaos polos warna merah maroon dan celana jeans navy, beuh jangan ditanya lagi gimana penampilan dia? Ganteng.

Gue dan kakak beradik bule ini tiba di rumah pas banget pukul 12:00. Bersamaan dengan Attar yang masukkin motor ninjanya ke garasi.

"Nggak jadi ke rumah Marcell dek?" Attar cuma menggeleng dan ikutan masuk. "Udah Dzuhur nih, yuk sholat dulu"

Gue ajak mereka sholat,.yang jadi Imamnya Arsen. Ya Allah calon imam masa depan ini mah, halalin adek bang. Eaak.

Mama Calling...

"Assalamualaikum Ma"

"Waalaikumsalam teh, dimana teh?"

"Di rumah Ma, sama Attar dan Queen juga"

"Mama harus gantiin pak Rangga, kamu bisa kan masak buat makan siang, ajakin Queen sama Kakaknya juga makan dirumah"

"Siap Ma, Laksanakan"

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Gue duduk di karpet bulu depan TV bareng mereka bertiga. "Pada laper nggak?" Semuanya pada jawab iya, emang jam makan siang ini mah.

"Mama kok belum pulang teh?" Tanya Attar sambil membuka buku tugasnya.

"Gantiin pak Rangga. Teteh tinggal dulu ke dapur, kamu yang ajarin dulu ya dek" cuma di jawab gumaman doang sama Attar. Dasar malas ngomong. Attar nih orangnya cuek banget, kata Mama sih like father like son. Wajahnya Attar sama Papa ya 11.12 lah, cuma beda umur doang.

Gue beranjak ke dapur untuk masak makan siang cantik ala chef Azza. Kira-kira itu si bule bisa makan masakan Indonesia kagak ya?

"NASI GORENG PADA SUKA NGGAK BUAT MAKAN SIANG?" Toa gue dari dapur.

"IYA TEH" suara Attar dan Queen nggak kalah dari gue, Arsen sih nggak jawab, biarin deh.

10 menit akhirnya matang juga nasi goreng sosis dan telur mata sapi ala chef Azza sudah terhidang cantik diatas meja makan. Gue menuju ruang TV memanggil mereka bertiga.

"Yuk makan dulu, udah matang" mereka beranjak menuju dapur. Lha ini kenapa gue bisa duduk bersebelahan dengan Arsen coba? Kenapa nggak cari tempat yang lain sih? Gue grogi gila.

Mereka makan nasi goreng buatan gue. Kalau Queen dan Attar mah udah hafal gue, apapaun masakan gue, mereka suka. Kita bertiga malah sibuk lihatin Arsen yang lahap banget makannya.

"Kamu suka?" Gue beranikan tanya, dia cuma ngangguk doang dan kasih jempol tangannya ke gue.

"Kapan-kapan mau makan ini lagi" gue refleks noleh ke dia, tadi maksudnya apaan ya? Kok gue jadi deg-degan gila begini? Kampret emang.

☘☘☘

Sekarang gue belajarin itu si Arsen bahasa Indonesia doang  bukan sunda, karena nanti dia ngerti dong kalau gue ngomel pakai bahasa Sunda. Queen tanya ke gue kenapa nggak pakai sunda?

"Kuring teu diajarkeun anjeunna Sunda. manehna bakal ngarti lamun Abdi ambek" Queen setuju dan mengangguk. Arsen yang duduk di sebelah gue mengerutkan keningnya tak mengerti ucapan gue dan Queen.

"Cilok.. Cilok.." teriak mamang cilok yang biasa lewat di kompleks ini. Gue dan Attar yang sudah sangat suka jajan cilok ini sudah saling memberi kode. Attar berdiri dan berlari menuju pintu.

"MANG CILOK" mamang itu berhenti dan tersenyum ke Attar. "Biasa mang 5000 ya pedes, tunggu saya ambil piring" mamang itu mengangguk. Attar masuk dan membawa 4 piring kecil ke depan.

"Teh beli cilok juga nggak?"

"Iya. Queen mau cilok?" Queen mengangguk, tapi Arsen masih bingung.

Attar masuk dengan membawa piring berisi cilok pesanan kita, Arsen masih bingung menatap cilok didepannya.

"You have to try eating this. this is delicious, Tasteful"! Gue meyakinkan Arsen. Queen juga mengangguk dan akhirnya di coba juga sama Arsen.

"Chewy but tasty, is there chicken contents? Delicious" Arsen menikmati ciloknya.

Bule ini suka juga ternyata, gue bukan hanya mengajarkan Queen bahasa Indonesia dan Sunda tapi juga makanan khas Indonesia, dan jajanan Indonesia seperti cilok, cireng, batagor dan kawan-kawannya. Makanya kalau pas gue dan Queen lagi jalan ke Mall nggak lupa tuh mampir jajan dulu di pinggir jalan.

Gue sedari tadi mandangin Arsen gag pernah bosen. Oke fix gue udah terkena virusnya Arsenio nih. Attar sedari tadi udah nyadar aja kalau gue lihatin Arsen mulu, sampe dia beberapa kali berdehem. Untung si Arsen nggak tahu kalau gue dari tadi lihatin dia mulu.

"Teteh ambilkan minum dulu dek" Attar mengangguk.

☘☘☘☘

"Azza and Attar, thank you very much" ucap Arsen dan menjabat tangan gue dan Attar.

