33

Happy reading
.
.
.
.

Lima bulan Setelah kepulangan Azza dari rumah sakit. Kini Azza berada di rumah orangtuanya. Arsen frustasi, dia tidak bisa bertemu dengan Azza. Bintang--Papa mertuanya yang menyuruhnya untuk tidak bertemu dengan Azza, sampai saat dimana Azza bisa menerimanya dan mengingatnya. Sakit. Memang itulah yang dirasakan Arsen saat ini.

Arsen kini kacau. Dia dirumahnya sendiri, tidur memeluk foto Azza, kadang memeluk baju Azza. Kadang dia tertawa sendiri dan kadang dia menangis sendiri.

Asya dan Dean tidak tega melihatnya. Asya dan Dean kini menemani Arsen di rumahnya. Mengingatkan Arsen untuk makan bahkan untuk istirahat.

"Bang, kita harus coba bicara dengan orang tua Azza. Bagaimanapun mereka masih suami istri" kata Asya meyakinkan Dean. Dean menghembuskan nafas sejenak, lalu memeluk Asya.

"Abang sudah bicara sama Mr. Bintang, tapi keadaan Azza belum stabil sayang. Azza bahkan sering merasakan sakit di kepalanya" jelas Dean. Asya merasa khawatir juga.

"Aku baru saja mendapatkan telepon dari Mr. Bintang, Azza dibawa kerumah sakit sekarang, dia pingsan karena merasakan sakit di kepalanya"

Arsen keluar kamarnya dan menghampiri kedua orangtuanya itu yang sedang duduk di sofa. Arsen duduk di depan mereka.

"explain to me everything Daddy about Azza"  Dean mengangguk. "Azza masuk rumah sakit sekarang son"

Arsen berdiri dan segera menyambar kunci mobilnya. Dean dan Asya segera mengikuti Arsen dari belakang dengan mobilnya.

Arsen tak main-main dengan kelincahannya berkendara. Dia hanya membutuhkan waktu menuju rumah sakit tempat Azza dirawat hanya butuh 15 menit.

Arsen melihat kedua mertuanya duduk di kursi tunggu UGD. Arsen menghampiri kedua mertuanya dan Attar.

"Azza gimana Pa?" Tanya Arsen dengan wajah cemas. Attar memberikan tempat duduk Untuk Arsen. "Duduk kak"

Arsen menurut dan duduk di sana. Bintang dan Attar masih memandang lurus ke pintu UGD. Mengabaikan kecemasan Arsen.

"Papa dan Attar mencoba untuk membuat Azza ingat sama kamu. Papa memberikan album foto saat kalian menikah. Azza berusaha untuk mengingatnya, dia memegangi kepalanya dan meringis kesakitan. Saat Attar akan mengambilkan obatnya, Azza sudah pingsan. Karena khawatir, jadi Papa bawa kemari"

"Arsen sangat berterimakasih kepada Papa dan Attar. Niatnya Arsen mau buat Azza perlahan-lahan kenal Arsen dari awal, tapi semoga saja ada kemajuan" semuanya mengamini.

Dokter keluar dari ruangan dan menghampiri mereka yang sedang menunggu. "Bagaimana istri saya dok?" Tanya Arsen khawatir. "Tidak papa. Dia hanya mengalami shock. Sebentar lagi kita pindahkan ke ruang perawatan" semuanya lega mendengar penjelasan dokter.

🌷🌷🌷

Arsen menggenggam tangan Azza yang masih belum sadarkan diri. Disini tinggal Arsen dan Bintang yang menemani Azza.

Pergerakan tangan Azza dirasakan oleh Arsen. Arsen langsung duduk tegap.

"Azza" lirih Arsen. Bintang langsung menghampirinya dan segera memencet tombol putih di dekat brankar.

Mata Azza perlahan membuka. "Teteh" panggil Bintang. Azza menatap Bintang dan tersenyum lemah. "Mau apa?" Azza menggeleng lemah.

Dokter masuk ruangan dan memeriksa Azza. Arsen mendekat. "Azza"

Azza menatap Bintang dan Bintang mengangguk. "Kamu ingat laki-laki itu?" Tanya dokter yang menangani Azza.

"Kak Arsen" ucapnya. Arsen merasa senang sekali. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang menggelitik perutnya. "Kamu ingat aku sayang?" Azza mengangguk. "Suamiku"

"Besok pagi, pasien boleh pulang. Tidak ada luka yang terlalu serius" Bintang mengangguk. "Terimakasih dokter" dokter itu pamit dan pergi keluar.

"Kamu beneran ingat aku sayang?" Azza mengangguk kembali. "Iya kak" Arsen memeluk Azza. "Terimakasih sayang"

"Papa pulang ya, kamu nggak papa kan sama Arsen disini?" Azza mengangguk. "Jagain Azza"

"Baik Pa" Arsen tidak banyak bicara, dia memeluk Azza, menghirup aroma tubuh Azza yang berbau coklat. Arsen merindukannya selama satu bulan ini. Merindukan bagaimana dia bersama Azza.

"Besok kita pulang ke rumah kita ya sayang. Aku kangen kamu" Azza mengangguk. "Kamu makan ya, tadi Mama beliin kamu bubur. Aku suapin ya" Azza kembali mengangguk.

Arsen menyuapi Azza dengan telaten. Sesekali dia mencium kening Azza. Terlalu gembira hatinya karena Azzanya sudah ingat kembali.

🌷🌷🌷

Hari ini Arsen sudah memboyong Azza kembali ke rumahnya. Teriakan heboh Art Arsen membuat Azza tersenyum. Arsen tak membiarkan Azza berjalan ke lantai 2 kamar mereka. Arsen menggendongnya ala bridal style menuju kamar mereka. Arsen menidurkan Azza di sofa bed di kamar miliknya secara hati-hati.

"Aku kangen tidur peluk kamu sayang" Azza mengangguk dan Arsen memeluknya dari belakang. Arsen membiarkan Azza bergerak sesukanya. Walaupun dia membelakangi Arsen sekalipun.

Arsen selalu berdoa semoga Azza tetap bersama dirinya. Jangan ambil Azzaku ya Allah, aku mencintainya sangat cinta.

Badan Azza lebih bugar dari kemarin saat dirinya dirumah orang tuanya. Azza tak diperbolehkan melakukan pekerjaan apapun oleh Arsen.

Azza sangat bosan, dia turun ke dapur karena Arsen belum bangun. Dia duduk di kursi makan karena Sita anak dari bik Indun ikut membantu ibunya bekerja disini, tidak memperbolehkan Azza masuk dapur karena perintah dari Arsen.

"Ini non minumnya" Sita memberikan Azza coklat hangat. "Non butuh apa lagi?" Azza menggelengkan kepalanya.

"Saya mau masuk dapur Sita" Sita menunduk. "Maaf non.. saya..tidak berani membantah perintah tuan"

"Arsen?" Sita mengangguk. Azza mengerang frustasi. "Ya sudahlah, kamu bisa tinggalkan saya sendiri"

"Baik non. Permisi" Sita masuk kembali ke dapur untuk menyelesaikan masakannya.

Azza kembali meminum coklat hangatnya dengan kue kering yang di sediakan Sita tadi untuknya.

"Biar saya aja non, yang bawa ke belakang" ucap Sita saat Azza akan memasuki dapur. Mau tak mau Azza memberikannya ke sita dan naik ke lantai dua kamarnya.

Arsen sudah bangun saat Azza baru saja membuka pintu kamar mereka. "Hey baby, what's wrong with you?" Arsen menarik Azza agar duduk di pangkuannya.

"Kamu" Azza melipat tangannya di depan dada. "Why baby? tell me why?"

"Aku kenapa sih nggak boleh masuk dapur? Padahal aku cuma mau ambil minum doang?" Arsen tertawa mendengarnya. Kemudian dia menarik Azza ke pelukannya.

"Aku ingin kamu istirahat sayang. Biarkan bik Indun dan Sita yang bekerja. Nyonya Morinho cukup duduk bersama suaminya disini" Azza memilih diam. Padahal dalam hatinya, dia menghangat.

Smartphone milik Arsen berdering di meja kecil dekat sofa bed. Arsen mendudukkan Azza kembali ke sofa dan berdiri untuk mengambil smartphone miliknya yang dari tadi berdering. Tanpa sengaja, Arsen menyenggol gelas berisi air putih sehingga pecah ke lantai.

Pyarr

"Jatuh lagi" Azza berjongkok dan mengambilnya, tapi Arsen memegang tangannya juga dan tergoreslah tangan Azza sehingga berdarah. "Ya Tuhan sayang"

Pandangan Azza seketika kosong. Kilasan balik saat dia merebut botol Vodka milik Arsen sehingga pecah dan Arsen mendorongnya hingga dia jatuh dan bersimbah darah dan membuatnya tak sadarkan diri.

Nyuuuttt

Azza memegang kepalanya yang terasa pusing. Berkali-kali dia mengeram untuk meredam sakitnya. Kilasan memori itu terulang kembali seperti kaset yang diputar berkali-kali. Arsen memegang bahu Azza.

"Sayang.. Azza, kamu kenapa?" Azza mendorong Arsen dan dia beringsut ke belakang dengan takut. "Don't touch me... Don't touch me"

Arsen berdiri dan mencoba mendekati Azza. "Stop.. aku bilang stop... Jangan mendekat.." Azza memegang kepalanya dan menangis.

"Why baby?" Tanya Arsen khawatir. "Aku tidak mau berdarah lagi, aku tidak mau masuk rumah sakit lagi. Stop.. hiks.. please stop it.. Don't get close to me.. hiks.."

Asya dan Queen yang baru saja datang dan mendengar Azza berteriak, segera menghampiri mereka di kamar. Asya melihatnya menangis ketakutan.

"Jangan dorong aku... Hiks... Aku nggak akan halangi kamu minum lagi.. hiks..." Arsen menegang. Dia teringat saat dia mendorong Azza di apartemennya di London waktu itu.

Queen memeluk Azza yang menangis terisak-isak. "It's okay Azza, it's me Queen" Azza memeluk Queen. "Queen.. hiks.. aku takut"

"Ada aku disini Azza, ada Mommy juga. Katakan padaku, ada apa?" Bujuk Queen. Azza menunjuk Arsen yang dari tadi diam di samping Asya.

"Dia mendorongku Queen, dia marah" Queen memeluk Azza erat hingga Azza tak sadarkan diri.

Arsen dengan sigap menggendong Azza dan menaruhnya perlahan di tempat tidur mereka. Asya segera menelpon dokter keluarga mereka.

"Arsen, apa yang dimaksud Azza? Kamu dorong dia?" Arsen menggelengkan kepalanya. "Dia mungkin ingat saat kami di London dulu, aku dorong dia dan mengakibatkan dirinya terluka Mom"

Asya memilih diam dan menunggu dokter selesai memeriksa Azza.

"Azza tidak papa Bu. Biarkan dia istirahat, jangan terlalu dipaksakan untuk mengingat kejadian yang membuatnya takut bahkan trauma" jelas Dokter itu.

🌷🌷🌷

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top