"Pakai bahasa Indonesia, jangan selalu pakai bahasa Inggris, percuma dong belajar" gue memperingati dia, dia cuma mengangguk paham.

"Terimakasih. Kami pulang dulu" seperti bule-bule yang baru belajar bahasa Indonesia, logatnya lucu.

"Sama-sama. Kalian hati-hati di jalan"

☘☘☘☘

Gue iseng-iseng cari kerjaan sebagai translator, siapa tahu aja rejeki gue disana. Dan ternyata benar adanya.

Gue turun kebawah sambil bawa laptop gue, gue duduk di antara Mama dan Papa.

"Duduk sendiri teh, jangan di tengah gini ah" ucap Papa yang lagi cemburu. Papa nggak suka acara berduaannya dengan Mama gue ganggu. Papa ini cemburuan banget sama anak-anaknya, karena Mama akan mentingin anak-anaknya dulu baru Papa.

"Ma, Pa, ada lowongan pekerjaan buat mentranslate novel bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, teteh boleh nggak ngelamar jadi translatornya?"

"Kuliah kamu?" Papa mulai dengan ketidak sukaanya kalau anak-anaknya terlalu menggampangkan kuliahnya.

"Masih atuh pa, ini kan cuma sambilan dan dikerjakan dirumah, nggak akan keluar panas-panasan. Untuk kuliah teteh nggak bakalan terbengkalai Pa, tenang aja"

"Yakin kamu teh?"

"Iya papaku sayang. Teteh cuma ingin belajar mencari nafkah yang halal. Bolehkan Ma, Pa?"

"Boleh"

"Tunggu dulu Ma, jangan langsung putusin gitu" Papa terlihat tidak suka dengan vote yang Mama berikan.

"Mama cuma ngevote aja, kalau Papa punya oendapat lain ya silahkan. Sini teh Mama mau lihat tentang info pekerjaannya" gue berikan laptop gue ke Mama. Mama baca dengan seksama. Mama tersenyum teduh ke gue.

"Teteh ke kamar dulu, siapin pelajaran buat besok ngajar di TK" gue mengangkat jempol gue dan berlalu ke kamar.

☘☘☘

"Papa sayang"

"Hmm"

"Kenapa nggak bolehin teteh kerja sih? Itu bagus lho jadi translator kan bisa menjadi tolak ukur kemampuan anak kita"

Bintang menghela nafasnya dulu sebelum menatap kearah istri kesayangannya itu. "Ma, aku nggak ngebolehin teteh kerja itu karena dia masih kuliah"

"Papa lupa ya? Dulu kita juga kerja waktu masih kuliah?"

Skakmat

Bintang tidak bisa berkata-kata lagi. Mulutnya langsung tertutup rapat. Bulan selalu bisa membungkamnya dengan kata-kata kenyataan yang selalu benar. Wanita selalu benar dan lelaki selalu salah.

"Iya sayang"

"Biarin anak-anak kita bekerja, jangan terlalu memanjakan mereka. Mereka pasti ingin bekerja mencari uang sendiri. Attar sudah menjaga showroom milik Papa, sedangkan teteh juga ikut Mama ngajar, kenapa teteh nggak boleh bekerja dengan caranya sendiri yang tetap halal?"

"Papa nggak mau kuliahnya terbengkalai Ma"

"Anak-anak kita itu tetap mementingkan kuliahnya Pa. Coba Papa lihat semua nilai anak-anak kita, memangnya ada penurunan nilai? Papa sudah cek IPK mereka berdua gimana?"

"Sama seperti kamu dulu, selalu bagus dan rajin. Oke, jadi Mama inginnya Papa ijinkan teteh kerja?"

"Iya bang Kanaku tersayang" dengan memasang wajah yang dibuat sangat manis agar Azza diperbolehkan bekerja.

"Oke, Papa ijinkan teteh, tapi Papa nggak mau teteh beli motor apalagi ngendarain"

"Tinggal pakai mobil Mama dan Pak Ujang yang jadi sopir, Papa antar jemput Mama"

"Siap ratu"

"Papa nggak berniat menjodohkan teteh kan?"

"Hm.. itu Ma.. itu.."

"Sama siapa?"

Bintang tidak bisa menjawab pertanyaan Bulan, dia masih mencari alasan lainnya. Tapi tatapan Bulan serasa mengkulitinya sampai habis.

"Rekan bisnis Papa, anaknya baru pulang dari luar negeri"

"What? baby, are you serious about your words?Do you really want to match our child?" Bintang hanya mengangguk beberapa kali.

"Astaghfirullah Papa. Biarin dia cari sendiri, jangan di jodohkan" Bulan berdiri dari duduknya, tapi tangan Bintang mencegahnya.

"Mau kemana Ma?"

"Mama tidur sama teteh. Papa tidur sendiri" Bintang membulatkan matanya tak percaya dengan perkataan istrinya itu. Bagaimana bisa dia tidur sendiri?

Dikamar Azza, dia tertawa bahagia mendengar perdebatan Mama dan Papanya yang selalu lucu menurutnya. Azza Selalu senang Mamanya tidak pernah mengekangnya.

"Teh, Mama tidur sama teteh" Azza membukakan pintu kamarnya dan Bulan masuk kedalam "tutup pintunya teh" Azza menutup pintu sesuai instruksi Bulan.

"Ma..." Teriak Bintang frustasi "Salah lagi deh gue. Akh..."

☘☘☘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top